Share

Proposal Cinta Sang Miliarder
Proposal Cinta Sang Miliarder
Author: Resya

Prolog: Titik Balik

Author: Resya
last update Last Updated: 2024-12-03 22:07:10

Lampu neon berkedip-kedip, memantulkan warna biru dan merah ke seluruh ruangan yang dipenuhi dentuman musik. Farhan duduk di sofa VIP, sebotol minuman mahal di genggamannya. Asap rokok mengabur pandangan, sementara suara tawa teman-temannya membahana, seolah semua beban dunia lenyap di balik dinding-dinding klub itu. Namun, di balik keriuhan dan kesenangan semu, matanya tampak kosong.

"Bro, lo serius banget sih? Malam ini kita harus hepi, men!" ujar Tio, salah satu temannya, sambil menepuk bahu Farhan dengan gelas di tangan.

Farhan tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang sejak tadi menusuk pikirannya. "Iya, santai aja. Gue cuma lagi capek."

"Capek apa? Duit lo nggak akan habis tujuh turunan, Far. Jangan sok-sokan mellow gitu, deh!" Tio tertawa keras, diikuti yang lain.

Farhan hanya mengangkat bahu, memilih meneguk minumannya. Di sudut matanya, seorang wanita dengan gaun merah menyala berjalan mendekat. Senyum genitnya membuat teman-temannya bersorak.

"Kayaknya dia buat lo, Han," bisik Jefri, yang duduk di sebelahnya. "Lo kan yang paling tajir di sini."

Wanita itu kini berdiri di depan Farhan, tangannya bermain di bahunya. "Halo, aku Rina," katanya lembut, sambil tersenyum menggoda.

Farhan menatapnya, berusaha memasang ekspresi yang santai. Namun, entah kenapa hatinya terasa semakin berat. Ia tahu permainan ini, terlalu sering memainkannya. Tapi malam ini, sesuatu terasa berbeda. Ada kekosongan yang tak mampu ia abaikan.

Rina duduk di sampingnya, semakin mendekat. Teman-temannya bersorak lagi, membuat suasana semakin bising. Farhan hanya diam, bahkan tidak menyadari ketika Tio kembali menuangkan minuman ke gelasnya.

"Farhan!" suara keras dari DJ memecah lamunannya. "Ini buat miliarder kesayangan kita! Hidup Farhan!"

Semua orang di klub berteriak, mengangkat gelas mereka. Farhan hanya tersenyum kaku, merasa seperti boneka yang sedang dipertontonkan. Ia berdiri, mengangkat gelasnya sekadarnya, lalu meneguk isi gelas itu.

Namun, di tengah semua sorak-sorai itu, rasa mual tiba-tiba menyerangnya. Kepalanya berdenyut, dan kakinya terasa lemas. "Gue ke toilet bentar," gumamnya pada Jefri, lalu bergegas meninggalkan sofa.

Di dalam toilet, Farhan memandangi wajahnya di cermin. Matanya merah, rambutnya berantakan. Namun, yang paling mengganggunya adalah bayangan dirinya sendiri. Bayangan seorang pria yang tidak tahu apa yang sedang ia cari.

"Apa yang gue lakuin di sini?" bisiknya pada diri sendiri. Ia memercikkan air ke wajahnya, berharap itu bisa mengusir semua pikiran buruk.

Saat itulah pintu toilet terbuka dengan kasar, dan dua pria masuk sambil berbicara dengan nada tinggi. Mereka tidak menyadari keberadaan Farhan di sudut ruangan.

"Lu tahu nggak? Si anak muda tadi tuh sok banget! Berlagak kaya tapi cuma numpang senang," kata salah satu dari mereka.

"Emang semua miliarder kayak gitu, sih. Duitnya banyak, tapi nggak punya tujuan hidup. Hidupnya cuma buat pesta-pesta doang," sahut yang lain.

Farhan terpaku mendengar percakapan itu. Meski tidak disebutkan namanya, ia tahu mereka berbicara tentang dirinya. Hatinya seperti ditampar. Selama ini, itukah yang orang pikirkan tentang dirinya? Seorang pria kaya yang hidup tanpa arah?

Ia keluar dari toilet tanpa menunggu lebih lama. Langkahnya cepat, meninggalkan klub itu tanpa menoleh ke belakang. Udara malam yang dingin menyambutnya, membuat pikirannya semakin jernih. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa muak dengan hidupnya.

