Share

5-6

Purnama tidak banyak bicara sampai acara berakhir. Pernikahannya memang belum dikaruniai keturunan dan Purnama tidak tahu siapa yang bermasalah, dia atau suaminya karena memang keduanya belum pernah melakukan pengecekan. Selama ini Purnama selalu beranggapan bahwa Allah memang belum memberi mereka kepercayaan bukan masalah siapa yang bermasalah.

Selama perjalanan pulang, Purnama berfikir untuk mempertimbangkan usul Tante Wisman agar memeriksakan diri ke dokter.

Purnama ingin membicarakan hal ini dengan suaminya setelah mereka tiba di rumah. Ia memikirkan waktu yang tepat untuk bicara dengan suaminya.

Sesampainya di rumah, makan malam Purnama siapkan. Ia tidak memasak hanya menghangatkan makanan yang diberikan oleh Tante Wisman.

Bintang menikmati hidangan dengan lahap bersama istrinya. Selesai makan, Bintang duduk di sofa sambil menonton TV. Purnama yang sejak tadi duduk di sampingnya mencari kesempatan untuk bicara.

"Mas," panggil Purnama lembut.

"Hm." Bintang hanya berdehem  ia  sedang  asik menyaksikan laga sepak bola liga Inggris.

"Aku mau bicara, penting!"

"Tunggu babak pertama selesai."

Purnama menurut, ia menunggu babak pertama laga pertandingan Arsenal melawan Manchester United selesai.

"Akh sial!" umpat Bintang saat 2 menit sebelum babak pertama berakhir tim jagoannya kebobolan.

Peluit tanda babak pertama usai telah dibunyikan.

Purnama bersiap untuk bicara.

"Mas, aku mau ngomong." Purnama menatap suaminya dengan mimic serius.

"Apa?" sahut Bintang sambil menatap ke layar televisi.

"Kita sudah menikah setahun lebih tapi belum ada keturunan."

"Terus?"

"Gimana kalo kita cek ke dokter?"

"Belum dikasih aja sama Yang Maha Kuasa."

"Siapa tahu ada masalah, makanya aku belum hamil."

"Masalah?" Bintang menoleh ke arah istrinya dengan tatapan menyelidik.

 "Iya masalah kesuburan."

"Maksud kamu?"

"Nanti ‘kan sperma Mas dicek, aku juga diperiksa."

"Untuk buktiin aku mandul?" Nada Bintang mulai meninggi.

"Maksud Purnama bukan Mas mandul tapi ...."

"Udah deh, aku ngerti kok kamu pengen bukti kan kalo aku gak mampu kasih kamu keturunan?!"

"Loh kok Mas bilang gitu?"

"Kalo kamu udah bosen jadi istri aku, bilang aja nanti aku ceraikan kamu!"

"Purnama gak ada maksud nuduh, Mas, cuma pengen berusaha supaya kita cepet dapet keturunan."

"Hampir tiap malem kita ML apa kurang?"

"Bukan begitu, Mas!"

"Kalo ngerasa jatah kamu kurang tinggal bilang, atau kamu mau kita ngelakuinnya berkali-kali tiap malam?"

"Bukan itu maksud aku!"

Bintang memegang bahu Purnama lalu menciumnya dengan kasar.

"Hmpt ...."

"Malam ini aku buktiin keperkasaan aku!"

Purnama tak kuasa menolak, maksud hati hanya ingin bicara tapi Bintang justru membawanya ke ranjang. Purnama mengalah dan berusaha tidak merasa terpaksa saat melayani suaminya.

Bagi sebagian laki-laki berbicara mengenai pemeriksaan sperma adalah hal sulit, mereka beranggapan itu melukai harga diri. Banyak pasangan yang sulit memiliki keturunan dan tidak memeriksakan kondisi mereka karena kekhawatiran sang suami akan kejantanannya.

***

Purnama menatap suaminya yang tertidur lelap setelah aktivitas suami istri mereka. Setahun mereka menikah, Purnama masih ingat betul masa-masa pacaran mereka.

Setelah lulus SMA Purnama melanjutkan pendidikan selama 3 tahun di sebuah lembaga pendidikan politeknik ternama. Kemudian diterima bekerja di perusahaan developer perumahan.

Awal bekerja di perusahaan developer perumahan, Purnama ditempatkan di sebuah proyek perumahan kelas menengah disitulah ia bertemu Bintang.

Bintang datang bersama kedua orang tuanya mencari hunian untuk mereka. Rumah lama mereka terkena proyek jalan tol. Setelah melalui negosiasi, orang tua Bintang mengambil 2 unit sekaligus dan akan dilunasi setelah rumah lama mereka dibayar lunas.

