Share

Bab 2 - Hukuman Pertama

Keluarga Keith Wilson datang ke kediaman keluarga Dewangga.

Dan sayangnya penampilan Kiara sama sekali tak baik.

Kedua matanya bengkak karena terlalu lama menangis, lalu senyum yang tak bisa Kiara pasang di wajah karena kini dia sudah tau apa tujuan keluarga gurunya itu datang ke rumah.

"Selamat malam Kiara sayang" Shenina, Mamah dari gurunya itu menyapa Kiara yang harus memaksakan senyum manisnya.

"Malam Tante" Kiara tak tau bagaimana raut wajahnya kali ini. Dia tak berani menatapkan matanya pada sosok laki-laki tinggi yang ia tau terus memandangnya semenjak ketiga manusia ini memasuki rumahnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya.

"Jangan panggil Tante Kiara, panggil aku Mamah dan Papah juga. Kami kan sebentar lagi juga mau jadi orangtua kamu sayang"

Mendengar itu Kiara mengangkat pandang dan tanpa sengaja kedua matanya bertabrakan dengan sorot tajam yang Keith Wilson berikan.

Jantung Kiara berdebar kuat, dan kemampuannya yang mau membantah tadi kembali ia bungkam di tenggorokan.

"Bagaimana Keith? Kamu mau ajak Kia jalan malam ini?" celetukan Dewa, Papah Kiara membuat Kiara kembali mengangkat kepala untuk melihat Papahnya itu.

Memberikan penolakan jelas di sepasang bola matanya namun sulit untuk ia keluarkan di bibir.

"Boleh Om, Keith mau ajak Kiara jalan sekarang"

Kedua orangtua itu saking lirik dengan senyum lebar saat melihat Keith bangkit dan menyerahkan tangannya untuk Kiara gandeng.

Mereka membutuhkan waktu untuk bicara, namun Kiara nampak enggan dan terlihat keberatan jika harus pergi berdua saja dengan Keith.

"Ayo Kiara! Keith menunggu!" bisikan Mamahnya itulah yang membuat Kiara mau tak mau mengambil tangan Keith dan membiarkan saat tangan besar itu menggenggam telapak tangannya dan menariknya keluar dari ruang tamu rumahnya.

"Ambil waktu kalian sebanyak mungkin!"

Kiara masih bisa dengar godaan yang terlontar dari Bram, Papah Keith dan Papahnya yang tak henti bersautan untuk menggoda dia dan Keith.

***

Kiara tak tau ini kali berapa ia menghembuskan napas beratnya. Karena setelah ia dan Keith keluar dari rumah, keduanya tak ada yang memulai pembicaraan hingga langkah kaki yang membawa mereka menjauh dari kediaman rumah mulai terhenti ketika melewati taman bermain kecil di dekat komplek perumahan Kiara.

"Pak ..." Akhirnya Kiara memberanikan diri membuka suara, karena ia mulai merasa canggung terhadap Keith dan genggaman tangan mereka yang masih saling bertaut.

"Aku senang mendengar suaramu akhirnya keluar" Keith membawa Kiara ke sebuah ayunan dan mendudukan dirinya di sana dengan Kiara yang berdiri di sebelahnya.

"Duduklah" tunjuk Keith pada satu ayunan di sampingnya.

Kiara tak menolak dan ia mendudukan dirinya di ayunan tersebut.

"Pak Keith-"

"Menurutmu bagaimana Kiara? Apa kamu setuju dengan rencana pernikahan kita ini?"

Kiara nampak terkejut mendengar Keith lansung berbicara tanpa berbasa-basi padanya.

Kiara hanya diam menunduk, kakinya saling bertaut dan sesekali mengais tanah di bawahnya.

Hingga mengundang Keith untuk menatapnya.

"Kiara?"

Panggilan Keith membuat Kiara menatapnya dengan kedua mata berkaca, dan Kiara memberikan gelengan pelan pada Keith.

"Maaf Pak ... Saya masih sangat syok dengan berita ini." jujur Kiara.

"Aku paham bagaimana perasaanmu saat ini Kiara, tapi bagaimanapun juga kedua orangtua kita sudah saling setuju tentang ini"

Apa yang Keith katakan justru makin membuat Kiara tertekan.

"Tapi kenapa Bapak mau? Bapak tau saya siapa kan?" Kiara mulai memberanikan diri bertanya pada Keith mengenai alasan dan mencoba membujuk Keith agar menolak perjodohan ini.

