Share

Part 3

Penulis: Aksara Kalbu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-22 22:32:58

“Puas kamu mempermalukan Ayah Ibu seperti ini! Puas kamu membuat keluarga kita malu!! Lihat Ayahmu! Dia sampai jatuh sakit!" Sang ibu menunjuk ke arah kamar, yang didalamnya tergeletak Pak Maja yang masih tak sadarkan diri.

“Kami kecewa padamu! Entahlah, ibu pikir kamu sudah mulai menerima takdir. Tapi nyatanya, kamu masih mempertahankan egomu! Terlalu mengikuti perasaanmu tanpa memikirkan perasaan kami. Padahal harus kamu tahu kami melakukan ini demi kebaikanmu!” Ucap Sumarni kecewa dengan mata memerah. Sikap lemah lembutnya kini hilang, berganti dengan rasa marah dan kecewa.

Ia pergi kebelakang rumah untuk menenangkan diri.

Setelah penolakan itu, keluarga Pak Nurdin langsung undur diri dari rumah Naima. Wajah Pak Nurdin terlihat kecewa, dengan tatapan mata berkaca-kaca. Sementara Dewa menanggapinya cuek dengan tatapan wajah kosong, entahlah apa yang dirasa. Dia seperti orang linglung yang tak memiliki gairah hidup. Lain lagi dengan Niken bibirnya tersungging senyum sinis.

Pak Maja sangat kecewa dengan keputusan Putrinya, ia tak bisa mengendalikan diri. Darah tinggi yang dideritanya tiba-tiba naik, ia langsung jatuh tak sadarkan diri.

“Maaf bu, Nana tak bermaksud membuat Ayah sakit. Nana hanya mengikuti kata hati Nana. Tapi Nana tak tahu dampaknya seperti ini!” Ucap Naima menangis memegang tangan Sumarni. Ia menyesal telah gegabah mengambil keputusan. Melihat ayahnya sakit jiwanya pun ikut sakit, mungkin itu yang dinamakan ikatan kuat antara ayah dan anak.

Sumarni melepas genggaman tangan Naima, dan menatap tajam matanya.

“Asal kamu tahu! Kami berhutang  budi besar kepada keluarga Pak Nurdin. Kamu harus tau Naima! Selain dia membantu membayar hutang ayahmu kepada Juragan Karsa, Pak Nurdin dengan rela mendonorkan mata anaknya untukmu!! Mata yang bisa melihat itu ialah mata Meira Na mata sahabatmu!! Meira dengan suka rela mendonornya untukmu! Meira melakukan ini agar Pak Nurdin tak merasa kesepian dan kehilangan. Walaupun raganya mati, tapi dia dapat hidup dengan harapan bisa melihat ayahnya setiap hari. Dan Pak Nurdin merasakan sosok anaknya hidup di ragamu. Inilah salah satu alasan kenapa Pak Nurdin menginginkanmu menjadi menantunya!" Sumarni berbicara penuh penekanan dengan bercucuran air mata. Suaranya sengaja di pelankan, agar tak terdengar sang suami ataupun orang lain.

“Kamu bukan saja menyakiti hati Ayah dan Ibu! Tapi kamu juga menyakiti hati Pak Nurdin dan juga Meira Na!” ucap Sumarni dengan suara yang tersengal.

“Ibu tidak bohong kan??” Tanya Naima dengan wajah shock. Ia tak menyangka yang mendonorkan mata untuknya adalah Meira sahabatnya, yang sudah pergi menghadap Ilahi karena sebuah kecelakaan yang menimpah mereka bersamaan.

“Tidak! Ibu tidak berbohong padamu! Ini kenyataannya!!” Jawab Sumarni dengan menggelengkan kepala

“Dan maaf, kami merahasiakannya darimu. Atas permintaan Meira! Seharusnya kamu memikirkan resiko jika menolaknya, bukan malah mengikuti egomu!” Jawab Sumarni seraya masuk ke dalam rumah.