---

Di kamarnya yang luas dan mewah, Farhan duduk di sofa sambil menatap langit-langit. Rumah itu sunyi, terlalu sunyi. Ia membuka ponselnya, mencari sesuatu untuk mengalihkan pikiran. Namun, semua hal yang ia lihat terasa hampa.

Tiba-tiba, pandangannya jatuh pada sebuah aplikasi Al-Quran yang sudah lama ia unduh tapi hampir tidak pernah dibuka. Ia ragu sejenak, tetapi akhirnya ia mengetuk ikon itu. Layar ponselnya menampilkan ayat-ayat yang terasa asing, tetapi entah bagaimana menenangkan.

Ayat pertama yang terbaca olehnya adalah: "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?" (QS Al-Hadid: 16).

Farhan tertegun. Pertanyaan itu seolah ditujukan langsung kepadanya. Hatinya bergetar, dan untuk pertama kalinya ia merasakan sesuatu yang tidak pernah ia rasakan di klub malam atau pesta mewah manapun—ketenangan.

Air matanya mengalir tanpa ia sadari. Ia teringat ibunya, yang dulu selalu mengingatkannya untuk shalat, tetapi selalu ia abaikan. Ia teringat ayahnya, yang pernah berkata bahwa harta adalah ujian, bukan tujuan. Dan sekarang, di malam yang sunyi ini, ia merasa semua pesan itu kembali menghantuinya.

Keesokan harinya, Farhan duduk di tepi tempat tidur, mengenakan kemeja putih sederhana. Tangannya bergetar saat mencoba mengancingkan kemejanya, pikirannya berkecamuk. "Apa yang gue lakuin ini benar?" tanyanya dalam hati. Ia menatap cermin di depannya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Wajahnya terlihat lebih tenang daripada malam sebelumnya, tetapi ada sorot ragu di matanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Next: Titik Balik

    Di luar, matahari bersinar cerah. Angin pagi yang segar menghembus lembut, menggugah keberaniannya. Ia akhirnya melangkah keluar rumah, kunci mobil di tangan. Namun, ketika sampai di garasi, ia berhenti sejenak. Mobil sport hitam mengilap itu terasa seperti simbol masa lalunya yang mewah dan hampa. Ia memilih berjalan kaki. Setiap langkah menuju masjid terasa seperti perjalanan panjang yang tak berujung. Ia melewati jalanan kecil yang sepi, pikirannya terus dipenuhi pertanyaan. Apa yang akan orang pikirkan? Bagaimana jika ada yang mengenalnya? Tapi di sela semua itu, ada dorongan kuat dalam hatinya untuk terus maju. Langkah demi langkah, ia akhirnya sampai di depan sebuah masjid kecil yang tampak bersahaja. Suara adzan dzuhur baru saja berkumandang ketika ia tiba. Masjid itu terlihat tenang, dengan beberapa orang yang berjalan masuk. Pohon mangga besar di halaman masjid memberikan keteduhan, sementara angin semilir membawa aroma khas sandal kayu yang baru dipakai para jamaah. Farh

    Last Updated : 2024-12-03
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 1: Pertemuan di Masjid Raya

    Farhan menarik napas panjang saat memasuki halaman Masjid Raya yang luas dan megah. Masjid ini selalu menjadi tempat pelariannya dari gemerlap dunia yang sebenarnya bisa ia miliki dengan mudah. Meski memiliki segalanya, ia merasa tidak pernah benar-benar puas. Di sinilah, di tempat sederhana dan penuh ketenangan ini, ia menemukan kedamaian yang tak bisa dibeli dengan harta. Pandangannya menyapu seluruh halaman masjid. Di ujung sana, ia melihat sekumpulan perempuan tengah berbicara sambil tersenyum. Salah satu dari mereka menarik perhatiannya. Mengenakan kerudung sederhana berwarna pastel, ia terlihat begitu teduh, seperti embun yang menyelimuti bunga di pagi hari. Cara gadis itu tertawa kecil sambil menundukkan pandangannya, membuat Farhan merasa ada yang istimewa pada dirinya. “Siapa dia?” batinnya berbisik, tanpa sadar ia tersenyum kecil. Namun, Farhan segera menepis rasa itu. Bagaimana pun, ia tahu bahwa jika ia ingin mendekati gadis seperti itu, ia harus melakukannya dengan

