Share

Luka yang Menganga

Author: Intan Resa
last update Huling Na-update: 2023-04-10 14:24:22

"Jual sayur tak seberapa uangnya, Mas. Apalagi tetangga sering berhutang dan tak tahu kapan dibayar. Mas juga dibilangin, jangan kasih utangan, tetap aja dikasih. Pokoknya Mas harus coba merantau. Kemarin ada orang yang cari anggota baru untuk memanen sawit," ujar Yunita tiga tahun lalu. 

Fajar yang berprofesi sebagai penjual sayur keliling menghembuskan napas kasar. Dia juga sudah tahu tentang tawaran pekerjaan ini dari salah seorang temannya. Sudah banyak yang pergi ke sana dan pulangnya mereka berhasil membangun rumah atau modal usaha. 

"Tapi Mas tak mau jauh dari kalian, Sayang. Kamu dan Hera di sini berdua, tak ada laki-laki. Mas cemas kalau ada orang yang berniat jahat karena tahu tak ada laki-laki di rumah ini."

"Haduh, Mas. Apa pernah kejadian di kampung ini penjahat masuk rumah? Berapa banyak janda di kampung ini, tak pernah ada berita maling. Kecuali barang diletakkan di luar semalaman, baru hilang," ujar Yunita mulai kesal. Fajar termasuk lelaki yang selalu ingin dekat dengan anak dan istri, ke warung kopi saja hanya sesekali agar bisa banyak mengobrol dengan Hera. 

Sengaja Yunita meminta sang suami bekerja cukup jauh karena dia tahu kalau jaraknya dekat, Fajar bisa sering pulang. 

"Baiklah, Mas akan pergi."

"Benarkah? Makasih, Sayang." Perempuan dengan rambut panjang bergelombang itu langsung mencium pipi sang suami. 

"Tapi kalian ikut, ya, Sayang. Di sana juga ada sekolah kok."

Yunita langsung cemberut, lalu membelakangi sang suami. 

"Katanya sayang pada kami, tapi berkorban seperti itu saja tak mau. Kalau ikut ke sana, apa gak kasihan sama Hera, Mas. Dia harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan sekolahnya jauh pula."

Fajar bimbang. Kebahagiaan keluarga kecilnya adalah impian seorang suami. Melihat kesuksesan tetangga yang kerja di sana juga, dia memang tergiur. Tapi kebanyakan dari mereka pergi dengan keluarga karena para istri pun bisa bekerja. Dengan begitu, uang lebih cepat terkumpul. Namun, Yunita sudah jelas menolak untuk ikut. 

"Baiklah, Sayang. Mas akan merantau, tapi kamu harus janji."

Fajar berujar sembari memeluk istrinya dari belakang. Wanita yang tetap cantik dalam keterbatasan ekonomi itu langsung tersenyum semringah. 

"Janji apa, Mas?"

"Mas boleh pulang setahun sekali."

"Hah? Sayang ongkosnya, Mas. Lebih baik uangnya ditabung. Orang juga pulang sekali dua tahun, kadang sekali tiga tahun, Mas," protes Yunita. 

"Kalau begitu, tidak usah pergi sama sekali. Setahun saja adalah waktu yang cukup lama untuk menahan rindu"

"Jangan gitu dong, Mas. Oke, gak apa-apa," balas Yunita pasrah. 

"Kamu juga harus janji, kalian baik-baik di sini. Jaga dirimu, hatimu dan anak kita," tandas Fajar. 

"Pasti, Mas. Aku sayang kamu."

Percakapan malam itu pun berakhir di peraduan, meluapkan rasa cinta yang akan terpisah jarak dan waktu. 

Air mata meluncur tanpa permisi. Fajar menangis tanpa suara mengingat keharmonisan mereka dulu. Namun, sekarang istrinya yang penyayang telah memberikan perhatiannya pada seorang lelaki di hadapannya sendiri.

"Fajar, ayo masuk, Nak! Malu dilihat tetangga," ujar Bu Sumi. Tergopoh dia datang dari dapur karena mendengar teriakan putranya yang melengking. Beberapa tetangga kelihatan mengintip dari jendela rumah masing-masing. 

