Lira menjerit dan memukul Johan sekuatnya. Dia pertahankan mati-matian bajunya yang telah tercabik dan memperlihatkan sebagian tubuh indahnya.
"Kakaak !" Lira menjerit saat Johan menyatukan kedua tangan Lira ke atas dengan satu tangan. Sedangkan tangannya yang lain meremas dan mencium di mana Andreas meninggalkan tanda.
Otaknya seperti berputar. Pandangan Lira serasa gelap menatap langit-langit kamarnya yang terasa remang padahal lampu menyala terang.
Dia tak percaya." Kakak..ini bukan Kakak, ini bukan Kakak.." pikirannya terus menolak.
"Hai, Lir."
Sapaan pertama Johan saat mereka pertama bertemu terbayang.
Johan mencium dan menyesap semua bagian atas dari tubuh Lira. "Lembut sekali, Lir." matanya berkilat menatap di antara dua gundukan daging yang di penuhi tanda merah darinya. Di beberapa bagian bahkan terdapat bekas gigitan.
<Obat bius ?" kening Sonia berkerut. "Untuk apa ?" tanyanya."Kau ingin memberikan atau tidak ?" Johan duduk bersandar pada meja sambil melipat kedua tangannya ke dada.Ini sudah masuk hari ke lima sejak Johan keluar dari Rumah sakit dan kini telah aktif Kuliah lagi. Seperti saat ini, mereka tengah di dalam ruang kelas Fakultas Kedokteran tempat Sonia mengambil jurusan."Apa kau membutuhkannya untuk Papa mu ?" selidik Sonia.Johan terkekeh.Sonia makin curiga. Sejak keluar dari Rumah Sakit mood Johan sangat baik. Bahkan ia bisa tersenyum dan ramah kepada semua orang yang berpapasan dengannya."Baiklah kau tidak mau membantu." Johan menyampirkan tas ranselny ke pundak sebelah kanan dan berdiri tegak, bersiap untuk pergi."Tunggu." cegah Sonia sambil meraih lengan Johan.Lelaki yang siang ini memakai kaos merah dan celan
Setengah jam kemudian Johan telah sampai di Rumah. Biasanya di halaman depan sudah menunggu Sopir yang bertugas membawa mobil nya ke garasi. Atau akan tampak beberapa Satpam dan Tukang kebun yang biasa merapikan taman. Tapi kali ini tak tampak siapa pun.Johan membuka pintu dan melangkah ringan. Sunyi tanpa ada seorang pun yang membuka kan pintu dan menyambutnya."Tuan Muda." seorang Pelayan wanita yang tempo hari memergoki Johan membunuh buruk kesayangan Ayahnya berjalan mendekat.Johan menoleh ke arahnya."Tadi pagi ada teman Nona Lira yang ke sini." ia menunduk.Bibir Johan menipis. Ia tahu itu Andreas. " Lalu kau bilang apa ?" tanyanya."Sesuai perintah Tuan Muda, saya mengatakan Nona Lira sedang berlibur." jawab si Pelayan wanita."Gadia pintar." Johan terkekeh.Kedua pipi Pelayan wanita itu memerah. Tapi d
Entah sudah berapa kali Johan memaksa Lira untuk memuaskan hasratnya. Selama hampir satu minggu Lira terkurung di dalam kamarnya sendiri yang berubah bak neraka dunia."Lir, kenapa kau enak sekali ?" suara Johan yang berada di atas dan tengah berbisik di telingannya membuat Lira gemetar dengan air mata yang meleleh deras.Lira sangat syok. Begitu syok sampai ia tidak bisa berbicara dan bertingkah seperti anak kecil yang ketakutan tiap waktu.Lira juga menjadi takut melihat sosoknya sendiri di cermin. Ia akan menjerit-jerit seperi orang gila saat tak sengaja melihat pantulan wajahnya di kaca.Bahkan untuk makan pun Lira tak sanggup, kecuali di bawah ancaman Johan dan lelaki itu pula yang menyuapinya sedikit demi sedikit.Hidup normal Lira serasa hilang dalam sekejam. Dan di gantikan mimpi buruk yang tak pernah terbayangkan.Lira berbaring telentang dengan mata
Lira berteriak histeris saat Johan menjulurkan tangan untuk meraihnya. Dia kembali menangis dan berusaha untuk melepaskan diri. Johan tersenyum lebar tanpa mau melepas pegangan tangannya pada pergelangan lengan Lira. "Ada apa Lira sayang ?" tanyanya ringan. Lira makin keras berteriak. Di pukulinya berkali-kali dada dan pundak Johan agar lelaki itu menjauh darinya. Tapi itu hanya serasa seperti kibasan ringan yang membuat Johan tertawa geli. "Ayo makan." wajah tampan dan suara ramah Johan masih terpampang di hadapan raut wajah Lira yang basah oleh air mata dan raut ketakutan. "Aku akan menyuapi mu, ya ?" Johan tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi dan tak bercela. Lira mengeleng berkali-kali dengan suaranya yang mirip cicitan tikus karena begitu memelas dalam upaya melepaskan dirinya yang tak mungkin berhasil. Senyum Johan makin sumringah. Ia mel