    Last Updated : 2024-12-05
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 2: Kagum dalam Kesederhanaan

    Malam itu, selepas Isya, Farhan menuju masjid untuk menghadiri sebuah kajian rutin yang sudah lama diadakan di sana. Setiap hari Jumat malam, masjid ini ramai oleh para jamaah yang ingin mendengarkan nasihat dan ilmu dari Ustaz Hasan. Farhan jarang melewatkan kesempatan ini, namun kali ini terasa berbeda. Ada motivasi lain yang membuat langkahnya lebih ringan dan hatinya lebih bersemangat. Ia mengenakan kemeja biasa dengan celana panjang sederhana. Penampilannya terlihat seperti kebanyakan orang yang datang ke masjid ini, tidak mencolok sama sekali. Farhan ingin agar semua orang melihatnya sebagai laki-laki biasa, terutama Aisyah. Ia ingin dikenali bukan karena kekayaannya, tetapi karena dirinya apa adanya. Masjid mulai ramai ketika ia tiba. Di dalam, para jamaah sudah duduk rapi, dan Farhan memilih tempat di sudut belakang, tidak jauh dari pintu. Pandangannya tertuju ke depan, mencari sosok yang ingin ia temui. Benar saja, Aisyah sudah duduk di barisan wanita, tidak jauh dari pangg

    Last Updated : 2024-12-05
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 3: Niat Tulus dalam Doa

    Malam yang hangat membalut kota saat Farhan melangkah keluar dari masjid. Langit cerah, bintang-bintang tampak bersinar lembut di atas sana, seolah ikut mendengarkan doa-doa yang baru saja dipanjatkan para jamaah. Suasana damai setelah kajian terasa menenangkan, namun hati Farhan justru bergejolak. Langkah kakinya pelan saat ia menyusuri pelataran masjid yang mulai sepi. Bayangan wajah Aisyah masih tertinggal di benaknya, mengisi relung hati dengan rasa kagum yang tak biasa. Sifat sederhana dan keteguhan iman Aisyah memikatnya lebih dari apapun, lebih dari segala kemewahan yang ia miliki. Tapi di sanalah letak kegundahan Farhan. Bisakah ia mendekati Aisyah tanpa membiarkan statusnya sebagai seorang miliarder terungkap? “Ya Allah, jika memang ini perasaan yang Engkau kehendaki, maka dekatkanlah dia dalam hidupku dengan cara yang baik. Jangan biarkan hatiku terjerat duniawi dalam mengejarnya.” Farhan menutup matanya sejenak, merasakan kedamaian doa yang ia panjatkan. Perlahan, ia m

    Last Updated : 2024-12-06
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 4: Pertemuan Tak Terduga

    Suasana selepas Isya di pelataran masjid begitu damai. Lampu-lampu temaram menerangi jalanan yang mulai lengang, memberikan kesan hangat di tengah sejuknya malam. Farhan, yang baru saja selesai mengikuti kajian, masih berdiri di sisi luar masjid, menikmati keheningan itu. Udara malam terasa begitu lembut, seolah memberinya ruang untuk merenungi perasaannya yang semakin kuat pada Aisyah. Perasaan itu datang tanpa diundang, seperti angin lembut yang tiba-tiba menyentuh hatinya. Entah mengapa, setiap kali ia melihat Aisyah di masjid, ada ketenangan yang sulit dijelaskan, sebuah kedamaian yang langka ditemukan di tengah hidupnya yang penuh tekanan dan hiruk-pikuk dunia bisnis. Sebagai seorang miliarder muda, Farhan terbiasa berhadapan dengan kekayaan dan kesibukan, namun di hadapan Aisyah, semua itu terasa tak berarti. Tanpa sadar, pikirannya melayang kembali pada percakapan singkat mereka beberapa waktu lalu. Senyum lembut Aisyah, suaranya yang penuh ketulusan, se

    Last Updated : 2024-12-07
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 5: Tekanan dari Lingkungan Farhan