"Ya Allah, Nak. Tanganmu berdarah. Ayo kita obati."

Bu Sumi menarik pergelangan tangan Fajar. Hatinya cemas karena mengucur darah dari telapak tangan kanan putranya. 

Duduk di kursi plastik, Fajar masih menatap nanar ke arah pintu. Tak kelihatan Yunita datang untuk mengkhawatirkan dirinya yang sedang terluka akibat terlalu keras mengepalkan tangan hingga kuku melukai. 

Bu Sumi mengambil kain dan mengelap tangan Fajar. Wajah lelaki berusia 35 tahun itu tak sedikit pun meringis saat di teteskan getah pohon yang daunnya mirip daun singkong. Tumbuh sebatang di belakang rumah. Biasanya akan terasa perih bila di teteskan di luka, tapi akan cepat sembuh. 

"Sudahlah, Bu, tidak usah diobati. Ini tak sakit kok. Palingan juga dua hari ini sembuh sendiri. Yang sakit itu di sini," ujar Fajar, menekan dadanya. 

Bendera kuning tak hanya dipasang di depan rumah, tapi tertancap juga di hati. Cinta itu telah mati. 

Terdengar suara deru mobil, lalu perlahan menjauh. David telah pulang, barulah Yunita masuk. 

"Mas keterlaluan. Dia itu sepupu jauhku, teganya Mas memukulnya. Dia itu orang kaya dan punya banyak kerabat polisi. Kalau sampai Mas dipenjarakan, jangan salahkan aku," cetus perempuan yang dulu menerangi hati Fajar. Sekarang sudah gelap gulita. Padam seketika saat melihat kenyataan. 

"Sepupu? Sepupu yang menghangatkan badanmu?" desis Fajar, tak menoleh sama sekali. Sedikit tersenyum menutupi luka hatinya. 

"Jaga bicaramu, Mas. Selera humor Mas memang rendah sampai tak tahu kalau Mas David cuma bercanda." Yunita masih membela diri dan menyalahkankan suami. 

Bu Sumi mengelus dada dan tak tahu mau bicara apa lagi. Dia sendiri sangat kehilangan cucu pertamanya, apalagi seorang ayah yang begitu dekat dan manja dengan putrinya selamanya ini. Jarak yang memisahkan tak jadi penghalang. Hera sering cerita kalau mereka hampir setiap hari bertukar kabar dengan sang ayah. Ditambah lagi masalah ini, pastinya semakin kacaulah hati Fajar. 

"Heraaa! Lihat, Ibu bawa apa. Ayo cepetan keluar! Ini makanan kesukaan kamu, Sayang."

Yunita mengetuk pintu kamar gadis yang mewarisi kecantikannya. Tak ada sahutan. 

"Apa yang kamu lakukan pada anak kita, Mas? Apa kamu dan Ibu memarahinya sampai-sampai gak keluar kamar? Biasanya dia selalu rindu sama kamu dan bertanya kapan pulang," cecar Yunita, menatap sinis pada mertuanya. 

Seketika air mata Fajar luruh lagi, terbayang akan kondisi terakhir Hera yang sudah tak bisa memeluknya. Betapa tersiksanya gadis itu sebelum ajal menjemputnya. 

Bu Sumi mengusap-usap bahu Fajar, seolah mentransfer kekuatan. 

"Hera sudah meninggal 5 hari yang lalu, Yun. Ibu kecewa sama kamu. Kalau kamu mau pergi berhari-hari, kenapa tak titipkan dia ke rumah Ibu?"

Bu Sumi menutup wajah dengan kedua tangan. Kali ini dia tak bisa pura-pura kuat lagi. Wanita tua itu ikutan menangis bersama putranya. 

Kotak makanan di tangan Yunita terjatuh tanpa sadar. Tenggorokan rasanya tercekat. Lekas dia masuk ke kamar yang ternyata tak dikunci. Ya, di sana tak lagi ada anak gadisnya. Tidak mungkin lagi main di luar karena belakangan ini Hera lebih suka berkurung di kamar daripada bergaul dengan teman-temannya. 

