Share

Prahara Cinta Ustadz Tampan
Prahara Cinta Ustadz Tampan
Author: Althafunnisa

Ustadz menyebalkan

"Permisi, Nona? Apa anda tidak pernah belajar adab makan dan minum?" Seorang lelaki tampan menegur Qiara yang sedang meneguk air minum sambil berjalan.

Qiara menoleh ke sekelilingnya. Ia bingung lelaki itu berbicara dengan siapa karena pandangan lelaki itu tertunduk kebawah. Seolah-olah tidak berbicara dengannya.

"Anda berbicara dengan saya? Haloo ...." Qiara menunjuk dirinya dengan jari telunjuk.

"Emangnya di sini ada orang lain yang minum sambil jalan kaki?" Lelaki itu menyahut tanpa menatap mata Qiara. 

Qiara menoleh ke kanan kiri, lalu menoleh lagi ke belakang karena khawatir ada orang lain di sana. Tapi, tidak ada satu orang pun didekatnya. Hanya ada dia dan lelaki aneh yang menegurnya dengan cara yang aneh juga. 

Salsa dan Amira—saudara sepupu Qiara yang melihat Pemandangan itu saling pandang. Salsa pun segera menghampiri Qiara.

"Maaf, Ustadz, ini Kakak sepupu saya." Salsa berbicara dengan nada yang sangat sopan.

Lelaki untuk mengalihkan pandangannya pada santri baru yang memegang tangan Qiara. "Tolong ajarkan sepupumu adab makan dan minum seperti yang pernah saya ajarkan di kelas. Paham." Lelaki itu berkata sesaat sebelum meninggalkan Salsa dan Qiara yang terlihat bingung.

 Qiara melipat tangannya di dada. "Sombong banget, sih, tuh, orang." Bibirnya mencibir menatap punggung lebar lelaki yang baru saja menegurnya.

"Kak, mari Salsa kasih tahu adab makan dan minum," ujar Salsa dengan nada pelan.

Qiara melotot mendengar ucapan Salsa.

"Apaan, sih?" tepisnya sedikit kasar

Tentu saja Qiara tidak mau dinasehati oleh Salsa yang notebene anak ingusan kemarin sore. Umurnya saja baru 13 tahun, sedangkan Qiara berumur 20 tahun.

"Maaf, Kak. Ustadz Zaydan besok pasti akan mempertanyakan apakah sudah Salsa sampaikan adab ini kepada Kakak atau tidak." Salsa memainkan jarinya di ujung hijab lebar yang dikenakannya.

"Hhhh." Qiara menatap Salsa yang memohon mengajak dia duduk di saung yang mereka tempati tadi untuk diajarkan adab makan dan minum. 

***

"Non Qiara, nggak ke kampus?" Mbak Asih membangunkan Qiara yang masih tertidur dengan pulas.

Qiara terbangun karena Mbak Asih membuka tirai dan sinar matahari menerobos masuk menusuk matanya.

Gadis itu terbelalak saat matanya tertuju pada jam dinding. "Astaga. Aku kesiangan!" Dia berlari menyambar handuk dan segera mandi sekedarnya saja.

"Mampus. Hari ini diminta datang cepat sama kosma." Qiara melajukan sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Dia menggigit bibir bawahnya saat suasana kampus sudah sepi menandakan kelas sudah dimulai. 

"Assalamualaikum," Qiara masuk ke dalam kelas dengan tertunduk.

Seorang lelaki berwajah tampan berdiri dari meja dosen, lalu melangkah menuju tempat Qiara berdiri. Ia menatap Qiara dengan gelengan kepala. 

"Apa kamu baru hari ini menginjakkan kaki ke kampus ini?" tanya dosen itu dengan suara bariton.

"Ti-tidak, Pak."

"Lalu, mengapa pakaianmu sedemikan rupa? Apa kamu tidak tahu peraturan kampus?"

"Maaf, Pak. rok saya tertinggal,"

"Rok kamu tertinggal?" Dosen itu bertanya dengan nada tegas.

"Sa-say ...."

"Kamu tahu ini jam berapa?" tanya dosen tersebut dengan suara lantang.

"Jam setengah sembilan, Pak." 

"Kamu tahu jadwal masuk jam berapa?"

"Jam setengah delapan, Pak."

"Dan kamu tahu berapa lama kamu terlambat?" 

"Satu jam, Pak."

"Oke, silahkan berdiri di ujung kelas dengan membaca buku ini." Dosen itu memberikan sebuah buku kepada Qiara sehingga perempuan Bermata bening itu mendongak dan mereka saling bertatapan.

"Kamu?" Qiara terkejut saat mengetahui bahwa dosen tersebut adalah Ustadz Zaydan—lelaki yang dikenalnya saat bertemu di pondok pesantren.

Sementara itu, Zaydan melipat tangan di dada dan menunjuk ke arah ujung ruangan dengan dagunya.

Qiara menghentakkan kakinya dan berjalan menuju ujung ruangan, lalu berdiri dan membaca buku yang diberikan dosen barunya yang ternyata Ustadz Zaydan yang menurut Qiara Ustadz rese. 

Pelajaran hari itu berjalan dengan lancar, mahasiswa antusias menerima materi dari dosen baru itu dan saling berebutan bertanya. Kecuali Qiara. 

"Materi sudah selesai dan sampai bertemu esok pagi. Assalamualaikum." Zaydan mengakhiri materinya, lalu menoleh ke arah Qiara.

"Kamu, kemari," panggilnya yang langsung disambut binar bahagia dari Qiara.

