Setelah acara makan siang yang canggung itu, aku memaksa Vani untuk pulang. Walau awalnya dia menolak, tetap aku bersikeras untuk pulang. Aku tidak ingin berlama-lama berdekatan dengan Rian.
Rian terlihat kecewa dengan sikapku. Sebenarnya dia ingin mengajak kami nonton di bioskop tapi aku menolaknya. Dengan rasa kecewa, Rian mengikuti langkah kami menuruni eskalator menuju parkiran.
Saat sampai di lantai dua Mall, pandanganku bertemu dengan sosok yang selalu ada dalam pikiranku. Dia suamiku, Arga. Dia tengah menemani Anita memilih pakaian. Hatiku langsung sakit melihatnya, apa perayaan anniversary mereka di mulai dari siang ini sampai malam? Arga sudah bilang dia akan telat pulang ke rumah hari ini.
"Ada apa? Kenapa berhenti?" Vani bertanya dengan heran saat langkah kakiku terhenti begitu saja. Pandanganku lurus menghadap kepada sepasang kekasih itu yang tengah asyik memilih pakaian.
Vani melirik pada tatapan mataku, sontak dia berdecak kesal meliha
Aku sontak berdiri saat melihat Arga berdiri tepat di hadapanku."Mas sudah pulang?" tanyaku dengan sedikit rasa khawatir."Sudah, kamu ngapain tidur di sini?""Aku sengaja mau nungguin kamu, Mas!"Arga menatapku dengan tampang tak suka."Cihhhh... jangan berlagak seperti istriku yang sebenarnya!" Ucapan Arga sontak membuatku tersudut. Aku tahu dia marah padaku."Maafkan aku atas kejadian tadi siang, Mas! Aku tak meminta Rian bersikap seperti itu!""Oooo..jadi nama laki-laki itu Rian? Kamu sungguh keterlaluan. Kenapa masalah kita kamu bicarakan pada semua orang?" Kilatan kemarahan terpancar jelas dari pandangan Arga padaku."Tidak, Mas! Aku tidak mengatakan apapun pada Rian. Aku hanya bicara itu pada satu orang, dan dia adalah Vani. Teman dekatku, dia yang menyampaikan itu pada Rian.""Sama saja! Intinya kamu mengumbar masalah kita pada semua orang. Sebenarnya apa yang membuatmu bertahan dalam rumah tangga in
Sejak insiden hari itu, Arga kembali bersikap dingin padaku. Setiap hari dia tidak mau memakan masakanku. Mukanya selalu jutek saat melihatku. Sering aku berupaya untuk meminta maaf tapi semua itu tak di gubris Arga.Sikap diam Arga membuatku frustasi. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Dia membangun tembok pemisah di antara kami. Aku hanyalah seperti pembantu yang tak di hargai sedikitpun di rumah itu.Hari ini hari libur. Sejak pagi Arga masih betah mengurung diri di kamarnya. Padahal aku sudah menyiapkan sarapan untuknya. Saat aku mengetuk pintu kamarnya, hanya suara hardikan Arga yang ku dengar. Memintaku untuk tidak mengganggunya.Aku terduduk lesu di sofa ruang tamu rumah, bahkan aku juga tak berselera untuk sarapan walau hanya sedikit saja. Sampai kapan Arga akan bersikap seperti itu?Lamunanku buyar, saat mendengar suara bel rumah. Cepat-cepat aku berdiri lalu membukakan pintu."Kamu? Ngapain pagi-pagi sudah datang ke sini? Apa
Lama aku termenung seorang diri di sudut ranjang kamarku. Aku tak menemukan solusi apapun untuk hubunganku dan Arga. Aku tak tahu lagi jalan mana yang harus aku tempuh.Aku kaget saat mendengar suara ketukan di pintu kamarku. Segera aku bangkit dan membukakan pintu kamar."Apa ada, Mas?" Ternyata Arga yang mengetuk pintu kamarku. Ku lirik ke arah ruang televisi, di sana masih ada Anita yang tengah asyik menonton televisi."Aku mau keluar! Kamu bersihkan kamarku, dan jangan lupa cuci semua baju kotorku! Kalau nanti aku pulang semuanya belum beres, awas kamu!" ancamnya padaku."Baik, Mas! Aku akan mengerjakan semua itu."Arga lalu berjalan menuju ruang televisi."Ayo sayang! Kita berangkat!" ujar Arga pada Anita.Anita tersenyum ceria lalu menyambar kunci mobil Arga dari atas meja. Dia menatapku sambil melambaikan kunci mobil itu padaku, apalagi tujuannya selain pamer bahwa dia akan di belikan mobil baru oleh Arga. Senyum kemenangan ter
"Susan!" Suara teriakan Arga seakan memecahkan gendang telingaku. Buru-buru aku memasuki kamar Arga."Ada apa, Mas? Kenapa teriak seperti itu?" tanyaku."Ayo, cepetan kemasi barang-barangku! Dua jam lagi kita harus sampai di Bandara, dan kamu hanya sibuk menyiapkan barang-barangmu saja!" sungut Arga padaku."Iya, Mas! Aku akan persiapkan semuanya.""Cepetan!" hardik Arga.Aku buru-buru membuka koper Arga, lalu memilih pakaian yang pantas untuk di bawa ke Bali, tempat bulan madu kami.Aku sedikit antusias membayangkan pergi berduaan seperti ini dengan Arga. Aku harap, sikapnya menjadi sedikit melunak padaku nantinya.Aku sudah mempersiapkan semua kebutuhan Arga, sesekali Arga mengatakan barang apa saja yang dia inginkan untuk di bawa.Setelah merasa yakin, akupun kembali ke kamarku. Aku lupa memasukkan bingkisan yang Mama mertua berikan padaku saat meninggalkan rumahnya kemaren. Dia bilang jangan membuka itu saat di rumah, nanti
