Share

Permintaan maaf

"Zay, maafin aku ...." Qiara memeluk Zaydan dari belakang. Dia meminta ampun pada lelaki yang berstatus suaminya itu.

Zaydan melepas pelukan Qiara di pinggangnya. Hatinya benar-benar terasa sakit melihat Qiara dipeluk oleh lelaki lain. Lebih sakit lagi mendengar hinaan dari ayah Leon. Zaydan merasa harga dirinya sebagai lelaki terkoyak.

"Zay ...." Qiara merasa sesak di dadanya saat Zaydan memilih tidur di lantai. 

"Tidurlah, sudah malam."

Hati Qiara terasa diiris saat melihat Zaydan meringkuk di bawah selimut. Mereka memang baru seminggu menikah dan belum menunaikan kewajiban sebagai suami istri karena Qiara datang bulan sejak hari resepsi hingga saat ini. 

Namun, Zaydan selalu memeluknya setiap mereka tidur karena ranjang berukuran sempit yang belum diganti.

"Zay, seandainya kamu tahu betapa aku sangat menyesali keadaan ini." Qiara hanya menatap Zaydan yang telah tidur dengan pulas.

***

"Lapar banget, nih." Qiara keluar dari kamar. Dia mencari keberadaan Zaydan, tapi lelaki itu tidak ada di rumah.

Qiara memutuskan untuk membeli mie instan dan memasaknya untuk mengisi perutnya yang kosong. Namun, dia bingung karena tidak tahu cara memasak mie instan sehingga mencari tutorialnya di YouTube.

"Nggak enak banget didiemin kayak gini." Qiara melamun di depan kompor. Dia merasa sedih karena sudah hampir dua hari Zaydan tak menyapanya. 

Gadis itu merasa sangat merindukan Zaydan yang selama seminggu ini setiap pagi mengajarkannya membuat teh hangat, atau memeluk erat tubuhnya dari belakang. Atau sekedar mengecup pipinya dan mengucapkan kata cinta. 

Hari-hari Qiara yang biasanya penuh dengan keceriaan karena sikap manis Zaydan berubah muram. 

"Ternyata masak mie instan gampang banget." Qiara mengangkat panci tanpa memakai sarbet.

"Aaww panas!" Panci pun terlepas dari genggaman Qiara yang mengenai kompor sehingga api menyala dengan besar.

"Api! Api!" Qiara ketakutan dan mencoba memadamkan api, tapi api tersebut semakin besar sehingga Qiara ketakutan dan akhirnya pingsan.

***

"Sayang, maafin aku." Zaydan mengecup kening Qiara berkali-kali setelah Qiara di bawa ke ruang rawat inap di rumah sakit.

Zaydan menyesal karena mendiamkan Qiara selama dua hari dan membiarkan istri kesayangannya itu memasak mie instan seorang diri. Dia menyesal karena keluar rumah tanpa pamit pada Qiara sehingga Qiara nekad masak mie instan karena lapar.

"Sakit banget, Zay ...." Qiara merengek memperlihatkan luka bakarnya yang memerah. 

"Aku tahu, Sayang. Aku tiupin, ya." Zaydan tanpa henti meniup luka bakar Qiara dengan penuh kasih. Rasa menyesal tak henti bertahta di dalam hatinya. Dia menyesal tidak bisa menepati janji untuk menjadi suami yang baik untuk Qiara.

"Zay, maafin aku. Maaf karna aku berbohong tentang pesta yang kita kunjungi. Maaf karena aku telah membuatmu malu di hadapan keluarga Le ...."

Cup

Qiara belum selesai menyelesaikan kalimatnya ketika Zaydan langsung membungkam bibirnya dengan lembut.

"Jangan dibahas lagi."

"Tapi, Zay."

"Aku bilang jangan dibahas ya jangan dibahas. Masih ngeyel?"

"Nggak."

"Gitu, dong. Kan aku senang melihatnya."

Qiara merasa ada kupu-kupu berterbangan di atas perutnya saat Zaydan dengan mesra membelai pipinya dan berkali-kali mengecup telapak tangannya.

"Zay, aku sungguh tidak menyimpan nama Leon di hatiku." Qiara membingkai wajah Zaydan dan menatap lekat manik mata teduh itu.

"Benarkah?"

"Iya."

"Terus, siapa yang namanya kamu simpan di hati?"

"Hmmm."

"Siapa?"

"Seseorang yang selama seminggu ini selalu memeluk dan mengucapkan cinta padaku."

"Siapa dia?"

"Rahasia." Qiara memunggungi Zaydan dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Tak bisa dia pungkiri, kehadiran Zaydan benar-benar membuatnya merasa bahagia. Dia tidak menyangka, lelaki yang selama ini sangat killer di kampus, ternyata sangat romantis di rumah.

Namun seberapa kagumnya Qiara pada Zaydan, dia tetap ingin terlihat biasa-biasa saja karena memang dia masih ingin melihat sejauh mana besarnya cinta Zaydan padanya.

