Mag-log in"A–aku pasti akan melunasinya," sahut Sasha, terbata.
Sasha menundukkan pandangan. Ia adalah perempuan yang patuh dan lugu. Dua hal inilah yang membuat Val menyukainya. Bagi Val, perempuan seperti Sasha mudah diperalat! Val terkekeh. "Rp 5 miliar, Sasha. Aku yakin, kamu tidak akan bisa melunasinya." Mendengar jumlah nominal utangnya, Sasha menelan ludah. Ke mana ia harus mencari uang dalam jumlah besar? “Ingat, Sasha! Semua utang itu adalah biaya pengobatan Ayahmu dan biaya hidupmu." Sasha berusaha keras agar tidak menangis. Saat merasa tidak senang, Val selalu mengungkit dan menekan Sasha dengan utang-utangnya. Sasha memberanikan diri memegang tangan Val. "A–aku akan bekerja lebih keras lagi supaya semua desain perhiasanku terjual sebanyak mungkin, Val." Tatapan memohon Sasha tujukan untuk Val. Lalu, berkata, "A–aku janji. Percayalah padaku, Val!" Sudut bibir Val terangkat, menunjukkan seulas senyum sinis. Inilah tujuan Val selama lima tahun! Tanpa disadari Sasha, Val telah memanfaatkan talentanya dalam bidang desain perhiasan demi mencapai keuntungan perusahaan keluarga Val–Les Bijoux by Demian. Sambil berkacak pinggang, ia berkata, "Kembali ke kamar kamu sekarang! Jangan pergi ke mana-mana! Karena malam ini, pamanku akan datang untuk makan malam bersama di sini." Val merasa bangga telah berhasil memanipulasi hidup Sasha. Terlebih lagi, perempuan penakut seperti Sasha tidak akan mudah lepas dari genggamannya. "Baik." Dengan patuh, Sasha menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Sasha membuka pintu kamar dengan pelan. Lalu, berjalan menuju ranjang. "Oh, apa semua ini karena minuman semalam?" Sasha duduk di tepi ranjang. Kilasan-kilasan memori semalam muncul tanpa permisi. Demi melupakan rasa sakit hati akibat perselingkuhan Val dan Paula, Sasha pergi menghibur diri. Usai Sasha menenggak minuman di bar Le Grand Cielo Hotel, muncul gelombang panas yang tak terkendali dari dalam dirinya. Kemudian, datang dua pria dan membawanya ke lantai paling atas. Karena pengaruh alkohol dan obat perangsang, Sasha menggoda seorang gigolo. Lalu, menyerahkan keperawanannya pada gigolo tampan itu. “Oh Tuhan! Sekarang, aku harus apa?!” Setelah penyesalan datang, Sasha baru menyadari hubungannya dengan Val selama lima tahun tidak berarti apa-apa di mata tunangannya. Val sudah ketahuan berselingkuh, tetapi ia berlagak seolah tidak terjadi apa-apa! Apalagi, Val selalu mengungkit hutangnya yang menumpuk! Selama lima tahun ini, Val membiayai semua pengobatan ayah Sasha yang koma di rumah sakit karena kanker otak. Val juga membiayai seluruh hidup Sasha sampai sekarang. Tapi setelah lima tahun dan ayah Sasha wafat, Val tidak juga menikahi Sasha. Alasannya karena tidak mendapatkan dukungan keluarga Demian. Jika memang seperti itu, lantas mengapa mereka bertunangan? Hari mulai senja. Ternyata Sasha terlelap dalam tidurnya. Val datang dan membangunkannya. Val mengibas-ngibaskan tangannya karena kamar Sasha beraroma alkohol dari tubuh Sasha. “Sasha, sebaiknya kamu cepat bangun! Jangan sampai ketika Paman datang, kamu masih berantakan seperti ini!” hardik Val. Mata Sasha terbuka perlahan. Pandangannya terasa berputar. Kepalanya sangat berat. Lalu, ia terbangun dan melihat ke sekitar. Val mengelus kepala lembut, tiba-tiba dia mendongakkan kepala Sasha dengan cukup keras. “Ayo bangun! Dandan yang cantik, ya!” Val kemudian tersenyum sinis dan pergi. Darah Sasha mulai mendidih. Dia bertekad untuk berdandan cantik malam ini, hingga Val tidak akan bisa mengedipkan matanya. Bel pintu berbunyi. Sasha segera mengenakan anting berlian berbentuk kerang, dengan mutiara berwarna pink di tengahnya. Ia bergegas turun untuk menyapa tamu malam ini. Namun, saat menuruni tangga, Sasha malah melihat Val sedang menuangkan anggur untuk Paula. Paula melihat