"Ahhh ...."
Sasha mendesah halus. Bibirnya yang mungil mengatup seiring dengan desahan napas yang terengah-engah. Bagi Jade, suara seksi Sasha terdengar samar bagai magnet. Ia bergegas melangkah mendekati ranjang asal muasal suara Sasha. "Sasha Blanc? Kenapa dia ada di kamarku?" Jade tercengang. Ternyata, Jade mengenalnya. Di bawah pencahayaan temaram kamar presidential suite, wajah Sasha merona merah. Tubuh seksinya terbalut gaun merah bertali satu yang panjangnya di atas lutut. Pemandangan ini benar-benar mendorong hasrat Jade naik! Ketika mendengar suara pria, Sasha menoleh. Matanya bertemu dengan mata hijau Jade yang berkilat tajam. Tanpa pikir panjang, Sasha turun dari ranjang. "Ahhh, Tuan. Aku benar-benar ... tidak tahan lagi." Sasha melingkarkan kedua tangan di leher Jade. Lalu, berjinjit hendak menciumi lehernya. Aroma maskulin sabun mandi pria menyeruak memenuhi hidung Sasha. Jade memang baru saja selesai mandi. Ia bahkan masih mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. "Ternyata, kamu sangat ... tampan." Tangan lembut Sasha menyentuh wajah Jade yang sempurna. Rahang yang tegas, bibir tebal dan dagu yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus. Jakun Jade mulai bergerak naik turun. "Kamu tahu, siapa aku?!" Tubuh Sasha semakin bertambah panas. Ia menempelkan bibirnya di bibir Jade. Lalu, mengecupnya singkat. "Aku tahu. Kamu gigolo yang mereka kirim untukku." Jade mengerutkan dahi. "Mereka?! Siapa mereka?" Pandangan mata Jade menelisik dalam, seolah tahu apa yang dialami Sasha sebelum sampai di kamarnya. Sasha menyandarkan kepalanya di dada Jade. Tangannya tidak berhenti mengusap otot-otot perut Jade yang menggoda. "Mereka yang membawaku ke siniーnggak tahu, siapa!" Kamar Jade terletak di lantai tertinggi Le Grand Cielo Hotel. Kamar ini memberikan pemandangan panorama malam kota Crépusculaire yang indah. Namun bagi Sasha, keindahannya semu. Dengan kehadiran Jade di sini, Sasha berharap bisa melenyapkan rasa sakit hati karena pengkhianatan tunangannya. "Hei sadarlah, Nona! Jangan melewati batas!" seru Jade. Sasha menurunkan tali gaunnya. "Tuan, tolong bantu aku hilangkan rasa nggak nyaman ini!" Logika Jade ingin mendorong Sasha agar menjauh darinya. Namun, sikapnya justru bertolak belakang. "Kamu yang memulainya. Jadi, jangan salahkan aku jika kamu menyesal!" Sontak, Jade segera menggendong Sasha dan membawanya kembali ke ranjang. Lalu, menindihnya. Jade tersenyum saat Sasha menatapnya. Lalu, bibirnya mendekati leher Sasha dan mulai meninggalkan jejak ciuman. Sasha mulai merasakan sensasi luar biasa di kulit lehernya juga di bagian tubuhnya yang lain. "Ahh ... teruskan, Tuan!" Jade tersenyum tipis. "Bagaimana? Enak, kan?" Jade mulai melepaskan gaun Sasha hingga hanya meninggalkan pakaian dalamnya saja yang berwarna hitam dan berenda. Perasaan Sasha campur aduk. Ia merasa aneh berbagi ranjang dengan pria asing. Tapi, sesuatu dari dalam diri Sasha memintanya untuk segera dituntaskan. Waktu bergulir cepat bagaikan roda yang terus berputar. Pagi harinya, Sasha terbangun. Ia merasakan sentuhan tangan seseorang memeluk perutnya yang datar. ‘Tangan siapa ini?’ Sasha terkesiap saat menoleh ke belakang. Sesosok pria asing sedang tertidur tenang. Wajah tampannya membuat Sasha menahan napasnya. Pikiran Sasha semakin kacau saat melihat noda merah di dekatnya. ‘Astaga! A–aku sudah tidak perawan?’ Cemas dan takut. Tubuh Sasha gemetar karena mendapatkan fakta telah kehilangan keperawanannya. Sasha dan Val Demian telah bertunangan selama lima tahun. Jadi, bagaimana Sasha akan mempertanggungjawabkan perbuatannya pada Val di malam pertama pernikahan mereka nanti? Saat masih memikirkannya, Sasha merasakan pegal pada seluruh tubuhnya, juga rasa sakit pada bagian vitalnya. Sasha berseru pelan, "Oh, bodohnya aku!" Sasha terkejut saat merasakan pergerakan ranjang. Ia melirik ke belakang dan melihat Jade bergerak. Kemudian, Jade mengerang pelan sambil melepaskan tangannya dari perut Sasha. Peluang ini