Sementara itu, Zaydan merasa lega karena Qiara telah membuka hati untuknya, meskipun tidak mengucapkan kata cinta, setidaknya Qiara merasa nyaman tidur di pelukannya setiap malam. Dan Zaydan bisa melihat percikan cinta dari tatapan dan gestur tubuh Qiara.

***

"Zay, kamu ngapain sih meladeni mahasiswa ganjen itu di kampus?" Qiara menyambut Zaydan yang baru saja pulang dari kampus.

Zaydan meletakkan tas kerjanya dan menghampiri Qiara yang berkacak pinggang. "Ya ampun, Qi. Ganjen gimana?"

"Nih, liat." Qiara memperlihatkan ponselnya pada Zaydan yang memperlihatkan postingan seseakun sebuah Poto dirinya bersama Zaydan sedang berbincang di depan kelas.

"Dosen killer, tapi cakepnya bikin kelepek-kelepek." Caption yang ditulis akun itu.

"Harusnya kamu kasih tahu dong ke mereka kalau kamu nggak bisa ngobrol sama mereka dengan leluasa karna udah punya istri!" Qiara kesal melihat ekspresi wajah datar Zaydan.

"Qiara, aku nggak bisa kayak gitu, dong. Mereka mahasiswaku dan mereka nanyain materi yang nggak dia tahu. Masa aku tolak?" 

"Masa aku tolak? Ya harus kamu tolak, dong. Aku istri kamu, Zay. Nggak bisakah kamu mengerti perasaanku?" Air mata Qiara tak kuasa ia bendung.

"Sayang, kamu dengerin dulu penjelasan aku." Zaydan meraih tangan Qiara dan hendak memeluk istrinya.

"Aku hanya butuh dihargai, Zay. Apa salah kalau aku ingin kamu hanya menjadi milikku?" 

"Tapi aku dosen, Sayang. Mereka butuh aku."

"Kamu jahat!" Qiara melepaskan diri dari pelukan Zaydan dan masuk ke dalam kamar. Perempuan itu menumpahkan kesedihannya hingga tertidur.

Zaydan sengaja memberi luang pada Qiara agar istrinya itu memahami bahwa pemikirannya salah. Lelaki itu memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya di saung di samping rumahnya hingga dia yakin Qiara sudah tenang.

Zaydan masuk ke dalam kamar dan duduk di samping istrinya yang tertidur dengan pulas.

"Semakin tidur Kamu terlihat semakin cantik, Qi." Zaydan mendekatkan wajahnya dan mencium kening Qiara dengan mesra. Ditatapnya wajah Qiara lekat-lekat.

"Cantik." Zaydan memuji.

"Baru tahu?" 

Zaydan terkejut karena ternyata Qiara tidak tidur.

"Nggak, bahkan sejak pertama bertemu, aku udah terpesona pada kecantikanmu." Zaydan menyahut seraya mengungkung Qiara.

"Bohong. Kalau terpesona, kenapa suka marah-marah?" 

"Aku hanya melakukan tugasku sebagai dosen, Sayang."

"Alasannya itu terus. Bikin kesal."

"Kesal atau cemburu?"

"Cemburu? Nggak. Aku cuma pengen kamu mengingat status kamu sebagai suami orang, jadi nggak usah sok cari perhatian.

"Qi ...."

"Pokoknya aku bakalan terus ngambek kalau kamu ladeni mahasiswa itu," ancam Qiara.

***

Malam itu, Zaydan dan Qiara melaksanakan ibadah salat magrib berjamaah. Zaydan meminta Qiara untuk melafalkan surat Al-Waqi'ah. 

Qiara membaca surat itu dengan sedikit terbata hingga akhirnya dibantu oleh Zaydan. 

"Zay, Aku ingin mengajakmu pergi ke suatu tempat." Qiara meletakkan mukena di tempatnya dan menatap Zaydan yang masih memegang tasbih miliknya.

"Ke mana?" 

"Ke danau yang terletak di perkebunan Ayah."

"Ngapain kita pergi ke danau, Qi?"

"Aku mau kita berbulan madu di sana?"

"Bulan madu?"

"Iya."

"Itu artinya aku sudah boleh menuntut hakku sebagai suami? Dan itu artinya kamu akan segera memanggilku dengan sebutan Mas?"

"Emangnya setiap momen bulan madu harus selalu ada adegan pemberian hak untuk seorang suami?"

"Kalau tidak menunaikan hak, ngapain kita kesana?" Zaydan menarik Qiara sehingga terjelembab duduk di pangkuannya.

"Aku ...."

"Aku menunggumu, Qi. Kalau kamu butuh pengakuan di depan semua mahasiswa, maka aku butuh pengakuan di hatimu."

***

Komen (12)
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
klw qiara udh mulaii cintaa kayanya emang udah waktunyaa nihh go public soal sttus nyaa nihh
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
ciee... qiaraa akhirnyaa mulaiii bertumbuhh nihhh.. dan bentaran lagi baklan bucin ama pak dosenn nihh
goodnovel comment avatar
Dwi Handayani
kemarin zaydan yg marah karna Leon,sekarang gantian qiara yg marah sama zaydan karna mahasiswa nya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status