"Heraaaaaa! Jangan tinggalin Ibu, Nak!" ratap Yunita, membuka lemari plastik motif hello kitty. Menciumi baju-baju kesukaan putri semata wayangnya. Penyesalan seorang Ibu yang tiada berguna lagi. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Fajar yang malang merantau untuk.kebahagiaan keluarga tapi pulang.kehilangan buah hati nya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Selesai

    Enam bulan berlalu dengan status sebagai duda, David perlahan menjadi insan yang lebih taat. Berkat kesabaran Hardi mengingatkannya agar salat. Tak lupa juga buku tuntunan salat jadi bacaan wajib David. Karena dasarnya dia waktu kecil adalah anak yang pintar mengaji, tak terlalu susah untuk mengembalikan kepingan ingatan. Apalagi diringi niat yang kuat. "Dav, sepertinya sudah saatnya kamu pergunakan ijazah kamu, deh. Aku yang cuma lulusan SMA sederajat tak merasa pantas punya pekerja seorang sarjana," ujar Hardi suatu hari. Dia merasa kalau David sudah benar-benar berubah dan saatnya dikembalikan ke tempat yang seharusnya. "Apa aku punya salah, Mas? Sampai-sampai harus dipecat dengan alasan seperti ini? Jika pun aku cari kerja di tempat lain, belum tentu dapat bos sebaik Mas Hardi," ujar David cemas. Sahabatnya Fajar tertawa sekilas, lalu menepuk bahu pekerjanya yang paling rajin. "Kamu tak salah apa-apa, Dav. Aku tahu kalau kamu sarjana dan kebetulan ada satu perusahaan yang lagi

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Taubat

    "Pulang atau kopermu kubuang ke jalan!" ancam David melalui sambungan telepon. Yunita kaget, kenapa tiba-tiba suaminya yang sudah lembut kembali ke sikap aslinya. Suka marah-marah. "Oke oke. Aku balik sebentar lagi.""Sekarang.""Nanti!"Yunita mematikan ponsel sepihak. Mendengar suara musik yang hingar bingar, David tak sabar menunggu. Tak yakin kalau Yunita akan secepatnya pulang. Tak butuh lama untuk menemukan tempat tongkrongan istrinya dan pertengkaran pun tak lagi terelakkan, terlebih David memergoki Yunita sedang bermesraan dengan seorang lelaki yang kelihatan jauh lebih tua, tapi berpenampilan kaya. "Aku ini suamimu, tapi beraninya kamu bermesraan dengan kakek-kakek tua itu," sergah David. Setelah sampai rumah, tak bisa dibendung lagi kemarahan itu. Sebuah vas bunga keramik pun melayang ke lantai, sengaja dilempar agak dekat dengan Yunita hingga dia bergidik ngeri. "Kamu mau membunuhku, Mas?""Iya, daripada kamu menodai kehormatanku sebagai suamimu. Jangan-jangan kamu sudah

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Pil KB

    Di warung nasi goreng, Raya dilayani bagai ratu. Ya, semenjak dikabarkan hamil, dia tak dibolehkan bekerja oleh sang suami. Usaha loundry tetap berjalan lancar karena asisten kepercayaan Raya tidak pernah mengecewakan. Usaha nasi goreng Fajar pun sudah menggeliat. Tempat jualan utama kini dengan menu beragam, mengontrak di sebuah ruko yang tak jauh dari loundry milik sang istri sehingga dengan mudah mengontrol usaha itu agar tetap kondusif. Sementara warung sederhana yang dulu masih tetap beroperasi dengan dua mantan preman sebagai tukang masaknya. "Mas, aku mual," keluh Raya. Kebetulan pelanggan lagi sepi. "Ayo kita ke rumah sakit, Dek. Tunggu, aku tutup warung dulu." Fajar hampir menyuruh satu karyawannya untuk menutup warung, tapi Raya tertawa dan mencubit lengan suaminya. "Aku cuma mual, Mas, bukan sakit. Kata bidan ini biasa. Tak perlu ke rumah sakit kali. Aku cuma pengen air hangat," kekeh Raya. "Baiklah, Sayang. Tapi kalau kamu ada keluhan lain yang lebih serius, kita perik

