Share

Prahara Cinta Ustadz Tampan
Prahara Cinta Ustadz Tampan
Penulis: Althafunnisa

Ustadz menyebalkan

Penulis: Althafunnisa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-04 22:52:20

"Permisi, Nona? Apa anda tidak pernah belajar adab makan dan minum?" Seorang lelaki tampan menegur Qiara yang sedang meneguk air minum sambil berjalan.

Qiara menoleh ke sekelilingnya. Ia bingung lelaki itu berbicara dengan siapa karena pandangan lelaki itu tertunduk kebawah. Seolah-olah tidak berbicara dengannya.

"Anda berbicara dengan saya? Haloo ...." Qiara menunjuk dirinya dengan jari telunjuk.

"Emangnya di sini ada orang lain yang minum sambil jalan kaki?" Lelaki itu menyahut tanpa menatap mata Qiara. 

Qiara menoleh ke kanan kiri, lalu menoleh lagi ke belakang karena khawatir ada orang lain di sana. Tapi, tidak ada satu orang pun didekatnya. Hanya ada dia dan lelaki aneh yang menegurnya dengan cara yang aneh juga. 

Salsa dan Amira—saudara sepupu Qiara yang melihat Pemandangan itu saling pandang. Salsa pun segera menghampiri Qiara.

"Maaf, Ustadz, ini Kakak sepupu saya." Salsa berbicara dengan nada yang sangat sopan.

Lelaki untuk mengalihkan pandangannya pada santri baru yang memegang tangan Qiara. "Tolong ajarkan sepupumu adab makan dan minum seperti yang pernah saya ajarkan di kelas. Paham." Lelaki itu berkata sesaat sebelum meninggalkan Salsa dan Qiara yang terlihat bingung.

 Qiara melipat tangannya di dada. "Sombong banget, sih, tuh, orang." Bibirnya mencibir menatap punggung lebar lelaki yang baru saja menegurnya.

"Kak, mari Salsa kasih tahu adab makan dan minum," ujar Salsa dengan nada pelan.

Qiara melotot mendengar ucapan Salsa.

"Apaan, sih?" tepisnya sedikit kasar

Tentu saja Qiara tidak mau dinasehati oleh Salsa yang notebene anak ingusan kemarin sore. Umurnya saja baru 13 tahun, sedangkan Qiara berumur 20 tahun.

"Maaf, Kak. Ustadz Zaydan besok pasti akan mempertanyakan apakah sudah Salsa sampaikan adab ini kepada Kakak atau tidak." Salsa memainkan jarinya di ujung hijab lebar yang dikenakannya.

"Hhhh." Qiara menatap Salsa yang memohon mengajak dia duduk di saung yang mereka tempati tadi untuk diajarkan adab makan dan minum. 

***

"Non Qiara, nggak ke kampus?" Mbak Asih membangunkan Qiara yang masih tertidur dengan pulas.

Qiara terbangun karena Mbak Asih membuka tirai dan sinar matahari menerobos masuk menusuk matanya.

Gadis itu terbelalak saat matanya tertuju pada jam dinding. "Astaga. Aku kesiangan!" Dia berlari menyambar handuk dan segera mandi sekedarnya saja.

"Mampus. Hari ini diminta datang cepat sama kosma." Qiara melajukan sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Dia menggigit bibir bawahnya saat suasana kampus sudah sepi menandakan kelas sudah dimulai. 

"Assalamualaikum," Qiara masuk ke dalam kelas dengan tertunduk.

Seorang lelaki berwajah tampan berdiri dari meja dosen, lalu melangkah menuju tempat Qiara berdiri. Ia menatap Qiara dengan gelengan kepala. 

"Apa kamu baru hari ini menginjakkan kaki ke kampus ini?" tanya dosen itu dengan suara bariton.

"Ti-tidak, Pak."

"Lalu, mengapa pakaianmu sedemikan rupa? Apa kamu tidak tahu peraturan kampus?"

"Maaf, Pak. rok saya tertinggal,"

"Rok kamu tertinggal?" Dosen itu bertanya dengan nada tegas.

"Sa-say ...."

"Kamu tahu ini jam berapa?" tanya dosen tersebut dengan suara lantang.

"Jam setengah sembilan, Pak." 

"Kamu tahu jadwal masuk jam berapa?"

"Jam setengah delapan, Pak."

"Dan kamu tahu berapa lama kamu terlambat?" 

"Satu jam, Pak."

"Oke, silahkan berdiri di ujung kelas dengan membaca buku ini." Dosen itu memberikan sebuah buku kepada Qiara sehingga perempuan Bermata bening itu mendongak dan mereka saling bertatapan.