Zaydan menatap Qiara sambil menggelengkan kepala. "Saya tidak mau melihat kamu berpakaian seperti itu esok pagi." Dia memberikan buku yang Qiara kembalikan padanya.

"Baca cara berpakaian wanita muslim yang benar di buku itu, lalu tulis dalam bentuk sebuah artikel dan kumpulkan kepada saya esok pagi." Zaydan pergi begitu saja saat Qiara masih ingin bertanya.

Qiara menggemelutukkan giginya dan mengepal tangan sambil menatap Zaydan yang telah menghilang di balik pintu kelas dengan geram."Sok kecakepan banget sih jadi orang!" 

"Emang cakep kali, Qi. Dari Kairo pulak." Sayyidah dan Amira memegang pipi mereka yang merona karena begitu terpesona oleh ketampanan Zaydan.

"Cakep dari Hongkong?" Qiara duduk di tempat bangku dengan hati yang masih dipenuhi kekesalan.

***

"Iihhhh. Apa sih maksud tugas tadi?" Qiara meletakkan buku yang diterimanya dari Zaydan dengan kesal. 

Gadis itu tidak bisa fokus pada materi dan apa perintah dari Zaydan di kampus tadi karena pikirannya yang kacau.

Pikiran Qiara kacau karena terus-terusan teringat ada kisah cintanya dan Leon yang berakhir kemarin sore. Leon memutuskan hubungan secara sepihak hanya karna tidak ingin dihapus dari waris keluarga.

Meski Ayah Leon seringkali menghina Qiara karena perbedaan kepercayaan dan kasta, tidak menggoyahkan besarnya cinta Qiara, dia tetap bertahan meski hampir setiap hari, hinaan itu dia dapatkan. 

Qiara bertahan karena Leon selalu meyakinkannya bahwa mereka bisa melewati badai cinta itu. Namun kenyataannya, Leon juga yang memutuskan untuk memilih perempuan lain yang menurut ayahnya jauh lebih baik. Leon memutuskan Qiara di saat hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan hinaan dari ayah Qiara yang terus-terusan terngiang di telinga Qiara saat ayah Leon mengatakan Qiara perempuan murahan yang rela mempertaruhkan keyakinan demi cinta dan harta. 

"Aarrgggh. Mana bisa aku fokus kalau begini." Qiara membuka ponselnya dan memandang Poto dia dan Leon yang tersenyum bahagia. Hatinya masih sangat sakit dengan kenyataan yang ada.

Qiara terkejut saat mendengar pintu kamar diketuk.

"Non Qiara, disuruh Bapak ke ruang tamu pakai pakaian yang rapi dan hijab. Ada tamu yang ingin bertemu." Mbak Asih tersenyum di depan pintu.

Alis Qiara saling tertaut. "Siapa?"  

"Umi Zahra."

Qiara segera keluar kamar untuk menemui Umi Zahra setelah memakai hijab dan pakaian rapi. Perempuan itu segera menyalami Umi Zahra yang merupakan teman dekat ayahnya yang memiliki panti asuhan yang ayahnya adalah donatur tetap di sana.

"Pak Zaydan?" Qiara terkejut saat melihat ada Zaydan di samping Umi Zahra.

"Kalian sudah saling mengenal? Baguslah." Pak Bustomi menepuk-nepuk bahu Zaydan dengan suka cita.

Wajah Qiara bingung karena kehadiran Zaydan di rumahnya yang tiba-tiba. "Kenapa ... Pak Zaydan ada di sini?"

"Duduklah, Nak. Kita akan membicarakan pernikahan kalian." Pak Bustomi menarik Qiara agar duduk di sampingnya.

"Per-pernikahan kami?" Qiara terhenyak.

"Iya, Nak. Umi Zahra datang kemari untuk meminang kamu menjadi istri Ustadz Zaydan." 

"Kamu mau, kan, Nak?" Umi Zahra tersenyum pada Qiara.

Qiara terkejut karena tidak menyangka kalau Zaydan adalah anak Umi Zahra. "Pak Zaydan anaknya Umi?"

"Tidak, Nak. Zaydan ditinggalkan orang tuanya di panti asuhan tanpa jejak sejak masih bayi. Umi mengasuh Zaydan seperti anak kandung sendiri."

"Ayah, aku tidak mau menikah secepat ini."

"Kenapa, Qi?"

"Aku tidak mencintainya." Qiara menatap tajam pada Zaydan.

Zaydan hanya mengulum senyum mendengar ucapan Qiara, tapi dia juga tidak bisa menghindari perjodohan itu. Baginya, permintaan Umi Zahra tak bisa ditolak dan dia juga yakin, Umi Zahra tidak akan memberikan pilihan yang buruk padanya. Namun, Zaydan pun juga tidak menyangka jika gadis yang akan dijodohkan dengannya itu adalah Qiara—mahasiswa yang tadi membuat ulah di kampus dengan cara berpakaiannya dan keterlambatannya.

"Kalian ta'aruf saja selama 1 minggu ini, bagaimana?" Pak Bustomi menatap Qiara dan Zaydan bergantian.

"Tapi ..." Zaydan dan Qiara menyahut bersamaan.

***

Comments (15)
goodnovel comment avatar
Abrag Ador
ceritanya menarik
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
ketemu dipesantren udah kena tegor.. ketemu dikampusss kena hukumaann.. eh...eeehhh ketemuu pokoknyaa musuhan terosss
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
akhirnyaaaa ngintip zatdan akuuu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status