digunakan Sasha untuk segera turun dari ranjang. Lalu, memakai gaunnya kembali. Kaki Sasha terasa lemas. Hatinya bergejolak marah sekaligus kecewa. Ia baru saja mengetahui perselingkuhan Val dan Paula. Namun sekarang, Sasha pun berselingkuh dengan pria asing. Bahkan, mereka menghabiskan satu malam panas bersama tanpa pengaman. Bukankah Sasha sama bejatnya seperti Val? Sasha melihat jam dinding. "Jam 05:00 pagi." Setelah menenangkan diri, Sasha buru-buru keluar dari kamar presidential suite milik Jade. Ia tidak melihat siapapun di luar. Sasha yakin, tidak ada seorang pun yang memergoki keberadaannya di lantai presidential suite dan melaporkannya pada Val. Setelah mendapatkan taksi, kecemasan Sasha semakin meningkat. Jarak dari Le Grand Cielo Hotel ke rumah Val membutuhkan waktu 20 menit. Selama itu pula, jantung Sasha tidak berhenti berdegup kencang. Sesampainya di kawasan elit Hibiscus Residence, Sasha turun dari taksi. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama rumah Val. Selama lima tahun, di sinilah Sasha tinggal bersama Val. Sasha bersyukur tidak ada pelayan yang melihatnya pulang. Ia bergegas menaiki anak tangga dengan perasaan was-was. "Sasha, kamu baru pulang?" Suara Val menghentikan langkah Sasha. Ia mendongakkan wajah, melihat Val sudah rapi dengan setelan jas mahal hitam edisi khusus. "I–iya," jawab Sasha, gugup. "Aku ...." Val menatapnya intens. “Memangnya kamu dari mana?!" “A–aku …” Belum sempat menjawab, Val menghampiri Sasha. Lalu, menarik rambut panjangnya ke belakang. Val mencium aroma Sasha sejenak. “Kamu habis minum-minum rupanya. Sudah mulai liar, ya!" Val semakin mempererat jambakannya, membuat Sasha meringis kesakitan. “Stop, Val! Aku ini tunangan kamu!” pinta Sasha, memohon. Val tidak memedulikannya. Ia justru mencekik leher Sasha tanpa ampun. Kemudian, menatapnya tajam. “Tunangan?!" Val tertawa, melepaskan tangannya dari leher Sasha. Val mendekatkan mulutnya ke daun telinga Sasha. "Ingat Sasha, kamu berutang banyak padaku! Jadi, jangan bertingkah!"“Ini adalah siklus bulanan wanita,” ucap Clara. Semua memperhatikan dengan seksama penjelasan Clara. Clara menjelaskan tentang hubungan antara siklus bulanan, hormon, dan juga mood wanita. Presentasi kali ini lebih mirip perkuliahan biologi. Namun, dikemas dengan gaya yang cukup menarik. “Warna sangat mewakili perasaan wanita. Oleh karena itu, beberapa gaya fashion berikut akan sangat cocok dipadu-padankan dengan Lunatic Lunaire,” papar Clara. Clara kemudian memperlihatkan beberapa gaya berpakaian hasil desainnya dengan tim. Youssef mengamati dengan serius. Beberapa desain tidak sesuai dengan seleranya. Ia kemudian mencatat beberapa hal di dalam tabletnya. “Baik, mungkin untuk desain pakaian ada beberapa yang harus mengalami penyesuaian. Karena ini juga akan membawa nama perusahaan kami,” sahut Youssef. Clara mengangguk setuju. “Tentu saja, Pak. Kami sangat terbuka untuk desain ini.”“Monica,” panggil Youssef. “Bisa kamu perlihatkan hasil diskusi kita semalam?”Clara duduk di k
“Hubby, aku takut!” Sasha memeluk Jade erat. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Jade mengusap kepala Sasha lembut. “Kamu aman di sini bersamaku, Honey. Tenanglah.”Jade kemudian mengajak Sasha pulang. Namun, sepanjang perjalanan, Sasha tampak sangat ketakutan. Ia selalu terlihat waspada setiap ada orang yang berjalan dari belakang. Sesampainya di hotel, Sasha segera mengunci pintu. Ia bahkan menutup semua tirai dan menyalakan lampu di semua ruangan. “Honey, kenapa semuanya dinyalakan?” tanya Jade penasaran. “Aku nggak suka gelap. Aku ingin semuanya terlihat jelas, Hubby. Aku nggak mau ternyata ada yang sembunyi di sini,” jawab Sasha. Matanya bergerak cepat, memastikan tidak ada yang luput dari pandangannya. Jade jadi semakin khawatir dengan keadaan Sasha. Ia yakin, Sasha pasti terlalu lelah dengan pekerjaannya sehingga ia seperti ini. Jade mengambilkan air putih dan vitamin untuk Sasha. “Diminum dulu, Honey.”Sasha meminum vitaminnya.“Sekarang kamu istirahat, ya, Honey,