"Kamu muridku di sekolah, tapi di luar tentu bukan itu statusmu" Pandangan Keith nampak begitu tajam menatap pada Kiara.

"Jarak usia kita bahkan sangat jauh Pak, apa Bapak masih mau melanjutkan perjodohan ini? Apa Bapak tidak punya kekasih? Bukankah Bapak dan Miss Nesi berkencan?" tanya Kiara yang mencoba meyakinkan Keith.

Dan Miss Nesi adalah salah satu pengajar di sekolahnya yang digosipkan dekat dengan Pak Keith di sekolah karena mengajar di bidang yang sama.

"Pertama Kia, aku mau menuruti semua yang kedua orangtuaku pinta dariku, dan mereka mau melaksanakan perjodohan ini karena mau berbesan dengan keluargamu. Lalu kedua, aku tidak pernah menjalin kasih dengan wanita manapun di sekolah. Dengan Nesi hanya sebatas pekerjaan" Jelas Keith pada Kiara yang merasa takjub karena mendengar Keith mengeluarkan banyak suara hanya untuk menjelaskan padanya.

"Tapi Pak ... Anda guru saya, akan sangat canggung bagi saya melihat anda di sekolah dan di rumah seperti sekarang-"

"Lama-lama kamu akan terbiasa Kiara."

Namun bagi Kiara, ia tidak bisa  membedakan Keith yang ia temui di sekolah dan di rumah.

***

"Mana si Kiara?! Gila ini udah mau jam 7 tapi batang idung tuh anak belum muncul!" Aura mengintip melalui jendela kelasnya dan berharap sosok Kiara segera datang karena hari ini adalah hari Keith.

Kenapa diberi nama seperti itu? Karena memang satu hari ini Keith mendominasi pelajaran di kelas mereka.

"Kamu bisa jatuh kalo berdiri di ujung meja seperti itu Ra" Satria menarik pelan tangan Aura saat merasa bahwa Aura terlalu berjinjit di kaki meja dan takut jika gadis itu tersungkur.

"Kiara belum datang Ra?" kali ini Fia yang merasa cemas jika temannya terlambat di hari pertama Keith mengajar di kelas mereka.

"Mati!! Pak Keith datang!!" Aura membulatkan matanya dan turun dari atas meja untuk kembali ke tempat duduknya.

Banyak murid yang kalang kabut untuk membetulkan posisi duduknya dan mencoba merapihkan meja serta posisi mereka.

"Morning!"

Keith masuk ke dalam kelas dengan sapaan hangatnya, membuat beberapa murid perempuan mendesis senang serta tersenyum penuh pesona pada Keith yang pagi ini terlihat tampan dan tentu saja menggoda.

Terlihat bagaimana otot-otot sempurna yang terbalut kemeja lengan panjangnya yang dilipat ke siku dan dada bidangnya yang mampu membuat semua siswi menelan salivanya.

"Kita absen terlebih dahulu ya" ujar Keith yang memegang buku absen kelas di tangannya dengan kedua mata yang mulai meliarkan ke segala arah sampai terhenti di satu bangku kosong di samping Fia.

"Dimana teman sebangkumu?" tanya Keith pada Fia yang gugup untuk sekedar menjawab pertanyaan simple seperti itu.

"Ehm ... Sepertinya ter-"

"Pagi Pak, maaf saya terlambat"

Belum selesai Fia berbicara, sosok gadis yang berdiri di depan pintu kelas dengan napas memburu dan keringat di dahi mengalihkan setiap pandang mata kelas.

Teman-temannya hanya bisa berkata dalam hati dan mendoakan nasib baik untuk orang yang terlambat itu.

Keith memasang senyum miring di bibirnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada ujung meja dan menatap lekat pada sosok gadis yang terlambat di kelasnya.

"Kamu tau bel masuk berbunyi jam berapa?"

Lirikan mata gadis itu pada teman-temannya nampak tak membantu karena mereka semua hanya memberikan dukungan melalui gerak tangan dan tanpa suara.

"J-jam 7 pagi Pak, tapi maaf saya terlambat karena pagi tadi ada masalah-"

"Saya gak mau mendengar alasan apapun. Kamu terlambat dan kamu salah"

Keith mengambil absen kelas dan berjalan mendekat pada sosok gadis terlambat yang masih berdiri di depan pintu kelas.

