Share

Ide Gila Ayumie

Penulis: Nielly 11
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 00:30:49

‘Apa aku harus kesana lagi?’

Batara dibuat gelisah setelah kembali dari lapangan, otaknya terus diingatkan dengan anak laki-laki beberapa minggu lalu ditemuinya. Mata indan nan teduhnya membuat Batara ingin bertemu lagi.

Batara menarik nafasnya hatinya bergumam, ‘Sebenarnya siapa anak itu?’

Meski wajahnya tak pernah nampak seperti apa rupanya, hanya sorot mata indah yang selalu menatapnya, anak laki-laki itu di pesantren itu memiliki mata yang mirip dengan anak yang sering datang di mimpinya.

‘Aku harus mencari tahu, mungkin Dodo bisa membantuku,’ batinnya.

Tidak salahnya Batara mencari tahu agar rasa penasarannya terjawab akan siapa anak laki-laki itu.

“Rara,” panggilan diambang pintu menarik Batara dari lamunan. Matanya sempat melirik tajam pada si pengganggu itu tapi ketika tahu siapa yang muncul di balik pintu, wajah Batara kembali datar seperti biasanya. 

“Ya Tuhan, kenapa wajahmu masih seperti kanebo kering, sih?”

Seandainya ejekan itu bersumber dari orang lain, Batara pasti sudah mengajaknya berduel. Tapi, ini… ibunya sendiri, Ranti Sanjaya.

“Rara nggak seneng ya, Mommy datang ke kantor?” 

Batara mendekat lalu mengecup pipi ibunya. “Batara senang tapi bisakah Mommy tidak memanggil putramu yang tampan ini dengan panggilan itu?”

Jujur Batara risih dan malu, sampai kapan dia akan dipanggil dengan nama perempuan? Bagaimana kalau temannya atau anak buahnya mendengar panggilan itu? Apa tidak jatuh sudah wibawanya sebagai seorang komandan.

“Rara kebarantan?” tanya Ranti diiringi lirikan mata. “Lagian kamu juga nggak pernah lo masalahin panggilan ini,” katanya.

Ranti mengeluarkan tas jinjingnya, dia membuka satu persatu rantang susun berisii nasi dan lauk pauk kesukaan putra tunggalnya.

“Tapi jangan di kantor ya, Mom,” pinta Batara, dia menerima satu rantang berisi nasi dan lauk pauk kesukaannya. “Nggak enak kalo sampai kedengaran keluar.”

Takutnya orang-orang berpikiran aneh dengan panggilan itu apalagi sampai memiliki asumsi negatif.

“Dimakan dulu, Mommy tahu kalo kamu belum makan siang.”

Batara mengangguk, dia sudah lebih dulu mengambil piring dan juga lauknya. 

“Tumben Mommy datang ke kantor nggak telephone dulu?” Sedikit aneh apalagi kedatangan Ranti terlihat ada sesuatu. “Untung aku ada di kantor lho, Mom. Gimana kalo aku lagi di lapangan?”

“Mommy punya orang kepercayaan jadi tahu kamu ada nggak nya di kantor.” Batara mendengus pelan dia tahu orang kepercayaan Ranti. “Nak,” Ranti menjeda, melihat putranya yang makan dengan lahap membuat ujung hatinya sakit hampir 30 tahun putranya hidup di luaran sendiri tanpa uang apalagi kemewahan dari orang tuanya.

Sejak berusia 9 tahun Batara di usir dari rumah oleh suaminya karena sesuatu hal, mirisnya selama Batara hidup di luaran sana Ranti tak diizinkan untuk menemui putra satu-satunya itu apalagi membantu kebutuhan Batara.

“Kapan kamu akan pulang dan berbaikan sama daddy mu?” Harapan Ranti dua pria tercintanya itu rukun seperti dulu. “Mengalahlah, Nak. Minta maaf lebih dulu pada yang lebih tua.”

Jika semudah itu pastinya sudah Batara lakukan sejak dulu. “Nggak usah bahas daddy, Mom.” Karena berujung mereka akan berdebat seperti yang sudah-sudah. “Sebaiknya Mommy bilang saja tujuan Mommy datang ke kantor Batara.”

Ranti mencebikkan bibirnya Batara mengetahuinya, tidak hanya dengan tujuannya Ranti pun ingin masalah ayah dan anak ini selesai.

“Mommy ingin kamu berkencan.” Batara sudah menebaknya. “Mommy sedang suka sama anak arisan Mommy. Namanya Cantika, Mommy ingin kamu menemuinya hari ini ya mudah-mudahan saja kalian cocok dan bisa menikah.”

“Batara sibuk, Mom,” tolak Batara.

Raut wajah Ranti berubah kecewa. “Mau sampai kapan sih kamu melajang terus, Batara? Nggak ingat sama umurmu yang sudah tua begitu juga Mommy ini, hm?”