“Nona Kruger, tolong ke ruangan saya sekarang,” ucap Sasha melalui intercom. Tidak lama kemudian, Monica Kruger, sekretaris Sasha, datang ke ruangan Sasha. “Ada apa, Bu Direktur?” tanya Monica. Sasha menyerahkan sebuah berkas yang sedari tadi ia kerjakan. “Tolong kamu buatkan presentasinya dari materi yang sudah saya susun di sini. Hari ini juga harus sudah selesai ya!”“Baik, Bu,” ucap Monica sambil mengambil berkas tersebut. Setelah itu, ia kembali ke ruangannya. Sasha menggeliat. Rasanya seluruh tubuhnya begitu remuk. Sasha kemudian meneguk air putih dan mencoba memejamkan matanya. Daerah sekeliling Sasha berubah menjadi gelap. Sasha terkejut. Ia berusaha mencari jalan untuk keluar. “Nona Kruger!” Sasha berteriak memanggil sekretarisnya.Tapi tidak ada jawaban. Harusnya Monica ada di ruangannya, tapi Sasha tidak tahu kenapa ia tidak menjawabnya. Sasha terus berjalan dengan meraba-raba. Seingatnya, ruangannya tidak pernah seluas ini. Tapi sejauh apapun Sasha berjalan, ia teta
“Menarik,” ucap Youssef. Youssef melahap sejenis Croquette yang diisi kentang tumbuk dan daging cincang. “Silakan dicelup sausnya, Tuan Elharrar,” sahut Sasha. “Saya jamin, rasanya akan lebih menarik. Youssef mencelupkan croquette-nya ke dalam saus sabayon. Youssef terlihat benar-benar menikmatinya. Youssef tersenyum. “Makanan di negara kami kaya akan rempah. Sedangkan makanan di sini terasa begitu ringan tapi tidak kalah menarik.”Youssef menggigit croquette dan mengunyahnya pelan. “Terasa lumer di mulut tapi dagingnya memberi kejutan di setiap gigitan.”Semua tim El Jawahir mengangguk setuju.“Saya setuju,” sambung Noura. “Mirip seperti samosa tapi versi ringannya.”Mereka kemudian beralih kepada menu utamanya. Mereka terlihat puas dengan jamuan dari Le Grand Cielo Hotel. “Makanan di sini benar-benar enak, Tuan dan Nyonya Gregory. Terima kasih,” kata Youssef. Jade tersenyum dan melirik Sasha sesaat. “Itulah salah satu alasannya selama ini saya tinggal di sini, Tuan Elharrar. T
“Kapan tim El Jawahir datang?” tanya Jade di balik kemudinya. Sasha mengecek ponselnya. “Lusa, katanya. Mereka baru berangkat lusa. Dengan penerbangan kurang lebih 15 jam.”Jade memutar kemudinya dan memarkirkannya di tempat parkir lantai 10. Setelah itu, ia turun dan membukakan pintu untuk Sasha. “Berarti rapat dijadwalkan hari Jumat kan?” tanya Jade. Sasha mengangguk. “Ya, aku sudah meminta sekretarisku untuk membicarakan jadwalmu dengan Pak Mike.”“Pak Mike suka gitu, ngasih tahu jadwal selalu mendadak,” sahut Jade. Sasha dan Jade tiba di presidential suite. Sasha langsung membersihkan diri dan Jade menghubungi layanan kamar untuk menyiapkan makan malam mereka. Setelah Sasha selesai ganti pakaian, layanan kamar datang dan giliran Jade yang mandi. Sasha langsung menata hidangan di meja makan bersama petugas layanan kamar. “Terima kasih,” ucap Sasha. Petugas layanan kamar tersenyum. “Sama-sama, Bu.”Kemudian ia pamit. Tidak lama kemudian, Jade selesai dan langsung menuju ruan
“Nggak apa-apa, beneran,” ucap Sasha. “Aku istirahat di ruanganku aja.”Sasha tampak pucat. Tapi ia tetap tidak mau ke dokter. Eva dan Clara akhirnya mengantar Sasha ke ruangannya. Bagaimanapun, ini proyek pertama mereka dengan perusahaan luar negeri. Sasha tidak boleh menyerah hanya karena kondisi badannya. “Jangan kecapekan ya, awas lho!” Eva memperingatkan. Sasha mengangguk. “Iya, iya. Galak amat sih! Dah sana kalian kerja.”Eva dan Clara keluar dari ruangan Sasha. Sasha merebahkan tubuhnya di sofa. Pandangannya terasa kabur. Ia kemudian memejamkan matanya. Dan tertidur dengan lelap. Saat Sasha bangun, Jade sudah berada di sisinya. Menatapnya dengan cemas. “Kamu nggak apa-apa, Honey? Mau pulang aja?” Jade memegang dahi Sasha, memeriksa apakah dia demam atau tidak. Sasha bangun dengan perlahan. Lalu duduk. Ia bingung dengan keberadaan Jade di sana. “Kenapa kamu di sini, Hubby? Kamu nggak kerja?” tanya Sasha. Jade memperlihatkan jam di ponselnya. “Bentar lagi udah lewat jam