Share

Bab 4. Kembali Ke Rumah

last update Huling Na-update: 2025-10-18 00:26:52

Mereka bertiga keluar dari mobil dan berjalan ke arah rumah Liana. Liana dengan sengaja menggandeng tangan Evan untuk membuat Karin cemburu. Mungkin ini juga yang dirasakan Karim selama dia bersama dengan Evan.

"Kenapa pake gandeng-gandeng segala sih," cibir Karin yang berjalan di belakang Liana dan Evan.

Karin tidak takut berbicara dengan suara keras. Baginya Liana tidak bisa dengar. Jadi bisa mencela Liana tanpa khawatir ketahuan.

Liana yang mendengar cibiran Karin semakin menjadi. Menyandarkan kepala di bahu Evan dengan mesra. Dia sendiri tidak suka melakukan itu, namun sengaja ingin membuat hubungan Evan dan Karin renggang. Setidaknya mereka ada bahan pertengkaran.

"Evan, kamu jangan mau Liana manja seperti itu," protes Karin menatap Liana yang bersandar dengan tajam.

"Karin, kamu yang sabar," sahut Evan tanpa melihat ke arah Liana atau Karin. Pandangan lurus ke depan.

"Sabar apaan. Kamu jangan cari kesempatan."

"Karin …."

"Evan, apa kamu bicara sesuatu sama aku. Atau kamu sedang berbicara sama Karin," potong Liana berdiri dengan tegak kembali.

[Tadi aku menyuruh dia masuk] Jawab Evan setelah mengetik pada handphone.

[Ayo kita masuk] Lanjut Evan mengetik kembali.

"Oke, tapi kamu gendong aku ya. Kepala aku pusing, ni," ujar Liana dengan manja. Tidak lupa sebelah tangan memegang kepala. Biar lebih meyakinkan lagi.

"Evan, jangan mau. Biarkan dia jalan sendiri," desis Karin menatap Evan dengan tajam.

Evan bisa merasakan tatapan Karin dari balik punggung. Tidak berbalik badan biar Liana tidak curiga jika mereka berdua sedang berbicara.

"Karin, ada apa? Kenapa kamu nggak masuk?" tanya Liana memutuskan tatapan Karin.

Karin terpaksa masuk duluan. Kedua kakinya dihentakkan dengan kasar. Tidak lupa melayangkan tatapan sinis ketika berpapasan dengan Evan. Sebagai tanda jika dia tidak suka Evan menuruti keinginan Liana.

"Liana …."

"Ayo Evan kita masuk. Aku jalan sendiri aja. Pusing aku sudah nggak terasa lagi."

"Ah … ayo," sahut Evan membawa Liana masuk ke dalam rumah.

Evan menghela nafas lega. Tidak jadi menggendong Liana.

'Jangan harap hidup kalian akan tenang setelah ini. Akan aku pastikan kalian akan memohon ampun di kakiku.'

***

Liana, Evan dan Karin duduk di sofa ruang keluarga. Barang dari rumah sakit sudah dibawa ke dalam kamar oleh pembantu.

Karin memberikan kode kepada Evan.

"Sabar Karin," bisik Evan.

Liana mengerutkan kening. Ada apa dengan mereka berdua. Mereka seperti mau ngomong sesuatu dengannya. Dari gerak gerik mereka sudah mencurigakan.

"Nggak usah bisik-bisik. Toh, dia juga nggak denger," cibir Karin.

Evan sudah menyiapkan papan ujian yang telah ditaruh lembaran-lembaran kertas agar memudahkan untuk berkomunikasi dengan Liana. Terlalu lama jika harus mengetik di handphone.

[Liana, apa boleh Karin tinggal disini untuk sementara] Itu adalah tulisan yang ditulis oleh Evan dan disodorkan ke Liana.

"Kenapa Karin tinggal di sini? Apa terjadi sesuatu sama kamu Karin?" tanya Liana menoleh ke arah karin.

[Aku ingin Karin menemani kamu di sini selama aku tidak ada. Karin adalah sahabat kamu. Dia bisa menjaga kamu di rumah selama aku kerja] Evan kembali menyodorkan tulisannya.

"Terus bagaimana dengan pekerjaan Karin?"

[Aku bisa menghandle semuanya selama kamu dalam masa penyembuhan. Bagi aku, kamu lebih penting dibanding aku yang sibuk mengurus perusahaan. Aku juga masih memiliki bawahan yang bisa aku andalkan]

Dulu Liana tidak mempermasalahkan Karin yang lebih memilih menjadi sekretaris Evan dibandingkan bekerja dengannya. Ternyata semua itu sudah mereka rencanakan. Jika Karin menjadi sekretaris Evan maka mereka bisa sering bertemu. Ada waktu berselingkuh di belakangnya. Pantesan saja Karin menolak tawaran kerja darinya.