Naima menangis putus asa dengan menangkupkan tangan kedua matanya.

“Meira.. mata mu.. ini mata mu.. Ternyata kamu menepati janji, untuk selalu bersamaku.” Naima menangis dengan menangkup wajahnya.

-

Naima terdiam mengingat kejadian 2 tahun lalu,

-

Meira gadis cantik yang beruntung, dia terlahir dari keluarga yang berkecukupan. Ayahnya pemilik perkebunan teh dan perkebunan karet yang luasnya berhektar-hektar, semua perkebunan karet yang ada di desa Ci Jangkar adalah milik Ayahnya.

Meira berteman dengan Nana sedari kecil. Ia mengenal Nana karena  sering ikut ayahnya berkunjung ke rumah sahabatnya yaitu Pak Maja, yang tempat tinggalnya hanya berbeda kecamatan saja. Meira kecil memiliki sifat humble dan mudah bergaul. Ia bisa membaur dengan kalangan manapun.

Dan kejadian naas itu terjadi 2 tahun lalu, ketika Meira mengajak Naima berbelanja ke pusat kota.

-

“Hallo Nana, apa kabar?” Sapa Meira mengagetkan Naima yang sedang membaca buku.

“Meira ngagetin aja! Ucap salam kek, main nyelonong aja, kebiasaan!” Sungut Naima berdiri. Walaupun kesal, ia langsung memeluk Meira. Sahabat baik yang sangat dirindukannya

“Hehehe kan suprise Na.. Kamu sehat?? Tumben gak kerja?" Tanya Meira membalas pelukannya.

“Sekarang libur Ra. Pak Agus pulang ke rumahnya yang ada di kota. Orang tuanya sakit, makanya tokonya tutup. Jadi aku libur deh." Terang Naima dengan mata berbinar.

Naima bekerja di toko sembako milik Pak Agus yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya. Pak agus merupakan pria rantauan dari kota, yang lebih memilih tinggal di perkampungan, mengikuti jejak istrinya yang berasal dari desa tersebut.

“Kamu tumben udah ada di rumah? Emang libur kuliahnya?” Tanya Naima menarik tangan Meira untuk duduk di kursi yang terlihat sudah lapuk.

Biasanya Naima berjumpa Meira antara akhir tahun dan hari raya. Mereka jarang bertemu karena kesibukan Meira yang sedang melanjutkan studi di ibu kota.  

“Aku belum libur kuliah Na, tapi pengen pulang. Jadi pulang aja. Tugas mah gampang, nanti nyusul aja." Sahut Meira sambil merapihkan rambut sebahunya.

Naima heran dengan ucapan Meira, biasanya Meira paling anti menunda tugas-tugas kuliah.

“Tumben-tumbenan kamu Ra. Kesambet dimana? Biasanya juga kamu paling anti numpuk tugas!” ujar Naima sambil meletakkan air minum di atas meja

“Aku pengen refresh otak dulu Na. Mumet kuliah mulu. Besok kita jalan-jalan yuk! Kamu masih liburkan?”

“Libur kayaknya. Pak Agus sampai sekarang belum ngasih kabar, gak tau dia pulang kesini kapan. Emang jalan-jalan kemana?”Tanya Naima duduk anteng di samping Meira.

“Aku mau ngajakin kamu ke kota, kita belanja-belanja gitu. Di rumah aku males ketemu Niken mulu, paling kesel itu harus nanggepin si Niken ngomong. Udah tau Bang Dewa gak suka sama dia, dia  tetep aja datang ke rumah. Mau ngusir gak enak. Menurut aku si Niken spesies wanita yang gak punya urat malu deh!” Ujar Meira dengan bersungut-sungut.

Dia paling tidak menyukai Niken, teman kerja sang abang yang menaruh rasa pada abangnya.

“Dari raut wajahmu, aku bisa lihat kamu tak menyukai Niken. Kenapa? Padahal dia cantik loh!” Kelakar Naima memancing emosi Meira.