    Suasana di kantor Farhan, seperti biasa, penuh dengan energi dan kesibukan. Meja-meja dipenuhi tumpukan dokumen, sementara suara ketikan dan panggilan telepon seolah menjadi latar musik dari keseharian mereka. Namun, di balik kesibukan itu, ada satu hal yang mulai menarik perhatian teman-teman dan rekan kerjanya: perubahan sikap Farhan yang semakin terlihat belakangan ini. Farhan, yang biasanya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk urusan bisnis, belakangan ini justru sering terlihat menghabiskan waktu di masjid. Tidak sedikit dari teman-temannya yang memperhatikan bahwa kini ia lebih sering absen di acara-acara sosial atau pesta yang biasanya ia hadiri. Alih-alih, ia lebih banyak terlibat dalam kegiatan dakwah dan kajian agama. Perubahan ini memancing rasa penasaran, bahkan sedikit keheranan, di antara mereka. “Eh, lo sadar nggak sih, Farhan belakangan ini jadi beda banget?” tanya Rizki, salah satu rekan Farhan, sambil memegang

    Last Updated : 2024-12-07
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 6: Komitmen untuk Mendekati dengan Cara Islami

    Keesokan harinya, di kantor, Farhan kembali fokus pada pekerjaannya. Namun di sela-sela kesibukan itu, pikirannya terus terbayang pada Aisyah. Ia tahu bahwa perasaannya mulai tumbuh semakin dalam, dan ia semakin ingin mendekati wanita itu. Namun di sisi lain, ia juga tahu bahwa jika ia terlalu terbuka, ia bisa saja kehilangan kesempatannya untuk mengenal Aisyah lebih jauh. Siang itu, saat jam makan siang, Adrian dan Rizki kembali mendekati Farhan di kantin kantor. “Farhan, kita udah lama nggak makan siang bareng. Gimana kalau lo ikut kita kali ini?” ajak Adrian sambil tersenyum lebar. Farhan, meski sedikit ragu, akhirnya mengangguk. “Oke deh, gue ikut.” --- Langit pagi tampak cerah ketika Farhan memutuskan untuk mendatangi masjid yang tak jauh dari kantornya. Hari itu, ia merasa hatinya perlu bimbingan lebih untuk menghadapi perasaan yang kian dalam terhadap Aisyah. Dalam diamnya, ia berdoa agar Allah membimbingnya mencari cara te

    Last Updated : 2024-12-08
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 7: Aisyah Mulai Menyadari Kehadiran Farhan

    Suatu sore selepas kajian, Farhan kembali bertemu dengan Aisyah di pelataran masjid. Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan jejak warna oranye di langit yang indah. Aisyah tampak sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tasnya ketika Farhan menyapanya. “Assalamualaikum, Aisyah,” sapa Farhan dengan senyuman ramah. Aisyah menoleh dan membalas salamnya dengan senyuman lembut. “Waalaikumsalam, Farhan. Apa kabar?” “Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri bagaimana?” “Alhamdulillah, baik juga,” jawab Aisyah singkat. Mereka berdua terdiam sejenak, terhanyut dalam suasana sore yang tenang. Farhan merasa hatinya berdebar, namun ia berusaha menahan diri agar tetap tenang. “Aisyah, bolehkah saya bertanya sesuatu?” Farhan bertanya hati-hati. Aisyah menatapnya dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. “Tentu saja, apa yang ingin kamu tanyakan?” Farhan tersenyum kecil,

    Last Updated : 2024-12-09

Latest chapter

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 72: Akhir yang Menggantung

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela kamar rumah Farhan. Setelah kejadian mencekam di rumah sakit, mereka memutuskan untuk sementara waktu tinggal bersama di rumah besar Farhan yang terletak di pinggiran kota. Meski sederhana dibandingkan properti lain yang dimilikinya, rumah ini tetap terasa nyaman, terutama dengan pemandangan kebun luas di belakangnya. Safira sedang duduk di lantai ruang keluarga, bermain dengan boneka kecil yang diberikan Farhan. Wajahnya tampak ceria, tapi sesekali ia melirik ke arah ayahnya, Arman, yang duduk di sofa dengan pandangan kosong. Ada sesuatu di wajah Arman yang membuat Safira tahu bahwa pria itu sedang memikirkan hal berat. "Safira, sayang. Kamu lapar?" suara lembut Farhan memecah keheningan. Ia baru saja selesai membuat teh di dapur, membawa nampan kecil berisi cangkir dan beberapa kue kering. Safira menggeleng kecil, namun matanya berbinar saat melihat kue di tangan Farhan. "Aku mau kuenya aja, O