"Kamu?" Qiara terkejut saat mengetahui bahwa dosen tersebut adalah Ustadz Zaydan—lelaki yang dikenalnya saat bertemu di pondok pesantren.

Sementara itu, Zaydan melipat tangan di dada dan menunjuk ke arah ujung ruangan dengan dagunya.

Qiara menghentakkan kakinya dan berjalan menuju ujung ruangan, lalu berdiri dan membaca buku yang diberikan dosen barunya yang ternyata Ustadz Zaydan yang menurut Qiara Ustadz rese. 

Pelajaran hari itu berjalan dengan lancar, mahasiswa antusias menerima materi dari dosen baru itu dan saling berebutan bertanya. Kecuali Qiara. 

"Materi sudah selesai dan sampai bertemu esok pagi. Assalamualaikum." Zaydan mengakhiri materinya, lalu menoleh ke arah Qiara.

"Kamu, kemari," panggilnya yang langsung disambut binar bahagia dari Qiara.

Zaydan menatap Qiara sambil menggelengkan kepala. "Saya tidak mau melihat kamu berpakaian seperti itu esok pagi." Dia memberikan buku yang Qiara kembalikan padanya.

"Baca cara berpakaian wanita muslim yang benar di buku itu, lalu tulis dalam bentuk sebuah artikel dan kumpulkan kepada saya esok pagi." Zaydan pergi begitu saja saat Qiara masih ingin bertanya.

Qiara menggemelutukkan giginya dan mengepal tangan sambil menatap Zaydan yang telah menghilang di balik pintu kelas dengan geram."Sok kecakepan banget sih jadi orang!" 

"Emang cakep kali, Qi. Dari Kairo pulak." Sayyidah dan Amira memegang pipi mereka yang merona karena begitu terpesona oleh ketampanan Zaydan.

"Cakep dari Hongkong?" Qiara duduk di tempat bangku dengan hati yang masih dipenuhi kekesalan.

***

"Iihhhh. Apa sih maksud tugas tadi?" Qiara meletakkan buku yang diterimanya dari Zaydan dengan kesal. 

Gadis itu tidak bisa fokus pada materi dan apa perintah dari Zaydan di kampus tadi karena pikirannya yang kacau.

Pikiran Qiara kacau karena terus-terusan teringat ada kisah cintanya dan Leon yang berakhir kemarin sore. Leon memutuskan hubungan secara sepihak hanya karna tidak ingin dihapus dari waris keluarga.

Meski Ayah Leon seringkali menghina Qiara karena perbedaan kepercayaan dan kasta, tidak menggoyahkan besarnya cinta Qiara, dia tetap bertahan meski hampir setiap hari, hinaan itu dia dapatkan. 

Qiara bertahan karena Leon selalu meyakinkannya bahwa mereka bisa melewati badai cinta itu. Namun kenyataannya, Leon juga yang memutuskan untuk memilih perempuan lain yang menurut ayahnya jauh lebih baik. Leon memutuskan Qiara di saat hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan hinaan dari ayah Qiara yang terus-terusan terngiang di telinga Qiara saat ayah Leon mengatakan Qiara perempuan murahan yang rela mempertaruhkan keyakinan demi cinta dan harta. 

"Aarrgggh. Mana bisa aku fokus kalau begini." Qiara membuka ponselnya dan memandang Poto dia dan Leon yang tersenyum bahagia. Hatinya masih sangat sakit dengan kenyataan yang ada.

Qiara terkejut saat mendengar pintu kamar diketuk.

"Non Qiara, disuruh Bapak ke ruang tamu pakai pakaian yang rapi dan hijab. Ada tamu yang ingin bertemu." Mbak Asih tersenyum di depan pintu.

Alis Qiara saling tertaut. "Siapa?"  

"Umi Zahra."

Qiara segera keluar kamar untuk menemui Umi Zahra setelah memakai hijab dan pakaian rapi. Perempuan itu segera menyalami Umi Zahra yang merupakan teman dekat ayahnya yang memiliki panti asuhan yang ayahnya adalah donatur tetap di sana.

"Pak Zaydan?" Qiara terkejut saat melihat ada Zaydan di samping Umi Zahra.

"Kalian sudah saling mengenal? Baguslah." Pak Bustomi menepuk-nepuk bahu Zaydan dengan suka cita.

Wajah Qiara bingung karena kehadiran Zaydan di rumahnya yang tiba-tiba. "Kenapa ... Pak Zaydan ada di sini?"

"Duduklah, Nak. Kita akan membicarakan pernikahan kalian." Pak Bustomi menarik Qiara agar duduk di sampingnya.

"Per-pernikahan kami?" Qiara terhenyak.

"Iya, Nak. Umi Zahra datang kemari untuk meminang kamu menjadi istri Ustadz Zaydan." 