Ranti tak habis pikir putranya yang masih betah menyendiri padahal usianya hampir 40 tahun.

“Mommy pengen punya menantu dan juga cucu.”

Dengan santai Batara mengambil nasi dan lauknya lagi, menurutnya makanan di depan matanya jauh lebih enak ketimbang memusingkan permintaan Ranti yang selalu sama, bak kaset kusut yang selalu diputar menghasilkan lagu yang sama didengar selama bertahun-tahun.

“Kalau Batara nggak senang sama wanita yang ingin Mommy jodohkan kali ini. Batara boleh kok kenalkan Mommy sama wanita yang sedang Batara sukai.” Itu dia, masalahnya Batara tidak punya satupun wanita yang sedang dia sukai. Hanya ada, anak laki-laki itu yang membuat hati Batara gelisah.

“Tapi kalo belum ada setidaknya Batara mau ya kencan sama Cantika sore ini di cafe Blue jam 4 sore.” Batara menatap malas-malas tahu dengan kebiasaan sang ibu yang selalu sat set. “Nggak ada alasan lagi, Oke? Pokoknya kamu harus datang.”

Senyuman Ranti semakin merekah setelah melihat tatapan Batara yang menyisratkan jika putranya tidak ada hubungan dengan wanita manapun, meski sedikit drama Ranti ingin segera melihat putranya menikah.

Tapi Batara terus memberikan alibi agar perjodohan ini tidak terjadi dengan cara memberitahukan jika dia sedang dekat dengan seorang janda beranak satu. Sontak hal itu membuat Ranti kaget sedetik, dan tidak percaya dengan apa yang disampaikan putranya.

“Mom...” Batara setengah berlari mengejar Ranti, ibunya ngambek setelah menolak keras berkencan dengan wanita pilihanya.

“Ada apa lagi, Batara?”

Ranti menatap kecewa, tapi tidak dengan Batara yang memeluk sang ibu.

“Kirim foto wanita itu,” Senyuman Ranti melengkung menatapnya. “Batara coba ketemu sama wanita pilihan, Mommy.”

“Terima kasih, Nak. Mommy segera mengirim foto Cantika,” ucap Ranti senang disertai kecupan di pipi putranya.

“Batara nggak bisa janji apapun sama Mommy setelah bertemu dengan dia. Kalau Batara nggak sreg, Mommy nggak boleh paksa Batara, oke?”

Senyuman Ranti lenyap seketika. “Kenapa nggak coba buka hati, Nak,” lirih Ranti seraya mengusap lembut lengan Batara, ekspresi Ranti terlihat memohon.

“Batara masuk dulu Mom masih banyak tugas. Sore nanti Batara dateng.”

Batara pergi meninggalkan Ranti setelah mengecup punggung tangannya untuk kembali bekerja sementara Ranty memandang kepergian putranya dengan helaan nafas panjang. Ranti tahu Batara masih menyimpan luka dan trauma besar pada pernikahan tapi mau sampai kapan putranya akan terus menyendiri seperti ini?

“Aw… sakit Akira,” Ayumie mengaduh, Akira menyentil keningnya. Janda kembang satu itu menatap horor. “Astaga, Ra. Cuman minta bibit unggul doang, kok. Setelah gue hamil, gue pergi dan ini buat yang terakhir kal—“ Ayumie kembali meringis kesakitan, astaga janda galak satu itu kembali menyentil keningnya.

“Sumpahnya bodoh lu itu sudah nggak ketulungan Ayumie!”

“Ra,” ucap Ayumie mengusap keningnya yang terasa nyeri tapi Akira menatapnya dengan tatapan mengerikan.

“Sekali lagi lo ngomong kayak gitu. Bogem gue ngelayang, Ayumie!” decak Akira seiring menunjukkan kepalan satu tangannya yang kuat, wajahnya memerah marah. Sekalipun Ayumie hanya temannya, tapi Akira sangat menyayangi janda gesrek satu itu.

Ayumie mencebikkan bibirnya, dia menundukan pandangannya. “Gue udah capek menjanda 9 tahun, Ra,” Keluhan Ayumie seolah tak ada habisnya, Akira sampai dibuat darah tinggi mendengarnya. “Gue dibully janda nggak laku di kampung ini. Gue bosen banget dikatain gagal move on dari mantan suami yang sekarang sudah menikah ke-5 kalinya sementara gue?”

Akira diam tanpa mengurangi tatapannya pada Ayumie. “Mereka ngatain rahim gue bakal expired kalo kelamaan menjanda dan anak gue ikut-ikutan bikin gue makin frustasi karena yang ditanya ayah baru dan adik baru.”

“Apa dengan cara lo hamil di luar nikah buat kasih Azka adik baru itu lo nggak akan jadi bahan gosip yang semakin mengerikan di kampung ini, Ayumie?” hardik Akira marah.