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 71: Ancaman Terakhir

    Lorong rumah sakit malam itu terasa begitu sunyi, tapi ada sesuatu yang mencurigakan di udara. Farhan berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan wajah serius. Sebuah panggilan telepon baru saja ia tutup. Ia menoleh ke arah Arman yang sedang duduk di sofa kecil sambil menemani Safira yang tertidur lelap di pangkuannya."Arman," kata Farhan, suaranya rendah tapi tegas. "Mereka bergerak."Arman mengangkat wajahnya, matanya tajam. "Kamu yakin?"Farhan mengangguk pelan. "Barusan aku dapat kabar dari Jamil. Mereka sudah dekat. Kemungkinan besar, mereka akan menyerang malam ini."Arman menghela napas panjang. Ia memandangi Safira yang terlelap dengan wajah polos, tak tahu apa-apa soal bahaya yang mengancam. "Kita nggak bisa biarkan mereka sampai ke sini, Han. Safira harus selamat."Farhan merapatkan jaketnya, lalu berjalan ke arah pintu. "Aku sudah hubungi polisi. Mereka bilang butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke sini. Tapi kita ta

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 70: Pertemuan Keluarga

    Suasana di ruang tunggu rumah sakit masih dipenuhi ketegangan. Farhan duduk dengan pandangan kosong, sementara Arman bersandar di dinding dengan kedua tangan terlipat di dada. Wajah lelah mereka terlihat jelas, tetapi pikiran mereka terlalu sibuk untuk memikirkan rasa kantuk atau kelelahan fisik. Kabar dari dokter tadi masih terngiang di kepala mereka."Safira selamat ... tetapi kondisinya sangat kritis."Farhan menghela napas panjang, kedua tangannya mengepal erat di lutut. Ia memejamkan matanya, berusaha menenangkan diri. Pikirannya berputar-putar, memutar kembali semua yang terjadi malam itu. Jamil yang gugur, Safira yang terluka, dan Arman yang akhirnya berhasil ia selamatkan. Semuanya terasa seperti mimpi buruk yang belum berakhir.Arman menatap saudaranya. Ia tahu Farhan sedang menyalahkan dirinya sendiri. "Farhan," panggilnya pelan.Farhan membuka matanya perlahan, menoleh ke arah Arman. "Ya?" suaranya terdengar berat."Aku tahu ap

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 69: Pengorbanan Besar

    Udara malam terasa dingin menusuk tulang, tetapi itu tidak mengurangi tekad Farhan dan timnya. Mereka berjalan dengan langkah hati-hati di sekitar pabrik tua yang gelap dan sunyi, hanya ditemani suara angin yang berdesir pelan. Cahaya bulan samar-samar menerangi area sekitar, cukup untuk membuat mereka melihat jalan, tetapi tidak terlalu terang hingga keberadaan mereka mudah terdeteksi.Farhan berhenti di belakang sebuah dinding beton yang sudah mulai retak. Ia mengangkat tangan, memberi isyarat kepada timnya untuk berhenti. "Haris," bisiknya pelan. "Cek area sekeliling. Pastikan tidak ada penjaga yang berkeliaran."Haris mengangguk tanpa suara, lalu bergerak dengan tubuh merendah ke arah yang ia tuju. Sementara itu, Farhan, Adnan, dan Jamil tetap di tempat, mengawasi dengan penuh kewaspadaan. Waktu terasa berjalan sangat lambat, setiap detiknya membuat ketegangan di dada mereka semakin berat.Ketika Haris kembali, wajahnya tampak serius. "Ada dua penjaga