"Kamu mau, kan, Nak?" Umi Zahra tersenyum pada Qiara.

Qiara terkejut karena tidak menyangka kalau Zaydan adalah anak Umi Zahra. "Pak Zaydan anaknya Umi?"

"Tidak, Nak. Zaydan ditinggalkan orang tuanya di panti asuhan tanpa jejak sejak masih bayi. Umi mengasuh Zaydan seperti anak kandung sendiri."

"Ayah, aku tidak mau menikah secepat ini."

"Kenapa, Qi?"

"Aku tidak mencintainya." Qiara menatap tajam pada Zaydan.

Zaydan hanya mengulum senyum mendengar ucapan Qiara, tapi dia juga tidak bisa menghindari perjodohan itu. Baginya, permintaan Umi Zahra tak bisa ditolak dan dia juga yakin, Umi Zahra tidak akan memberikan pilihan yang buruk padanya. Namun, Zaydan pun juga tidak menyangka jika gadis yang akan dijodohkan dengannya itu adalah Qiara—mahasiswa yang tadi membuat ulah di kampus dengan cara berpakaiannya dan keterlambatannya.

"Kalian ta'aruf saja selama 1 minggu ini, bagaimana?" Pak Bustomi menatap Qiara dan Zaydan bergantian.

"Tapi ..." Zaydan dan Qiara menyahut bersamaan.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (15)
goodnovel comment avatar
Abrag Ador
ceritanya menarik
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
ketemu dipesantren udah kena tegor.. ketemu dikampusss kena hukumaann.. eh...eeehhh ketemuu pokoknyaa musuhan terosss
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
akhirnyaaaa ngintip zatdan akuuu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Kesayangan Abi (End)

    2 tahun kemudian. "Jangan peluk Abinya Zahwa." Zahwa mendorong tangan Qiara yang melingkar di perut Zaydan saat mereka berbaring di saung samping rumah. "Abinya Zahwa kan kesayangan Umi." Qiara tetap memeluk Zaydan. "Lepasin! Abinya Zahwa!" "Sayangnya Abi dan sayangnya Mas kok berantem gitu sih? Sini-sini, peluk Abi sama-sama." Zaydan meletakkan Zahwa di atas perutnya dan membaringkan kepala Qiara di atas bahunya. Setiap hari selalu ada keributan karena memperebutkan perhatian Zaydan dari Qiara dan Zahwa. "Sayang, kita mandi yuk. Udah sore nih." Qiara membujuk Zahwa agar mandi. "Nggak mau." "Tapi ini udah sore." "Nggak mau!" "Zahwa, jangan lari-lari gitu. Umi capek." Qiara menyeka dahinya yang berkeringat karena mengejar Zahwa di halaman rumah. "Sayang, kamu aja deh yang bujuk Zahwa. Aku capek banget." Qiara akhirnya pasrah. Ia duduk di tepi kolam ikan sambil melipat tangan di dada. "Ya udah, Mas bujuk dia dulu. Kamu mandi duluan gih." "Oke." "Tunggu." "Apa lagi, Mas?"

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Pernikahan Amira

    "Ayah harus mencicipi tumis kangkung buatan Mas Zaydan. Kali ini tumis kangkungnya pakai cumi loh." Qiara meletakkan satu sendok tumis kangkung ke dalam piring ayahnya."Kalau Zaydan yang masak, tentu saja ayah tidak meragukannya lagi. Tapi kalau kamu yang masak, ayah masih agak sedikit ragu.""Iihhhh. Ayah kok gitu sih? Di sini kan Qiara yang anaknya ayah."Suasana makan malam begitu hangat karena Pak Bustomi yang sudah merindukan masakan Zaydan hari itu terbalaskan sudah kerinduannya.Zahwa selalu terkekeh setiap kali digoda oleh Pak Bustomi. Bayi mungil itu merasa teramat sangat senang karena bertemu dengan seorang lelaki yang sangat mirip dengan ibunya."Ayah sangat setuju dengan ide Zaydan memakaikan Zahwa hijab sejak bayi. Jangan sampai kesalahan ayah dan ibumu akan terulang kembali pada cucu ayah ini." Pak Bustomi membantu Zaydan memasangkan hijab untuk Zahwa karena bayi itu baru saja selesai gumoh.Ponsel Pak Bustomi berdering dengan kencang ketika mereka masih asyik berbincan