Tatapannya semakin tajam dengan ide gila Ayumie. “Lo nggak kasihan sama anak lo nanti terlahir tanpa ayah, hah? Terus nasibnya seperti kakak yang dikatain anak haram lagi?”

Kadang teman baiknya itu otaknya agak gesrek sampai tidak memikirkan dampak akibat rencana gilanya ini. Ayumie mengerucutkan bibirnya, tentunya semua itu sudah Ayumie rencanakan. Dengan tinggal di Bali tentunya tidak akan ada orang yang ngejudge nya lagi.

“Cari angin gih lo, nongkrong dimana gitu biar otak lo itu fresh nggak monoton terus mikirin ide gila lo itu.” Akira tahu setiap harinya Ayumie selalu nongkrongin laptop kalau tidak rebahan sepanjang hari.

“Kalo pergi pun kemana coba nggak ada tujuan? Terus siapa yang kasih makan si Juliend sama temen-temennya kalo gue pergi?”

“Gue,” seru Akira disertai menepuk dadanya keras. “Udah sono lo cepetan mandi dandan yang cantik terus pergi. Sumpah hari ini gue capek males banget berdebat sama lo.”

Dia baru pulang dari pabrik karena shift malam, saking capeknya dia masih sempat membuatkan sarapan dulu untuk putrinya dan juga sahabat gesreknya itu. Akira semakin mendesah melihat tingkah ajaib janda gesrek yang tertawa sendiri dengan ponselnya.

 “Kenapa lo nyengir-nyengir kayak orang gila, hah? Ck! Bener-bener lo nggak waras.”

Ayumie melirik dengan pelototan. “Waras dong, Ra. Gue lupa kalo sore ini ada janji ketemu sama si Erwin.”

Akira mengenal pria yang disebutkan Ayumie meski lewat video call. “Syukur deh. Ingat, jangan sampe lepas kontrol apalagi menjalankan ide gila lo itu,” pesannya.

“Emangnya gue wanita apaan sih, Ra. Gue pemilih orangnya dan gue mau bule nggak mau pribumi.”

Akira mengangguk tahu kriteria pria yang digilai sahabatnya tapi entah kenapa melihat Ayumie yang kembali tersenyum dia tidak enak hati.

“Lo nggak akan ketemu sama temennya si Hary itu kan, Yum? Lo nggak nerima job yang diberikan pria itu sekalipun—ya bayarannya gede?”

Beberapa hari ini Ayumie menceritakan pria bernama Harry yang memberikan pekerjaan dengan bayaran tinggi, 20 juta. Harry meminta Ayumie untuk mendekati sahabatnya jika perlu membuat pria itu jatuh cinta.

“Temennya aja nggak bales chat gue!”

“Jadi lo dah chat-an sama dia? Lo dah deal sama si Harry, Yum?”

Deal? Belum, Ayumie belum memberikan jawaban pada pria itu.

“Jangan sampai ketemu sama temennya si Harry ya, Yum. Feeling gue nggak enak!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Syukuran!

    “Gue baru tahu kalo mbak Ayumie mantanya komandan Joshua. Dulu apa gara-gara itu mbak Ayumie menghilang disaat usaha cateringnya lagi rame-ramenya?” Gumilar berikan anggukan membenarkan hal itu. “Tapi gue penasaran, Gum. Siapa yang menukar pengantinnya sampai segala surat semua sudah ditukar seperti sudah direncanakan? Sumpah gue jadi penasaran.” “Yang satu itu gue nggak bisa cerita tapi kalo lo pengen tahu kisah cinta mereka kenapa nggak lo tanya sama sama komandan Joshua. Dia paling tahu,” ujar Gumilar yang langsung dijawab dengan helaan nafas temannya itu. Begitu juga dengan Batara diluar sana yang ikut penasaran siapa yang menggagalkan pernikahan mereka. 20 tahun berteman, Batara tak pernah mendengarkan kalau sahabatnya itu berpacaran dengan Ayumie dan menikahi janda itu. Yang Batara tahu Joshua dekat dengan Ayuma dan sampai menikah dengan saudaranya dimana Batara sendiri tidak datang pada saat itu. “Kenapa mbak Ayumie nggak nikah lagi, Yum? Gu

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Janda Malang!