Seringnya Bintang datang ke tempat Purnama bekerja menumbuhkan benih-benih cinta. Purnama gadis sederhana berkulit kuning langsat dengan tubuh mungil, Bintang sangat menyukai apapun yang ada dalam diri Purnama.

Sebulan berkenalan, Bintang mengajak Purnama berpacaran. Purnama mengiyakan setelah melihat sosok Bintang yang terlihat dewasa dan perhatian.

Purnama mengenalkan Bintang pada ayah dan ibunya. Tidak ada kata back street dalam hal pacaran menurut Purnama. Tiap kali ia dekat dengan lelaki pastilah dikenalkan pada orang tuanya.

6 bulan berpacaran dan Bintang selalu mengantar jemput Purnama. Kedua orang tua Purnama merasa khawatir, walau anaknya tidak pernah terlihat pacaran secara berlebihan dengan Bintang namun rasa khawatir itu tetap ada.

Suatu malam saat Bintang mengunjungi Purnama di malam minggu, sang ayah mengajak Bintang bicara.

"Kamu serius sama anak saya?"

"Serius, Pak."

"Mau sampai kapan kalian pacaran? "

"Eng ...."

"Kalau kamu serius dengan Purnama, bawa orang tua kamu ke sini. Tidak baik kalian pacaran terlalu lama!"

"Baik, Pak."

"Kalau kamu gak sanggup bawa orang tua kamu, lebih baik kalian putus!"

Ayah Purnama adalah pria tegas yang sangat menyayangi kedua putrinya. Ia tidak ingin anak-anaknya terjerumus dalam kehidupan bebas tanpa aturan agama.

2 minggu kemudian, Bintang datang bersama kedua orang tuanya. Dan disusul 4 bulan berikutnya mereka menikah. Pacaran selama lebih dari 6 bulan, tidak menjadikan Purnama mengenal suaminya dengan baik. Ternyata ada banyak kebiasaan buruk Bintang yang diketahuinya setelah mereka menikah termasuk kebiasaan Bintang mengkonsumsi minuman beralkohol dan amarahnya yang cepat terpancing.

Purnama menurut saja saat Bintang meminta untuk tinggal di rumah milik mertua dan ternyata tidaklah mudah apalagi jika sang mertua ternyata tidak rela putranya menikah dengan Purnama.

Semenjak kemarahan Bintang saat Purnama diantar pulang oleh Alex, Purnama benar-benar menjaga jarak dengan Alex dan lelaki mana pun di kantornya. Kalau Bintang tidak bisa menjemputnya maka ia lebih memilih naik ojek online.

Sejak pagi Purnama merasa tidak enak badan namun karena ada banyak kewajiban yang harus ia tunaikan di kantornya maka Purnama memaksakan diri tetap masuk. Pada akhirnya di kantor, Purnama terlihat pucat.

"Pulang aja deh!" saran Lily yang duduk di kubikel sebelah Purnama.

"Belum kelar nih surat yang diminta Pak Alex." Purnama menjawab sambil memijat pelipisnya.

"Pucet banget muka lu."

"Kepala gue juga pusing banget."

"Izin aja sama Pak Alex."

Purnama tiba-tiba berdiri lalu berlari ke toilet sambil menutup mulutnya. Lily mengejarnya.

"Hoek ... hoek ...." Purnama memuntahkan isi perutnya ke dalam kloset.

"Gue ambil minyak angin ya sebentar!" Lily segera menuju ke mejanya. Ia mengambil sebotol minyak angin di dalam tasnya.

Purnama membersihkan mulutnya dengan air di wastafel.

Lily datang memberikan minyak angin. "Nih, olesin dulu di leher sama dada."

Lily membantu mengoleskan minyak angin di leher dan dada Purnama sambil sedikit memijit tengkuknya.

Selesai dari toilet, Purnama dan Lily kembali ke kubikel mereka. Pak Alex menunggu di sana.

"Dari mana kalian? Saya cari dari tadi." tanya Alex.

"Purnama muntah-muntah, Pak."

Alex menoleh ke arah Purnama. "Kamu sakit?"

"Gak enak badan aja, Pak."

"Saya sudah saranin Purnama untuk izin pulang tapi dia nggak mau."

"Ke dokter aja biar jelas kamu sakit apa."

"Kerjaan saya belum selesai, Pak." tolak Purnama sambil menggelengkan kepalanya.

"Urusan kerjaan biar Lily yang lanjutin, kamu berobat dulu!" perintah Alex.

"Iya biar gue yang ngerjain."

"Saya anter kamu ke dokter!"