Hujan rintik-rintik mengiringi kepulangan suami istri Prawira yang baru saja memarkirkan mobilnya di depan rumah.Supir pribadi mereka bergegas turun membukakan pintu untuk Sang Majikan."Selamat datang Tuan, Nyonya." Dua orang Pelayan wanita sudah menunggu untuk membawakan barang-barang mereka.Aji yang baru turun dari mobil mengerenyit. "Aku tidak pernah melihat kalian." ia berkata."Ada apa ?" tanya Liana yang terhalang Suaminya karena berhenti mendadak.Kedua Pelayan itu masih menunduk, pura-pura sibuk membantu si Supir yang mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobil."Wajah mereka..aku jarang memperhatikan Pelayan. Tapi, aku kurang familiar dengan mereka." Aji mencermati.Istrinya ikut memperhatikan."Kami memang baru..." salah satu dari Pelayan itu menunduk dan akhirnya angkat bicara."Pap
Pasangan suami istri itu terkejut mendengar penuturan Johan."A'apa ?" Liana yang pertama berucap. Sedang suaminya masih membelalakkan mata menatap ke arah anak lelakinya."Lira sedang dekat dengan seorang." Johan mengulang kalimatnya. "Mungkin mereka berpacaran,atau..entahlah yang jelas mereka dekat." Johan berkata ragu."Siapa? Sejak kapan?" tanya Liana tak sabar.Johan menelan ludah. Ia seperti ragu untuk mengungkapkan. Dilirik Ayahnya yang masih menatap tajam ke arahnya. "Papa pasti tahu anak lelaki keluarga Marthadinata." ucap Johan perlahan.Aji kaget mendengarnya. Ia dan istrinya saling pandang, sebelum kembali melihat ke arah Johan."Lira dekat dengannya." lanjut Johan sambil menautkan jari-jemari tangannya gelisah."Yang mana ?" Aji akhirnya bersuara. "Yang aku tahu Adnan Marthadinata punya dua orang putra. Tapi yang sering ikut
Mereka terus masuk ke lorong dengan penerangan remang-remang. Semakin ke dalam, mulai terdengar keramaian dari suara orang-orang yang bersorai dan berteriak.Semakin terang dan luas area yang mereka jajaki. Terlihatlah sebuah tempat mirip area tinju lengkap dengan ring ditengah dan deretan kursi penonton yang mengelilingi.Di atas ring tampak dua orang pria bertopeng dengan beberapa bagian tubuhnya yang terluka saling menendang dan memukul."Aku kira kau akan melewatkan kesempatan ini." seorang pria gempal berjas hitam dengan topeng menyeramkan menutupi separuh wajahnya menghadang langkah mereka."Mana mungkin aku melewatkan uang yang pasti jadi milikku." Johan berkata ringan.Pria itu tertawa terbahak. "Aku bertaruh banyak untukmu, Joker. Jangan kecewakan aku." ia menyalakan cerutunya."Aku pastikan kau akan semakin kaya dengan bisnis ini Mr Jack." Joh
Hampir tidak ada peraturan dalam pertandingan brutal tersebut selain di larang memukul wajah dan area vital. Lainnya bebas. Bahkan jika salah satu petarung meninggalpun, akan ada pihak yang membereskan tanpa si lawan harus susah-susah bertanggung jawab atas kematianya.Miris? Ya, semua kembali ke uang yang berkuasa. Dalam semalam seorang gelandangan yang pandai ilmu bela diri dan ikut terjun ke dalam turnamen dan memenagkannya, niscaya esoknya dia akan menjadi kaya raya.Jadi jangan heran jika seorang Johan yang walaupun terlahir dari keluarga mampu, namun minim uang jajan, bisa membelikan Sonia satu unit Apartemen lengkap dengan isinya pasca pembunuhan yang mereka lakukan pada Ayah tiri Sonia.BUAAAKK!!Sebuah pukulan di dada langsung di layangkan Dog begitu tanda pertandingan di mulai berbunyi. Johan oleng, namun tidak sampai membuatnya ambruk. Ia hanya terdorong sampai batas ring dan langsung berp