Sasha dan melemparkan senyum licik. Kemudian, dia menggerak-gerakkan kakinya di bawah meja ke kaki Val, bermaksud mengejek Sasha. Sasha tidak tahan dengan kelakuan Paula. Tapi dia pura-pura tidak melihatnya. “Aku kira Pamanmu yang datang.” Val melirik Sasha. Dan sepersekian detik, ia hampir terpana dengan penampilan Sasha. Val segera memalingkan wajah dan melihat arlojinya. “Sebentar lagi, mungkin. Paman biasanya selalu tepat waktu.” Tepat saat itu bel kembali berbunyi. “Nah, itu dia!” seru Val sambil bergegas membuka pintu. “Paman Jade! Baru saja kami membicarakan Paman.” Sasha dan Paula mengikuti Val di belakang. Betapa terkejutnya Sasha melihat pria di hadapannya. Kulit putih bak pualam. Mata hijau berbentuk kacang almon. Dan senyum yang memikat dihiasi lesung pipit yang manis. ‘Tidak! Pria itu!’ pekiknya dalam hati. Mata Sasha terbelalak. Tangannya reflek menutup mulutnya, tak percaya. Pria yang Sasha lihat saat bangun tidur tadi pagi kini ada di depannya. Dia tersenyum, seolah tidak terjadi apa-apa semalam. Val kemudian memperkenalkan Jade kepada Sasha. Jantung Sasha berdegup kencang. Ia menarik paksa bibirnya untuk tersenyum. Lalu, Sasha menunduk. Dia merasakan wajahnya memanas. “Aku … permisi ke toilet sebentar,” ucap Sasha gugup. Ia bergegas ke toilet sebelum Val curiga kepadanya. Sasha sangat gugup. Takut kejadian semalam akhirnya diketahui Val. Namun, begitu Sasha keluar dari toilet, Jade ternyata sedang berdiri di depan pintu. Tatapan matanya yang tajam serasa menusuk hati Sasha. “Tadi pagi, aku kehilangan seseorang yang mencumbuku dengan gairah semalam,” ucap Jade dengan senyum menggoda.“Nggak apa-apa kan?”Jade mengelus tangan Sasha di atas meja. Sasha menganggukkan kepala setuju. “Nggak apa-apa kok. Berapa lama kamu di sana?” tanya Sasha. Jade menarik napas dalam. “Aku belum tahu. Tapi, aku akan usahakan menyelesaikan semua urusan secepat aku bisa.”Sasha dan Jade menghabiskan makan malam mereka dalam keheningan. Hanya terdengar musik latar dari alat musik guqin dan juga gemericik air yang mengalir. Setelah selesai makan, Sasha dan Jade segera berganti pakaian dan pulang menuju hotel. Di sana, mereka hanya mengambil barang seperlunya. Lalu mereka melanjutkan perjalanan menuju Boisville. Jam menunjukkan tepat jam 10 malam. Sasha dan Jade masih dalam perjalanan. Tidak seperti biasanya, jalan yang menghubungkan kota Crépusculaire dan Boisville sangat gelap. Tidak ada lampu penerangan jalan yang menyala. “Serem amat jalannya, Hubby. Kok bisa segelap ini?” tanya Sasha. Dengan hati-hati, Jade melajukan mobilnya. “Aku juga nggak tahu. Baru kali ini seperti ini.”“
“Tapi, kamu nggak boleh ke sini tanpa aku ya, Hubby!”Sasha mendelik. Ia tentu harus menjaga suaminya. Jade terkekeh. “Kamu nggak mau ditinggal treatment atau kamu cemburu kalau aku ditreatment sendirian?”Sasha manyun. “Dua-duanya lah. Aku nggak mau kamu mendapat kenikmatan ini sendirian, apalagi terapis di sini cantik-cantik.”Jade mendekat. Tangannya meraba pinggang Sasha lembut dan mendekatkan bibirnya ke telinga Sasha. “Di mataku, kaulah makhluk Tuhan paling cantik, istriku,” bisik Jade. Jade kemudian mengecup leher Sasha sampai bahunya. Sebelum akhirnya, kedua terapis kembali dengan membawakan handuk baru dan jubah sutra berwarna hijau. Sasha berdeham. Jade kemudian melepaskan tangannya dan segera mengenakan handuk dan jubahnya. Sasha juga ikut naik.Setelah itu, mereka diantar ke Lotus Lounge. Tempat mereka bersantai dan menikmati hidangan hangat. Lounge tersebut ada di lantai 4. Ruangan yang memiliki langit-langit yang sangat tinggi, didesain sedemikian rupa menyerupai t