“Cantik darimananya? Cantikan akulah.. Entahlah perasaan aku mengatakan Niken punya niat terselubung sama keluargaku. Entah kepada papa ataupun pada Bang Dewa!" Meira menjawab dengan mimik wajah serius.

“Jangan soudzon sama orang, gak ada yang bisa tau hati seseorang. Mungkin itu perasaan kamu aja Ra." ucap Naima memegang tangan Meira memberikan kekuatan.

“Bisa jadi sih, tapi ya tetap aja aku gak suka sama dia. Kalau bisa jangan sampe keluargaku punya hubungan sama keluarga si Niken itu!”

“Gimana kalau Bang dewa berjodoh sama Niken, hayoo." Godanya. Meira langsung mendelik menatap kesal ke arah temannya itu.

“Aku harap jangan sampe Na! Aku gak ridho jika Bang Dewa punya hubungan sama si Niken! Apalagi sampe nikah, Ihhh amit-amit deh!" jawab meira mengepal tangan menggetok ke kepalanya sendiri berulang-ulang.

“Jangan gitu, jodohkan sudah di atur sama Tuhan. Jadi kalau mereka berjodoh ya kamu harus bisa menerima! Menerima Niken jadi kakak ipar kamu hahaha." Tawa keras Naima yang mendapat pelototan tajam dari Meira.

“No no no! Lebih baik kamu jadi kakak iparku! Nanti aku bantu comlangin deh sama Bang Dewa!" Goda Meira membalas kejahilan Naima.

“Gak mau ah, mending nyari pacar sendiri aja hahaha.”

-

-

 “Ra, seriusan kamu bawa mobil sendiri? Kamu udah punya SIM, Kan?” Tanya Naima setelah berpamitan dengan ayah ibunya.

“Seriusanlah! Lagian kuliah aku bawa mobil sendiri Na, jadi udah biasa. Niih kamu bisa liat SIM aku” Meira membuka dompetnya dan menunjukkan SIM-nya kearah Naima

“Yaudah, kalau udah punya. Jadi aku tenang. Soalnya ini perdana aku dibawa kamu." ujar Naima sambil memasang sabuk pengaman.

“Tenang, bersamaku kamu aman terkendali!"

Lambat laun mobil yang dikendarai mereka meninggalkan perkampungan menuju perkotaan. Kondisi perjalanan cukup lengang, sehingga Meira pun menaikan kecepatan mobilnya.

“Ra jangan ngebut-ngebut aku takut! Biar lambat, asal selamat!” Naima ketakutan memegang erat sabuk pengaman. Sementara Meira malah tertawa dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Kamu tenang aja! Asal pake sabuk pengaman, aman kok."

“Ra, turunin kecepatannya itu ada ibu-ibu yang mau nyebrang!" ucap Naima kaget menunjuk ke arah depan.

Meira menginjak rem, tapi rem tak berfungsi. Ia mulai panik,

“Ra, gak papa, Kan? Kenapa wajah kamu panik?" Tanya Naima dengan wajah tak kalah panik.

“Mobilnya gak bisa di rem Na! Rem nya blongg! Padahal dua hari lalu baru aku ganti, malem juga dipake masih baik-baik aja." Jawab Meira dengan wajah pucat.

“Sepertinya ada yang menyabotase rem mobil aku..”

“Meira awassssssss”

Meira berusaha mengendalikan mobil agar tidak menabrak ibu ibu yang sedang menyeberang jalan. Tapi naas, mobil Meira malah menabrak bis yang sedang melaju kencang dari arah berlawanan. Mobil mereka terpental menubruk pembatas jalan.

“Na..na..na..na.. “ suara pelan Meira memanggil Naima yang sudah tak sadarkan diri dengan darah mengalir dikepalanya, suara Meira semakin lemah dan ia menyusul Naima tak sadarkan diri.