Aku buru-buru meraih hijab instans yang terletak di atas ranjang. Lalu memakainya dengan cepat."Kenapa memandangiku seperti itu?" Aku sedikit risih melihat tatapan Arga."Kamu kenapa sih? Menutupi rambut indahmu itu dengan hijab. Aku yakin sekali penampilan kamu akan lebih berbeda jika tak menggunakan hijab.""Aku sudah sedari kecil pakai hijab. Aneh saja rasanya kalau tidak menggunakannya," jawabku sambil duduk di sofa santai yang ada di kamar itu."Berarti itu karena paksaan?""Bukan, memang dari dulu aku di ajarkan untuk terbiasa berhijab. Namun sekarang, aku merasa hijab ini bagian dari iktiarku untuk menjaga diri. Melindungi diri dari pandangan buruk, seperti pandangan kamu tadi!" ucapku sambil melirik Arga."Hahaha... aku kan suamimu, jadi nggak salah dong jika aku bisa melihat rambut indahmu itu?" Aku mengangkat alis saat mendengar ucapan Arga. Emang dia pernah menganggap aku istrinya?"Nggak salah ngomong ini?" tanyaku balik.
Pagi harinya, setelah sholat subuh, Arga mengajakku jogging di tepi pantai yang terlihat ramai oleh pengunjung. Sambil menikmati keindahan sunrise.Sebagian orang mungkin lebih menyukai pemandangan matahari terbenam di pantai. Tetapi, pemandangan matahari terbit juga tak kalah indahnya. Langit yang gelap perlahan mulai terang karena matahari yang mulai nampak. Bulan yang semula berwarna kuning pelan-pelan menjadi putih lalu akhirnya hilang.Awan bergulung-gulung seakan menyambut datangnya pagi. Udara segar di pagi hari begitu nikmat dan sehat untuk di hirup. Serta ombak yang berdebur menggoda untuk kita ikut serta terjun bermain air.Aku dan Arga berlari-lari kecil sambil menikmati sapuan angin lembut dan udara yang begitu menyegarkan itu."Di sini indah sekali, Mas!" ucapku lirih saat kami berhenti sejenak sambil memandangi deburan ombak. Matahari mulai menampakkan sinar terangnya. Menghangatkan tubuh dan itu sangat menyegarkan."Kalau
Kami segera turun menuju mobil yang akan membawa kami mengelilingi Bali. Aku sudah tidak sabar menjajahi Bali.Tempat pertama yang mereka ajak kami kunjungi adalah desa wisata kintamani. Aku sangat suka dengan keramahan penduduk lokal saat kami berjalan-jalan santai di sana. Arga memaksaku untuk ikut menikmati berendam di kolam air panas dari sumber alami yang terletak di desa Toya Bungkah. Karena tak membawa baju ganti, aku menolak permintaan Arga. Kalau tahu akan ada kolam air panas, pasti aku sudah menyiapkan baju ganti."Ayo, ikutan berendam. Nanti kita beli pakaian saja di sekitar sini, pasti ada kok!" paksa Arga."Jangan, Mas saja yang berendam. Aku main di tepi kolam saja!" tolakku.Arga sangat menikmati aktifitasnya merendam di kolam air panas itu. Dia ternyata membawa baju ganti di dalam tas yang dia bawa. Kenapa dia tidak mengatakan padaku sedari awal?Aku hanya bermain di tepi kolam, sambil menikmati keindahan pemandangan danau Batur. Se
Aku keluar dari kamar mandi setelah berpakaian dan menggunakan hijab instan. Ku lihat Arga masih terlelap, sebentar lagi azan magrib akan berkumandang. Aku memilih duduk di sofa sambil memandang keindahan pantai.Menjelang magrib seperti ini, keramaian di sekitar pantai tak berkurang sedikitpun. Aku mendesah pelan, mencoba berdamai dengan pikiranku. Apapun yang terjadi tadi, tidak sepenuhnya salah Arga. Aku yang tak menolak sentuhan itu hingga membaut Arga melakukan semuanya. Aku hanya berharap Arga bisa mulai mencintaiku juga.Saat azan magrib berkumandang, aku segera berwudhu dan sholat magrib. Saat selesai sholat, aku lihat Arga sudah tidak ada di atas ranjang. Hanya terdengar suara air dari kamar mandi. Ternyata dia sudah bangun.Aku merasa sedikit malu pada Arga. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Dengan cepat aku melipat mukena dan sajadah lalu duduk di sofa menghadap keluar jendela.Arga keluar dari kamar mandi, dengan santainya dia keluar