    Bibir Akira rasanya keram terus menganga akibat mendengarkan cerita Ayumie yang ditahan di apartemen oleh komandannya Gumilar selama 3 malam. Entah seperti apa dua orang di dalam apartemen itu namun, jika melihat jejak merah yang cukup banyak dibagian atas sahabatnya sepertinya permainan mereka cukup ganas. “Luar biasa banget lo.” Ayumie memijit batang hidungnya, kepalanya mulai berdengung pusing. “Tapi gue nggak yakin kalo lo nggak sampai makingg love sama dia. Gue tahu gimana otak messum lo itu, Yumie. Selagi ada kesempatan nggak mungkin dianggurkan gitu saja kan.” Ayumie menoyor kepala Akira. “Nggak usah mikir yang enggak-enggak, deh.” “Di dalem atau di luar keluarnya, Yum. Hehehe,” godanya. Ada hal lain yang disembunyikan jika dilihat dari raut wajahnya dan tatapannya yang terlihat sedang memikul beban berat. Meski Ayumie pandai menyembunyikan masalah tapi dia bisa membaca karakter orang dari matanya. “Gue nggak sampai kesana, Akira,

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Introgasi!

    “Lo kenapa sih, Gum. Bisulan?” Gumilar memutar bola matanya tepat di depan temannya itu. “Kalo lo nggak bisulan duduk gih. Gue pusing lihatin lo mondar mandir gak jelas kayak setrikaan kusut.” Jupri ikut meluapkan kekesalannya, Gumilar tak fokus bekerja sedari pagi sampai sekarang dan bawahnya seperti itu gelisah. “Ayumie sampai sekarang belum balik, Jup!” ungkap Gumilar dengan nada suara yang terdengar frustrasi. Hari sudah menjelang gelap sahabatnya itu belum kunjung pulang ke rumah. “Sudah dua hari dia belum pulang. Nggak tahu perginya kemana gimana gue nggak kayak setrikaan kusut.” “Pantes beberapa hari ini gue nggak lihat mbak Ayumie nganterin catering. Kemana?” Gumilar mendengus matanya melirik tajam pada teman setim nya itu, seandainya dia tahu pun tak akan secemas ini. Ayumie tidak biasa pergi sampai dua hari tanpa kabar. “Komandan udah datang belom ya, Jup?” tanya Gumilar seiring menatap parkiran dimana mobil Batara biasa terparkir.

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Tak Perlu Bukti!

    “Ay….” Panggilan Batara di luar sana menyentakan Ayumie yang beberapa menit terkunci dengan isi dalam lemari kaca tersebut. Ia buru-buru bangun lalu segera mengganti pakaiannya. “Kamu sudah siap belom, sayang?” “Bentar,” balas Ayumie seiring menyeka ujung matanya yang basah. “Kamu sudah berganti pakaian, sayang?” Ayumie menengok kebelakang sekilas diiringi hembusan nafasnya ketika suara Batara semakin dekat. “Tunggulah disitu, Batara. Aku sedang berganti pakaian.” Batara tersenyum-senyum, apa yang harus disembunyikan lagi pikirnya karena dia sudah melihat tubuh si janda itu yang begitu indah. Batara berjalan mengindap-indap lalu memeluk tubuh kurus itu yang masih mengenakan kaos polos miliknya. “Astaga, Batara,” Ayumie tersentak kaget dengan pelukan yang tiba-tiba dari belakangnya. “Kenapa kamu kayak orang-orangan sawah sih, sayang?” Bibir Ayumie mengerucut mendengar sindiran Batara apalagi pria itu tertawa. Bukan Ayumie yang s

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Tahanan!

    “Gimana, Ra?”“Sampai pagi ini Ayumie belum balik juga, Gum,” suara Akira terdengar seperti habis menangis di seberang sana yang tertangkap di panggilan telephonenya.“Ayumie nggak biasa kayak gini, Gumie. Pergi tanpa kabar seharian itu nggak pernah sama sekali,” ujar Akira yang mengetahui baik buruknya sifat sahabatnya itu.“Sesibuk-sibuknya pasti Ayumie nyempetin kasih kabar sama gue. Nggak pernah enggak!”“Lo nggak usah nangis gitu, Ra. Gue yakin Ayumie baik-baik saja di luaran sana.”“Astaga, gue khawatir banget, Gumie!”Sialnya, Akira tidak bisa menenangkan putrinya sendiri yang tantrum karena tidak

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Nikahi Aku!

    “Lo kemana saja, hah? Gak tahu semalam markas kita kayak apa?” suaranya terdengar sangat murka bersamaan bola matanya membeliak marah menatap kedatangan sahabatnya.“Tidak hanya markas kita yang dihancurkan tapi si berengsek itu sudah membuat kacau semua klien kita.”Harry sedikit mengorek telinganya seiring berjalan gontai menghampiri sofa lalu menghempaskan pantatnya di sofa hitam itu.“Gue rugi banyak dan semua itu karena lo!”Harry tersenyum miring seiring menyipitkan matanya melirik sekilas si pria besar pemarah itu. Ck! Kerugiannya tidak seberapa dibandingkan dengan dirinya yang hampir tertangkap, dia belum siap mendekam di penjara.“Mana paket itu, hah?”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status