“Kalau begitu, bagaimana kalau malam ini kita pergi ke klinik spa?”Sasha masih menyedot susu strawberinya. Menatap Jade dengan imut. Jade balik menatap Sasha. Ia kemudian tersenyum melihat wajah istrinya yang begitu cantik di matanya. “Ide yang bagus! Aku juga ingin dipijat supaya badanku bisa agak rileks,” ucap Jade. Sasha bergegas menuju kamarnya. “Aku akan siap-siap sekarang!”Jade terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia lalu berteriak. “Honey, jalannya pelan-pelan. Kasihan anak kita terombang-ambing di dalam perut kamu!”Sasha segera memperlambat langkahnya.Tidak lama kemudian, Sasha dan Jade sudah berada dalam mobilnya. Mereka segera berangkat menuju klinik Shenmei Spa & Lounge. Tidak sampai sepuluh menit, mereka sudah sampai. Begitu masuk, aroma teh dan kayu cendana yang lembut menyeruak. Membuat Sasha dan Jade merasa rileks. Mereka segera menuju meja depan untuk mendaftar. Sasha merupakan anggota VIP di sini, jadi ia tidak harus reservasi terlebih dahulu untuk me
Klek!Bunyi pintu dibuka. Sasha masih memejamkan matanya. Membiarkan kepalanya diguyur shower. Jade masuk dan mengecup bibir Sasha perlahan. Sasha terkejut dan membuka mata.Di hadapannya, Jade menatapnya sambil membungkuk. Tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Jade tersenyum manis. Lalu, ia kembali mengecup bibir Sasha. Melumatnya. Begitu lembut. Perlahan, Jade masuk ke dalam bathtub. Memeluk tubuh mungil Sasha dan bercumbu di bawah guyuran air hangat dari shower. Bukan hanya sekali. Bahkan beberapa kali di tempat yang berbeda. Semua rasa cemas, takut, dan sedih mereka tumpahkan bersama.Sambil menikmati kehangatan yang cukup lama tidak mereka rasakan berdua. “Ayo, sini, Honey. Filmnya sudah mau mulai!” teriak Jade dari ruang keluarga.Di meja sudah berjajar rapi makanan dan minuman yang tadi mereka beli di jalan.Sasha datang sambil merapikan rambutnya yang baru saja dikeringkan hair dryer. Ia kemudian duduk bersandar di dada Jade. Jade mengecup ubun-ubun Sasha. L
“Honey, aku akan ikut Nona Berthold ke rumah sakit ya. Kamu nggak apa-apa kan ke kantor sendiri?” tanya Jade. Sasha merasa bingung kenapa Jade harus ikut ke rumah sakit. Tapi ia merasa tidak enak jika ia melarangnya. Ia juga merasa kasihan kepada Nona Berthold meskipun setelah apa yang dia perbuat kepada Sasha. “Baiklah, tapi ikuti saja ambulans-nya dari belakang. Jangan ikut naik,” pinta Sasha. Jade mengangguk. Lalu ia menghentikan sebuah taksi dan mengikuti ambulans. Setelah ambulans dan polisi pergi, kerumunan pun bubar. Sasha bergegas menuju ke kantor. Begitu masuk ke gedung De Lune Blanc, tampak beberapa karyawan yang juga mengenal Julie sedang membahas kejadian tadi. Melihat Sasha masuk, Eva dan Clara segera berlari menghampirinya. Wajah mereka tampak cemas. “Kamu sendiri?” tanya Eva sambil celingukan. “Mana Pak CEO?”“Ikut Nona Berthold ke rumah sakit,” jawab Sasha datar. Mata Clara membelalak. “Jadi benar Nona Berthold jadi korban begal?”Sasha menggeleng. “Aku nggak
“Papa, dulu waktu Mama hamil, ribet kayak aku nggak?”Sasha memandangi foto orang tuanya di meja. Tiba-tiba ia merasa muram. Emosinya yang sering berganti dengan cepat membuatnya cepat merasa lelah. Sasha kemudian mengalihkan perhatiannya pada berkas-berkas yang masih menumpuk di mejanya. Terlalu banyak pekerjaan yang tertunda karena kondisi tubuhnya yang sering tiba-tiba drop. Tidak terasa waktu telah berlalu. Jam makan siang tiba dan Jade sudah melenggang masuk ke dalam ruangan Sasha. Di tangannya terdapat satu box kacang mede. Dengan susah payah Jade menurunkan box tersebut. Napasnya ngos-ngosan. Mata Sasha berbinar ketika melihat isi box tersebut. “Terima kasih, Hubby! Kamu memang yang terbaik!” pekik Sasha. “Makanya, disayang-sayang dong punya suami yang bucin banget sama istrinya,” ucap Jade. Ia merebahkan tubuhnya di sofa. Sasha mengambilkan minuman dingin dari dalam kulkas. “Iya, maaf. Kata Eva aku lagi ngidam, jadi kamu harus maafin aku.”Sasha memberikan minuman itu k