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 68: Operasi Rahasia

    Di ruang kerjanya yang sederhana namun rapi, Farhan duduk dengan wajah serius. Di meja, peta besar dan beberapa dokumen berserakan. Matanya menelusuri setiap detail, seolah-olah mencari celah untuk menyusun strategi yang sempurna. Di seberang meja, Adnan, salah satu teman kepercayaannya, duduk sambil memegang lembaran kertas yang sama. "Farhan, rencana ini terlalu berisiko," ujar Adnan, suaranya penuh kekhawatiran. "Kita bahkan belum tahu pasti lokasi tempat Arman ditahan. Kalau sampai salah langkah, akibatnya bisa fatal." Farhan mendongak. Tatapannya tajam, tetapi tidak kehilangan kelembutan yang selalu ada dalam dirinya. "Adnan, ini bukan soal risiko. Ini soal keluarga. Arman adalah saudara saya, dan saya tidak bisa diam saja sementara dia ada di tangan orang-orang seperti itu." Adnan menghela napas panjang. "Aku tahu, Han. Tapi kita harus realistis. Kalau kita gegabah, mereka bisa bertindak lebih ekstrem. Bahkan nyawa Arman bisa teranc

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 67: Tanda Kehidupan Arman ll

    Farhan berdiri di depan pintu rumahnya, memandangi jalanan yang mulai gelap. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma hujan yang menggantung di udara. Pikirannya penuh, bercampur aduk antara kekhawatiran dan harapan. Pria yang tadi menemuinya di gudang telah memberikan informasi yang mengguncang hatinya: Arman, saudara kembarnya yang selama ini dianggap hilang, ternyata masih hidup. Namun, kabar itu datang dengan harga yang mahal. Di dalam rumah, Aisyah duduk di ruang tamu, memandangi pintu yang baru saja ditutup oleh Farhan. Ia tahu suaminya sedang menghadapi sesuatu yang besar, sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya. Dengan tangan yang gemetar, ia meraih tasbih di meja dan mulai berdoa. "Ya Allah, lindungi dia. Berikan dia kekuatan untuk menghadapi apa pun yang ada di depannya," bisiknya pelan. Farhan akhirnya masuk ke dalam rumah, langkahnya berat. Ia melihat Aisyah yang menatapnya dengan penuh tanya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Aisyah lembut. Farhan mengangguk, mesk

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 66: Pertemuan dengan Orang Misterius ll

    Farhan menatap Aisyah, berharap menemukan jawaban di matanya. Tapi Aisyah hanya diam. Tatapan lembutnya menyimpan kebimbangan yang sama. Ia tahu, di satu sisi, Arman adalah saudara kandung Farhan, darah daging yang harus diselamatkan. Tapi di sisi lain, situasi ini menyeret mereka semakin dalam ke dalam bahaya. Aisyah ingin bicara, tapi kata-katanya seolah tercekat di tenggorokan.Yusuf memecah keheningan. "Farhan, waktu terus berjalan. Kalau kamu terus terjebak dalam kebimbangan ini, kita bisa kehilangan dua hal sekaligus-Arman, dan mungkin, kesempatan untuk memperbaiki semuanya."Farhan menarik napas dalam-dalam. Ia menunduk lagi, kedua tangannya masih mengepal erat. "Aku tahu, Yusuf. Tapi bagaimana aku bisa membuat keputusan ini? Safira masih kecil. Dia butuh aku di sini. Di sisi lain, aku tidak bisa membiarkan Arman begitu saja. Kalau dia benar-benar dalam bahaya, apa aku tega membiarkannya?"Aisyah akhirnya membuka suara, suaranya tenang, tapi sarat d