-

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Prince of Darkness (Karena Kita Berbeda)   Part 51

    “Cakra Cakra..”Panggil Naima pelan mencari keberadaan Cakra di antara para penduduk yang sedang berkumpul di halaman rumah. Wajah mereka panik bercampur bingung mendengar perdebatan Nyai Ratna dan Mak Ijah dibalik dinding bambu. Mereka dibuat heran dengan perselisihan tersebut, biasanya Mak Ijah dan Nyai Ratna selalu akur, tak pernah terlibat percekcokan apapun.Di kejauhan Naima melihat Cakra yang sedang berdiri mematung dengan wajah heran dan panik setelah mengecek beberapa pengawal di perbatasan yang sudah tergeletak tak sadarkan diri tanpa ada alasan yang jelas. Di tubuh mereka tidak ada luka secuil pun namun anehnya mereka serempak tak sadarkan diri seperti orang yang benar-benar mati. Cakra dibuat bertanya-tanya, kejadian tersebut penuh dengan teka-teki yang harus dipecahkannya. Ia tak boleh gegabah dalam mengambil keputusan, karena tidak ada Sagara ataupun Abah Arya sebagai tetua, ia tidak akan mendahului mereka dan menghancurkan rencana yang telah mereka susun. Pikirannya s

  • Prince of Darkness (Karena Kita Berbeda)   Part 50

    Naima mengatur nafasnya pelan, menetralisir detak jantungnya yang berpacu cepat. Ia menutupi wajah paniknya dengan tenang.“Bukan tidak ingin, sebagai wanita yang ditetuakan di sini Saya berhak melihat dan memastikan persalinan Iyah baik-baik saja Mak. Memastikan ibu dan anaknya selamat tanpa kekurangan apapun!” Ucap teguh Nyai Ratna tanpa rasa takut. Naima yang berada di pojokan itupun di buat kagum dengan sikap gigih ibu angkatnya, yang ingin memastikan semuanya baik-baik saja walaupun banyak penolakan yang dihadapi.Naima kini sadar, setelah menyaksikan perdebatan yang membingungkan dan janggal tersebut. Ia juga paham, jika persalinan menggunakan dukun beranak tidak boleh banyak orang di dalam ruangan. Tapi di saat keadaan seperti ini, dia sangat menyetujui usulan Nyai Ratna untuk tidak membiarkan Mak Ijah hanya berduaan saja dengan ceu Iyah. Ia semakin takut sesuatu akan terjadi ketika melihat gelang di tangannya yang semakin mengeluarkan cahaya terang. Aku harus cepat-cepat

  • Prince of Darkness (Karena Kita Berbeda)   Part 49

    “Jangan ada yang menggangguku! Tidak boleh ada yang di dalam! kalian keluarlah aku akan membantu persalinannya sendiri!” Ucap wanita tua yang menggelung rapi rambut putihnya, menatap satu persatu penduduk kampung yang berdiri di pintu agar keluar mematuhi ucapannya. Naima yang berdiri di pojokan merasa heran dengan Mak Ijah, yang baru datang dan malah mengusir orang di dalam yang menemani Ceu Iyah. Nyai Ratna pun menautkan alisnya, setiap ada yang melahirkan di kampung tersebut dia biasanya menemaninya, dan Mak Ijah pun tak pernah keberatan dan malahan senang. Mereka berdua merasakan ada sesuatu yang ganjal dari sifat Mak Ijah, Sagara dan Abah arya. “Betul apa yang dikatakan Mak Ijah, kalian keluarlah! Jangan ada yang di dalam biar Mak Ijah yang menangani kelahiran Ceu Iyah dengan tenang.” Ujar Abah Arya mengusir halus Nyai Ratna dan Suaminya Ceu Iyah agar segera meninggalkan tempat tersebut.Nyai Ratna menatap kearah suaminya dengan wajah bingung, ia menggelengkan kepala. Ia tak m