"Oh begitu, baiklah. Terima kasih ya Karin. Kamu mau repot-repot menjaga aku," balas Liana mengikuti permainan mereka.

'Sementara aku harus memisahkan mereka berdua sebisa mungkin. Kalau di rumah, aku masih bisa mengawasi mereka daripada mereka tetap di tempat kerja yang sama,' sambung Liana dalam hati.

Evan menyerahkan papan tulis tadi kepada Karin. Agar Karin bisa membalas omongan Liana.

"Kenapa aku harus capek-capek menulis seperti ini sih," ujar Karin dengan tetap tersenyum.

"Sudah, kamu tulis aja. Jangan banyak bicara. Nanti Liana bisa baca gerak bibir kamu," tegur Evan.

"Mana mungkin dia bisa membaca gerak bibir aku, dia kan bodoh. Sudah bertahun-tahun aku memanfaatkan dia, tapi dia juga masih belum sadar," omel Karin menerima papan itu dengan malas.

'Apa? Jadi, ternyata Karin sudah bertahun-tahunt bohongi aku. Jadi selama ini dia tidak tulus berteman sama aku. Aku sudah menganggap dia lebih dari sahabat aku sendiri. Seberapa banyak kamu membohongi aku Karin.'

Sungguh hati Liana sangat kecewa. Bagaimana bisa selama bertahun-tahun terus dibohongi. Apa Karin sama sekali tidak mempunyai hati dan luluh dengan kebaikan dia selama ini.

"Karin, kamu bicara apa? Aku tidak bisa dengar," ujar Liana meremas kedua tangan dengan erat. Menahan agar tidak mengeluarkan rasa kecewa.

[Tidak bicara apa-apa, kok] Balas Karin pada lembar pertama. Kemudian Karin melanjutkan menulis lagi.

[Liana, apa aku boleh tinggal di sini. Aku bisa menemani kamu sampai sembuh. Aku juga bisa menjadi kawan bicara kamu. Kamu pasti sepi kalau sendiri di rumah kamu yang besar ini]

"Karin, kamu sudah sangat baik sama aku selama ini. Apa kamu tidak keberatan menemani aku, aku tidak mau kamu kerepotan Karin," ujar Liana dengan sendu.

[Kamu itu sahabat aku. Mana mungkin aku repot]

'Bagus, dengan begini Evan dan Karin mempunyai banyak waktu berdua di rumah ini. Mereka pasti tidak akan takut berbicara sesuka hati mereka karena mengira aku tidak bisa mendengar. Aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari tahu lebih banyak tentang mereka.'

"Aku sungguh beruntung mempunyai sahabat seperti kamu. Kamu benar-benar kawan terbaik aku."

[Aku juga beruntung memiliki kamu]

"Beruntung karena aku dengan mudah bisa membodohi kamu," cibir Karin.

[Liana, apa kamu mau istirahat sekarang? Kamu masih butuh banyak istirahat] Tulis Evan setelah Karin menyerahkan kembali papan tulis.

"Iya Evan, aku mau istirahat," balas Liana bisa mencium gelagat Evan. Ada sesuatu yang sedang direncanakan.

[Apa mau aku bantu ke kamar]

"Tidak perlu, Evan. Aku bisa sendiri. Aku ini tuli, bukan lumpuh. Karin, aku duluan ke kamar ya, mau istirahat," pamit Liana.

Karin mengangguk kepala dan tersenyum kecil. Setelah itu Liana menuju ke arah kamar. Setelah berbelok dan menghilang di balik tembok dia tidak langsung menuju ke kamar. Dia ingin mendengar apa isi obrolan antara sang suami dan sahabatnya.

"Liana itu semakin lama semakin menyebalkan," kata Karin menunjukkan sosok aslinya.

"Menyebalkan begitu masih kamu tempeli."

"Sayang kan kalau diabaikan," balas Karin mengangkat bahu.

"Apa kamu sudah menyiapkan semua barang kamu?"

"Iya, sebentar lagi barang aku tiba ke sini."

"Apa kamu juga mau istirahat."

"Boleh, aku juga capek."

"Ayo, aku antar kamu ke kamar."

"Kamu hanya antar kan, tidak macam-macam."