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 65: Tanda Kehidupan Arman

    "𝖠𝗄𝗎 𝗇𝗀𝖾𝗋𝗍𝗂, 𝖠𝗂𝗌𝗒𝖺𝗁. 𝖠𝗄𝗎 𝗃𝗎𝗀𝖺 𝗇𝗀𝖾𝗋𝖺𝗌𝖺 𝗁𝖺𝗅 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝗌𝖺𝗆𝖺. 𝖳𝖺𝗉𝗂 𝗄𝗂𝗍𝖺 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝖻𝗈𝗅𝖾𝗁 𝗇𝗒𝖾𝗋𝖺𝗁. 𝖪𝗂𝗍𝖺 𝗁𝖺𝗋𝗎𝗌 𝗄𝗎𝖺𝗍." 𝖠𝗂𝗌𝗒𝖺𝗁 𝗆𝖾𝗇𝗀𝖺𝗇𝗀𝗀𝗎𝗄 𝗄𝖾𝖼𝗂𝗅, 𝗆𝖾𝗌𝗄𝗂 𝗁𝖺𝗍𝗂𝗇𝗒𝖺 𝗆𝖺𝗌𝗂𝗁 𝖽𝗂𝗉𝖾𝗇𝗎𝗁𝗂 𝗄𝖾𝗋𝖺𝗀𝗎𝖺𝗇. 𝖨𝖺 𝗍𝖺𝗁𝗎 𝖻𝖾𝗍𝖺𝗉𝖺 𝖻𝖾𝗌𝖺𝗋 𝖼𝗂𝗇𝗍𝖺 𝖥𝖺𝗋𝗁𝖺𝗇 𝗄𝖾𝗉𝖺𝖽𝖺 𝖠𝗋𝗆𝖺𝗇, 𝗌𝖺𝗎𝖽𝖺𝗋𝖺 𝗄𝖾𝗆𝖻𝖺𝗋𝗇𝗒𝖺. 𝖳𝖺𝗉𝗂 𝗌𝗂𝗍𝗎𝖺𝗌𝗂 𝗂𝗇𝗂 𝗃𝖺𝗎𝗁 𝗅𝖾𝖻𝗂𝗁 𝗋𝗎𝗆𝗂𝗍 𝖽𝖺𝗋𝗂𝗉𝖺𝖽𝖺 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝗉𝖾𝗋𝗇𝖺𝗁 𝗂𝖺 𝖻𝖺𝗒𝖺𝗇𝗀𝗄𝖺𝗇. 𝖲𝗎𝖺𝗌𝖺𝗇𝖺 𝗁𝖾𝗇𝗂𝗇𝗀 𝗅𝖺𝗀𝗂. 𝖧𝖺𝗇𝗒𝖺 𝗌𝗎𝖺𝗋𝖺 𝖽𝖾𝗍𝖺𝗄 𝗃𝖺𝗆 𝖽𝗂𝗇𝖽𝗂𝗇𝗀 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝖽𝖾𝗇𝗀𝖺𝗋, 𝗆𝖾𝗆𝖻𝗎𝖺𝗍 𝗆𝖺𝗅𝖺𝗆 𝗍𝖾𝗋𝖺𝗌𝖺 𝗌𝖾𝗆𝖺𝗄𝗂𝗇 𝗅𝖺𝗆𝖻𝖺𝗍. **** 𝖯𝖺𝗀𝗂 𝗁𝖺𝗋𝗂𝗇𝗒𝖺, 𝖥𝖺𝗋𝗁𝖺𝗇 𝗆𝖾𝗇𝖾𝗋𝗂𝗆𝖺 𝗌𝖾𝖻𝗎𝖺𝗁 𝗉𝖾𝗌𝖺𝗇 𝗍𝖺𝗄 𝖽𝗂𝗄𝖾𝗇𝖺𝗅 𝗆𝖾𝗅𝖺𝗅𝗎𝗂 𝗉𝗈𝗇𝗌𝖾𝗅𝗇𝗒𝖺. 𝖭𝗈𝗆𝗈𝗋 𝗂𝗍𝗎 𝗍𝗂𝖽𝖺𝗄 𝗍𝖾𝗋𝗌𝗂𝗆𝗉𝖺𝗇, 𝖽𝖺𝗇 𝗂𝗌𝗂

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 64: Pertemuan dengan Orang Misterius

    Malam itu begitu sunyi, hanya suara angin yang sesekali berdesir di antara dedaunan. Aisyah berdiri di belakang Farhan, tubuhnya sedikit gemetar. Pintu depan rumah mereka diketuk lagi, kali ini lebih keras, seperti seseorang yang tidak sabar menunggu. "Mas, hati-hati," bisik Aisyah, suaranya nyaris tak terdengar. Farhan menoleh sebentar, memberikan senyuman tipis yang seolah ingin menenangkan istrinya. Tapi Aisyah tahu, di balik senyuman itu, ada kegelisahan yang sama. Farhan melangkah perlahan ke pintu, tangannya terulur ke gagang pintu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu itu.Dan di sana, berdiri seorang pria dengan wajah yang tak asing. Rambutnya sedikit berantakan, matanya tajam, dan tubuhnya terlihat kurus. Farhan tertegun, mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. "Kamu ...?" bisiknya, nyaris tak percaya.Pria itu tersenyum tipis, tapi senyumnya tidak membawa kehangatan. Ada sesuatu yang dingin di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status