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Melepas rindu

    "Saya tidak pernah menimpakan kesalahan Zaydan di bahu saya. Justru Zaydan lah yang sudah mengemban dosa saya sehingga perseteruan ini bisa terjadi. Kalau saja saya tidak mendorong Qiara dengan keras. Kalau saja saya menuruti permintaan Qiara untuk menceritakan tentang jati diri saya. Kalau saja saya tidak memiliki pemikiran buruk pada Qiara, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi." Air mata meleleh membanjiri pipi Bu Jamilah.Pak Budi dan istrinya yang berada di dalam mobil tidak tahan melihat perdebatan antara Pak Bustomi dan Bu Jamilah yang tak kunjung usai. Sepasang suami istri itu pun menghampiri Pak Bustomi yang masih berdebat dengan Bu Jamilah."Budi?""Apa Anda percaya jika saya yang menceritakan kejadian sebenarnya?"Pak Bustomi menatap sepasang suami istri yang wajahnya begitu tegang. Hubungan baik sebagai sesama donatur di yayasan kasih ibu membuat Pak Bustomi mempersilakan sahabatnya itu masuk ke dalam rumah.Pak Budi pun menceritakan semua yang terjadi antara Bu Jami

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Benang merah

    "Harganya 150 juta?" Zaydan terbelalak ketika cincin itu sudah diletakkannya di toko berlian terbesar di kota Jambi."Benar sekali, Pak. Berlian ini penuh dengan permata dan hanya gagangnya saja yang kecil. Sehingga harganya memang relatif tinggi.""Sebentar. Saya tanya istri saya dulu." Zaydan segera menghubungi Qiara dan mengabarkan bahwa harga berlian itu dibeli dengan nilai 150 juta."Alhamdulillah. Berarti tidak terlalu banyak mengalami penyusutan. Mas minta pihak toko berlian mentransfer ke rekening Mas saja supaya lebih aman.""Oke, Sayang."Zaydan merasa lega karena satu permasalahan telah selesai di rumah tangganya. Kemarin setelah berdebat dengan Qiara, Zaydan akhirnya memenuhi keinginan istrinya itu untuk menjual cincin berlian tersebut dan segera mengambil program S2.Pak Rektor kampus IAI Nusantara merasa bersyukur karena akhirnya Zaydan memutuskan mengambil program S2. Pihak kampus memang teramat sangat menyayangi Zaydan karena kedisiplinannya di kampus dan beberapa pres

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Cincin berlian

    "Bukan begitu, Sayang." Zaydan menarik Qiara ke dalam pelukannya dan mencium pipi istrinya itu Dengan mesra."Aku tahu, Mas, tapi aku tetap sependapat dengan kamu. Aku tidak ingin jika nanti calon menantuku memiliki nasib yang sama dengan suamiku. Aku tidak ingin Zahwa seperti ibunya yang sangat membangkang soal memakai hijab karena tidak dibiasakan dari kecil." Qiara mengecup telapak tangan Zahwa dengan lembut."Dia cantik sekali. Kulitnya putih bersih dan wajahnya ....""Fotocopy Mas Zaydan. Sepertinya aku hanya tempat penampungan benih saja.""Bukankah lebih baik seperti itu, Nak? Hari-hari kamu akan ditemani oleh dua Zaydan yang generasi dan versinya berbeda."Qiara hanya terkekeh mendengar ucapan Bu Jamilah. Dia sendiri sebenarnya merasa bangga melihat kemiripan Zaydan dan Zahwa. Dari raut wajah Zahwa yang menandakan bahwa Qiara memiliki cinta yang begitu teramat sangat besar kepada Zaydan. Sehingga sedikitpun tak ada celah wajahnya di tubuh bayi mungil itu.***"Ibu mau ke mana?

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Hijab Zahwa

    Pak Bustomi mengusap kasar wajahnya. Menyesal karena sudah mendatangi rumah anak menantunya yang akan berdampak pada kekecewaan di hatinya sendiri."Terserah bagaimana kemauanmu. Ayah tidak akan pernah peduli lagi apapun yang terjadi padamu." Pak Bustomi pergi meninggalkan kediaman Qiara dan Zaydan."Sayang, Mas tahu Mas bukanlah suami yang baik untukmu. Mas mungkin tidak bisa memberikan kehidupan yang baik seperti ayahmu. Tapi Mas berjanji tidak akan pernah membiarkan kalian tidak makan seperti yang ditakutkan oleh Ayah." Zaydan merangkul bahu Qiara dan mengecup kening istrinya itu dengan mesra.***"Kamu keberatan nggak kalau ibu pulang ke rumah kita?" Zaydan menggulung lengan baju sambil menatap Qiara yang tengah menyusui Zahwa."Mas kok nanya sama aku sih? Mas kepala keluarga yang wajib mengambil keputusan di rumah ini.""Tapi kamu adalah istri Mas. Keputusannya Mas ambil harus sesuai dengan persetujuan darimu.""Masalahnya, apa ibu juga setuju untuk tinggal di sini?"Zaydan mengh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status