"Iya, aku tidak macam-macam. Sekarang Liana ada di rumah dan aku juga capek jaga dia selama di rumah sakit."

Evan menggandeng Karin menuju ke dalam kamar. Meletakkan sebelah tangan di pinggang ramping Karin dengan romantis. Hal yang sangat jarang dia lakukan terhadap Liana.

Tanpa sepengetahuan Evan dan Karin, Liana mengikuti mereka dari belakang. Mereka berdua menuju ke kamar tamu yang jauh dari ruangan tadi. Instingnya berkata harus mengikuti mereka.

Liana menempelkan telinga di pintu kamar yang telah ditempati oleh Karin dan Evan. Berusaha untuk menguping obrolan antara Karin dan Evan. Namun betapa sangat terkejutnya dia ketika mendengar sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Hal

Apakah yang didengar oleh Liana?

Bersambung ….

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pura-Pura Tuli Untuk Membongkar Rahasia Suamiku   Bab 6. Mengambil Alih Perusahaan

    Pada sore hari, barang-barang Karin sudah tiba di depan rumah Liana. Liana menatap barang Karin dengan muka datar dari balik jendela. Di sana juga ada Evan yang menyuruh para pembantu untuk mengangkut barang-barang milik Karin ke dalam kamar tamu. Barang milik Karin tidak bisa dibilang sedikit. Persis seperti orang pindah rumah saja.Dengan langkah pelan perempuan itu berjalan ke arah Karin dan Evan yang tidak menyadari kehadirannya. Dia dengan sengaja berdiri sejajar dengan mereka. Biar mereka menyadari kehadiran dia. Hanya beberapa detik Evan dan Karin menyadari ada Liana di samping mereka."Liana," ujar mereka berbarengan."Karin, kenapa barang kamu cepat sekali sampai. Apa kamu memang sudah bersiap-siap sebelumnya, sebelum mau menginap di sini?" pancing Liana."Sayang, kenapa kamu berkata seperti itu. Apa ada yang aneh," ujar Evan mendekat ke arah Liana. "Evan, apa kamu lupa kalau aku tidak bisa dengar?" tanya Liana menatap Evan. "Dasar, sangat menyusahkan saja," gumam Karin yan

  • Pura-Pura Tuli Untuk Membongkar Rahasia Suamiku   Bab 5. Obrolan Evan Dan Karin

    "Akhirnya, aku bisa tinggal di rumah mewah seperti ini. Dulu aku hanya bisa nginap sekali-kali saja," gumam Karin menatap kondisi kamar ruang tamu.Karin duduk di atas kasur setelah selesai memeriksa kondisi kamar. Kamar yang tidak kalah jauh dari kamar Liana. Dulu saat dia menginap di rumah itu, dia tidur satu kamar dengan Liana. Itu sebelum Evan dan Liana menikah. Sejak mereka menikah sudah jarang dia bertamu. Menghindari Liana yang bermesraan dengan Evan."Sayang, rumah kita kan hampir selesai. Nanti kita juga punya rumah yang mewah," kata Evan ikut duduk di sebelah Karin."Itu beda. Rumah ini jauh lebih besar dan mewah daripada rumah yang kita bangun itu." "Apa kamu mau mengambil rumah ini juga? Kalau kamu mau, aku akan mencobanya." "Tidak perlu, terlalu beresiko kalau kita mengambil rumah ini. Yah, kecuali kalau Liana mau menyerahkan rumah ini kepada kamu secara sukarela.""Sukarela ya," pikir Evan mencari jawaban dari perkataan Karin."Ah, bagaimana kalau kita suruh Liana buat

  • Pura-Pura Tuli Untuk Membongkar Rahasia Suamiku   Bab 4. Kembali Ke Rumah

    Mereka bertiga keluar dari mobil dan berjalan ke arah rumah Liana. Liana dengan sengaja menggandeng tangan Evan untuk membuat Karin cemburu. Mungkin ini juga yang dirasakan Karim selama dia bersama dengan Evan."Kenapa pake gandeng-gandeng segala sih," cibir Karin yang berjalan di belakang Liana dan Evan.Karin tidak takut berbicara dengan suara keras. Baginya Liana tidak bisa dengar. Jadi bisa mencela Liana tanpa khawatir ketahuan.Liana yang mendengar cibiran Karin semakin menjadi. Menyandarkan kepala di bahu Evan dengan mesra. Dia sendiri tidak suka melakukan itu, namun sengaja ingin membuat hubungan Evan dan Karin renggang. Setidaknya mereka ada bahan pertengkaran."Evan, kamu jangan mau Liana manja seperti itu," protes Karin menatap Liana yang bersandar dengan tajam."Karin, kamu yang sabar," sahut Evan tanpa melihat ke arah Liana atau Karin. Pandangan lurus ke depan."Sabar apaan. Kamu jangan cari kesempatan.""Karin ….""Evan, apa kamu bicara sesuatu sama aku. Atau kamu sedang