  • Prince of Darkness (Karena Kita Berbeda)   Part 48

    “Apa kalian mencium aroma harum yang memanjangkan hidung ini?” Tanya Nyai Genir dengan senyum menyeringai. Ini mengendus-endus bau yang entah berasal dari mana, matanya membulat sempurna dengan mata yang memerah. Ini merupakan satu pertanda baik menurutnya. Satu langkah cepat untuk mengapai tujuannya.Wewe Gombel yang berdiri di samping Mak Rompang pun tersenyum lebar. Ia menganggukkan matanya yang berkilat merah.“Aku menciumnya Nyai. Ini aroma wangi darah wanita yang akan melahirkan. Ini santapan besar untuk kita. Kita sudah lama tak meminum darah wanita yang melahirkan.” Nyai Genir itupun tertawa.“Hehehehe Hehehehe. Kau benar sekali Dasim.” Ia menyetujui ucapan anak buahnya. Sudah lama ia tak meminum darah wanita melahirkan yang bisa mengurangi penuaan diwajahnya.“Kau betul sekali. Perintahkan anak buahmu untuk mencari wanita melahirkan itu. Nanti malam aku akan mendatanginya langsung. Sudah tak sabar rasanya meminum apa yang harus kuminum hehehehehe.” Wewe gombel yang b

  • Prince of Darkness (Karena Kita Berbeda)   Part 47

    “Nyai tolonggg! Ceu Iyah mau melahirkan.” Teriak seorang wanita menggedor pintu dapur, ketika Nyai Ratna sedang menanak nasi. Nyai Ratna yang mendengar Ceu Iyah melahirkan langsung meninggalkan dapur menuju rumah yang bersebelahan dengan rumah Maryam.Cakrawala mulai menguning, sang surya meninggalkan peraduannya menandakan kegelapan sebentar lagi menyapa.“Bagaimana ini?” Tanya ibu-ibu panik. Mereka mondar-mandir di depan pintu rumah dengan bingung. Siapa yang akan menolong persalinan Ceu Iyah sementara Mak Paraji di kampung tersebut mengungsi ke rumah anaknya di kampung sebelah.“Kasian itu Ceu Iyah sudah kesakitan. Bayinya sebentar lagi akan lahir. Siapa yang berani menyusul Mak Ijah di rumah anaknya?” Tanya salah satu ibu bertubuh gempal. Mereka pun bingung, saling pandang satu sama lain karena jauhnya akses ke kampung sebelah. Di saat keadaan genting seperti ini mereka tidak berani berpergian kemana-mana, apalagi sendirian dengan kondisi perjalanan jauh.Jarak dari Buaran ke

  • Prince of Darkness (Karena Kita Berbeda)   Part 46

    Naima memandang wajah itu, untuk meyakinkan. Ia ingat dengan perkataan kakek tua perihal gelang sepasang yang harus ia berikan kepada orang yang Ia cintai agar saling terhubung, lalu ia pun mengambil gelang yang berada disakunya untuk diberikan pada Sagara. “Ulurkan tangan kananmu Pangeran!” Ucap Naima pelan. Sagara dengan alis bertaut menyondorkan tangannya pada Naima. “Ada apa?” Tanya bingung Sagara menatap pergerakan pujaan hatinya yang mengeluarkan sebuah gelang dari tangannya. “Sini aku pakaikan!” Naima meraih tangan Sagara lalu memakainya. “Untuk saya?” Ia pun kembali menganggukkan kepala seraya tersenyum. “Untukmu! Gelang ini sepasang. Aku mendapatkannya dari seorang kakek tua penjual barang antik di pasar. Dia bilang, kalau gelang ini diberikan pada orang yang kita percayai dan kita cintai, kita akan terhubung satu sama lain. Akupun tak tahu, terbukti atau tidaknya. Yang jelas aku ingin memberikannya padamu, supaya gelang ini memiliki pemiliknya.” Jelas Naima dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status