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   David Jadi Kuli

    "Mau kemana kita ini, Mas?" cecar Yunita dengan wajah kesal. Semua impiannya jadi orang kaya telah hancur dalam sekejap. David memang tampan, tapi tidak akan bisa membahagiakan tanpa adanya uang. "Ke kontrakan kamulah. Belum habis bulannya, kan?" tanya David. Dia tak menoleh dan terus menarik kopernya, berjalan mendahului Yunita yang agak kesulitan berjalan karena masih menggunakan high heels. "Tapi aku udah ambil semua barangku dari sana, Mas. Mas kita balik lagi?" protes Yunita. Ia sedikit berlari agar bisa menyejajarkan langkah jenjang sanah suami. "Gak apa-apa. Kita ke sana lagi. Kita gak punya uang yang cukup untuk ngontrak lagi. Setidaknya untuk saat ini tak perlu mikirin uang kontrakan."Yunita menarik napas panjang. Ibu kontrakannya termasuk nyiyir karena sering menegurnya jika ketahuan mengizinkan David masuk ke rumah itu malam-malam. Dengan angkuhnya Yunita melempar kunci pada pemilik kontrakan dan mengatakan tak akan pernah kembali ke situ lagi. Seperti menjilat ludah

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Kenyataan Pahit

    "Keterlaluan, kamu jahat banget sih, Raya? Aku akan balas perbuatanmu hari ini!" seru Yunita, lalu berlari ke ke kamar mandi. Rasa panas mulai menjalar di sekujur tubuh yang terkena air cabe saos itu. Belum lagi mulut yang kepedasan. Mengguyur tubuh di bawah shower sekaligus meminum air mentah jadi solusi instan. Itu belum seberapa dibanding ulahmu pada keluargaku. Dasar benalu!Raya tersenyum puas, lalu melenggang ke kamar, menyusul sang suami. Namun, dia sedikit terkejut karena Fajar berdiri di dekat pintu."Loh, kok belum tidur, Mas?" tanya Raya kikuk. Biar bagaimanapun bencinya dia pada Yunita, tetap ingin terlihat lembut di mata suami. Tak ingin kalau Fajar mengecapnya sebagai wanita yang kasar. "Mas tidak ada lagi perasaan sama Yunita, Dek. Namun, Mas tak suka kalau kamu melakukan perbuatan yang menyakiti orang lain. Lebih baik menghindar dari masalah yang tak bermanfaat. Kita tak bisa mengubah seseorang seperti yang kita mau. Itu hak Allah sepenuhnya. Dinasehati dan didoakan

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Membalas Kesombongan Yunita

    "Aneh sekali. Bukannya kalian saling mencintai dan akan menikah? Lalu kenapa harus ada adegan pemaksaan begini? Palingan juga kalian melakukannya atas suka sama suka, tapi kamu pura-pura dilecehkan. Iya, kan?" tuduh Raya."Kamu juga perempuan, Ray. Tega sekali kamu menuduhku seperti itu," isak Yunita, masih bersembunyi di balik selimut. "Aku bicara fakta. Soalnya Mas David juga belum bangun sejak tadi, padahal sudah berkali-kali dibangunkan. Sepertinya dia kena efek pil tidur dosis tinggi," desis Raya. Benar-benar tak menyangka kalau akan terjadi kasus seperti ini, padahal kedua orang tua David sudah merestui sejak awal. Disuruh menikah secepatnya, tapi malah diundur-undur dengan alasan Raya harus duluan menikah. "Pa, banyak wartawan yang datang ke sini," ujar Fajar dan didengar oleh Raya. Dia meninggalkan Yunita dengan segala aktingnya dan menemui wartawan. Tak lupa mengunci pintu kamar dari luar karena tahu pemburu berita itu terkadang nekad. "Kami dengar, anak lelaki Pak Pratam

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status