  • Pura-Pura Tuli Untuk Membongkar Rahasia Suamiku   Bab 3. Pura-pura Tuli

    Evan dan Karin kembali masuk ke ruangan Liana setelah dipanggil oleh suster. Mereka melihat Liana yang sudah tenang di atas tempat tidur."Dokter, apa yang terjadi sama istri saya?""Pak, istri Bapak secara keseluruhan baik-baik saja.""Baik-baik saja?" tanya Karin tidak suka. Bukankah Liana sudah tuli."Maksudnya untuk luka yang dialami Bu Liana. Tapi tidak dengan pendengarannya.""Maksudnya, Dokter?" tanya Evan melirik ke Karin."Istri Bapak mengalami masalah dengan pendengaran.""Apa itu akan permanen Dokter?" "Bapak tenang saja, gangguan pendengaran Ibu Liana hanya sementara. Jika Ibu Liana rajin pemeriksaan dan terapi, maka Ibu Liana bisa sembuh."'Kenapa nggak sekalian tuli permanen saja sih. Dengan begitu aku ada alasan untuk meninggalkan dia setelah aku berhasil mengambil seluruh hartanya. Aku tidak mau hidup dengan perempuan bodoh seperti dia terus,' batin Evan kecewa dengan pernyataan dokter."Pak, apa Bapak tidak apa-apa," tegur dokter ketika Evan melamun.Karin menyenggol

  • Pura-Pura Tuli Untuk Membongkar Rahasia Suamiku   Bab 2. Permintaan Liana

    Beberapa saat kemudian, dokter masuk bersama suster dan juga Karin. Karin cemburu begitu melihat Evan yang memeluk Liana dengan erat di depan matanya. Baginya, dialah orang yang pantas dipeluk oleh Evan. Karena Evan adalah pacarnya."Pak, bisa tolong keluar sebentar. Kami akan memeriksa kondisi pasien," ujar sang dokter."Baik Dok," sahut Evan melepaskan pelukan mereka."Evan, kamu mau kemana. Jangan tinggalin aku, Evan. Kamu tetap di sini saja ya," pinta Liana seakan tidak mau ditinggal oleh Evan."Kamu harus diperiksa dulu. Setelah selesai diperiksa, aku akan masuk lagi. Aku tunggu di luar ya," bujuk Evan melepaskan tangan Liana."Evan, Evan," tolak Liana."Ayo Karin," ajak Evan.Karin mengikuti Evan dari belakang. Sebelum keluar dia sempat melirik ke arah Liana. Tersenyum puas melihat Liana yang sangat terpukul ditinggal Evan."Evan! Evan!" teriak Liana.Setelah Karin dan Evan keluar dari ruangan, Liana berhenti berteriak. Ruangan yang ditempati merupakan ruangan yang kedap suara.

  • Pura-Pura Tuli Untuk Membongkar Rahasia Suamiku   Bab 1. Kejahatan Suami Dan Sahabat

    "Apa yang terjadi sama Liana?""Aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Tapi kata suster, Liana mengalami kecelakaan. Dia ditabrak mobil.""Terus, sekarang kita harus apa. Bagaimana kalau terjadi sesuatu sama Liana? Kita tidak bisa memanfaatkan dia lagi. Aku tidak mau hidup miskin.""Karin, kamu harus tenang. Kalau terjadi sesuatu sama Liana, aku yang akan mengurus semua hartanya. Harta dia akan menjadi milik kita semua.""Kamu kan tahu, Liana masih memiliki wali, pamannya. Pamannya tidak akan membiarkan kita memiliki semua harta itu. Apalagi kalian tidak mempunyai anak. Kita akan ditendang keluar.""Masalah paman Liana biar aku urus juga, ya.""Baiklah. Apa kata dokter tentang Liana.""Kata dokter, kepala Liana mengalami benturan yang cukup keras. Kita harus menunggu dia sadar dulu untuk mengetahui perkembangannya.""Aku pikir dia beneran akan mati.""Dia tidak boleh mati dulu sebelum kita mengambil alih semua hartanya. Kamu sabar ya. Aku pasti akan usahakan semua hartanya menjadi mili

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status