"Kiara Dewangga? Kamu terlambat di hari pertama saya mengajar. Jangan kamu pikir karena ini hari pertama, kamu akan bebas dari hukuman. Tentu tidak, kamu pergi keluar dan tulis permohonan maafmu di kertas sebanyak 10 lembar lalu berikan ke saya. Tidak boleh masuk sebelum kamu menyelesaikan hukumanmu"

Keith melepas pandang dari name-tag yang berada di dada kiri Kiara dan melirikan matanya pada sepasang mata Kiara yang menatapnya marah dan kesal namun tak bisa memberontak.

"Cepat nona Kiara! Jika kamu masih bertahan di sana kamu tidak akan bisa mulai hukumanmu"

Kiara mengerjap pelan dan berbalik keluar kelas.

Sepeninggal Kiara ruangan kembali hening dan Keith mulai menoleh memperhatikan setiap muridnya yang menunduk dalam.

"Ini peringatan untuk kalian semua. Ini baru hukuman kecil karena terlambat di kelasku! Jika tak mau kena hukuman jangan berbuat aneh-aneh ataupun melanggar sesuatu yang sudah ku atur!"

"Baiklah kita mulai absennya!"

Teman-teman Kiara nampak meringis pelan, perlahan gosip mengenai Keith yang kejam dan suka memberi hukuman terbukti benar.

Itu membuat mereka semua mulai waspada dan berusaha agar tak berurusan lebih dengan seorang Keith Wilson.

***

"Sumpah ya!! Pak Keith daripada jadi guru mending jadi dosen aja deh! Kejam banget gak ada simpati sedikit!"

Omelan Fia diangguki kuat oleh Aura dan Gema yang mendengarnya. Tadi setelah jam pelajaran kelima berbunyi, Kiara baru bisa masuk ke kelas setelah letih menulis berlembar-lembar halaman ucapan permohonan maaf dan penyesalan karena terlambat.

Namun sekembalinya Kiara ke kelas betapa malangnya teman mereka yang harus kembali menulis karena Pak Keith memberikan banyak rangkuman pelajaran mereka.

Kiara yang hanya bisa diam dan mengerjakan membuat teman-temannya marah namun sayang tak bisa melawan.

"Yaa, mau gimana lagi, ini sekolah juga punya bapaknya! Doi jadinya bebas" celetuk Bima yang diangguki Satria dan Fia.

Mereka cukup tau jika yayasan sekolah ini memang milik keluarga Wilson.

"Mana nanti masih ada pelajaran tuh guru killer lagi sampe pulang! Duhh otak dan hati gue, kalian harus kuat dan sabar ya!!" Gema menyemangati dirinya sendiri yang justru menjadi penghibur teman-temannya.

"Lo gapapa Ki? Tangan lo sakit gak?" Bima nampak iba melihat Kiara yang memijat lengannya karena terlalu lama menulis dan pasti pegal.

"Gue gak papa Bim, pegal sedikit doang kok"

Bima menarik pulpen dan buku milik Kiara. "Kalian ke kantin aja sana, makan. Biar gue lanjutin catatan lo"

Kiara menggeleng, ia tak bisa membiarkan Bima melanjutkan pekerjaannya, namun sayang Bima tak mau mendapat penolakan.

"Fia, Aura! Bawa Kiara ke kantin sana. Kasian dia belum makan"

Fia dan Aura mengangguk kuat mereka setuju, karena sedari tadi saat Kiara diajak beli makan gadis itu selaku menolak dan memilih menyelesaikan tugasnya.

"Ayo Kia! Lo bisa pingsan kalo gak makan! Biar Bima aja yang lanjutin catatan lo!"

Akhirnya setelah sedikit paksaan, Kiara berhasil dibujuk dan pergi ke kantin untuk membeli makan.

Bima tersenyum tipis melihat Kiara yang ditarik pergi bersama kedua teman gadisnya itu.

"Jadi kapan mau majunya?"

Bima melirik Satria yang menaikan alis menggodanya.

"Apasih lo!" Bima mencoba mengabaikan Gema dan Satria yang saling melirik geli padanya.

Bima kini melanjutkan tulisan Kiara pada catatannya.

"Bim, lo nahan perasaan lo dari SMP tapi gak pernah berani buat nyatain ke orangnya! Cupu lo ah!"

Bima berdecak pelan dan mencoba abai pada ledekan teman-temannya.

"Berisik kalian!"

Kedua temannya hanya tertawa melihat Bima yang terus menahan perasaannya sendiri namun merasa lucu karena Bima tak memiliki keberanian untuk mengungkapkan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Bima kejebak prenjon.. sekalinya mau maju dah keduluan wkkwkw sadboy
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status