"Saya bisa sendiri, Pak."

"Kalau kamu pingsan gimana?"

"Saya kuat kok."

"Nggak, kamu jangan jalan sendiri!"

"Saya masih kuat jalan sendiri."

"Saya anter, ini perintah!"

Purnama tak kuasa menolak keinginan manajernya. Akhirnya ia pergi ke klinik yang tidak jauh dari kantornya bersama Alex.

"Pak, sebaiknya bapak kembali ke kantor saja! Saya sudah di klinik jadi aman." ucap Purnama begitu keduanya memasuki klinik.

"Kamu gak pa-pa saya tinggal?"

"Gak pa-pa, ada dokter dan perawat nanti juga saya telepon suami saya biar jemput saya pulang."

"Oke kalau begitu. Saya balik ke kantor."

"Terima kasih, Pak Alex."

Purnama mendaftarkan diri di bagian pendaftaran. Lalu menunggu dipanggil untuk diperiksa. Siang hari klinik tidak terlalu ramai. Purnama duduk bersama dua orang lainnya yang berwajah pucat seperti dirinya.

"Ibu Purnama!" Suara perawat memanggil Purnama.

Purnama berdiri lalu menuju ke ruang periksa. Kepalanya masih terasa pusing dan rasa mual masih menderanya.

Dokter menyuruhnya berbaring lalu mengukur tekanan darahnya, dan memeriksa tubuh Purnama dengan stateskopnya. "Kapan terakhir kali menstruasi? " tanya sang dokter sambil membenahi kaca matanya.

"Tanggal 10 bulan lalu."

"Sudah telat 2 minggu ya?"

"Saya sering telat menstruasi, Dok. "

"Coba dites dulu urinnya ya." Sang dokter memberi Purnama sebuah cawan untuk menampung urinenya.

Purnama berjalan ke arah toilet dan mengeluarkan air seninya serta menampungnya di cawan. Ia memberikan sample air seni itu pada sang dokter.

Dokter Han mengeluarkan sebuah testpack dan mengetes urine Purnama. 3 menit kemudian Dokter Han memperlihatkan hasilnya pada Purnama.

"Selamat, Bu, Anda hamil."

"Hamil?"

"Iya, lihat 2 garis!"

Purnama melihat dua garis yang cukup jelas di test pack itu. Hatinya benar-benar terharu, doa-doanya ingin memiliki keturunan akhirnya terjawab.

"Ibu harus banyak istirahat dan mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang. Ini saya beri vitamin dan obat anti mual. Ibu bisa memeriksakan kehamilan Ibu pada dokter kandungan atau bidan."

"Iya, Dok. Makasih." Purnama menerima resep dengan perasaan terharu.

Keluar dari ruang periksa, Purnama menelpon Bintang suaminya.

"Halo, assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

"Mas Bintang, tolong jemput aku, Mas!"

"Siang-siang gini minta jemput?"

"Iya, Mas. Aku di klinik."

"Di klinik? Kamu kenapa?"

"Gak enak badan jadi tadi ijin pulang."

Purnama tidak ingin memberitahukan perihal kehamilannya lewat telepon, ia ingin menyampaikan secara langsung pada suaminya.

"Pulang naik ojol aja, lagi rame nih bengkel aku gak bisa jemput."

Mendengar suaminya menyuruh naik ojol Purnama kecewa, tadi ia sempat terfikir jika Bintang menjemputnya ia akan memgajak Bintang makan di tempat favorit mereka barulah Purnama menyampaikan berita gembira itu.

"Yaudah deh aku naik ojol aja." jawab Purnama lesu.

Setelah mendapatkan obat dan vitaminnya, Purnama memesan ojek online untuk mengantarnya pulang.

Dalam waktu 5 menit sang driver telah menunggu di depan klinik. Purnama menghampirinya.

"Purnama!" suara seorang pria memanggil dari jalanan.

Purnama menoleh, dilihatnya Pak Alex keluar dari mobil dan berjalan memghampiri.

"Saya antar kamu pulang!"

"Saya naik ojol ini, Pak."

"No! Kamu lagi sakit, masa panas-panasan naik motor?!"

Alex mengambil helm yang ada di tangan Purnama lalu memberikannya pada sang driver ojol.

"Nih, Pak,  ongkosnya!" Alex memberi sang driver 2 lembar uang berwarna biru.

"Pelanggan saya mba ini, Pak."

"Cancel, Pak. Ini uang kompensasinya."

Menerima uang dengan raut wajah gembira sang driver pun pergi.

"Pak, jangan gitu!"

"Kamu saya antar pulang! Ini perintah."

"Bapak kan harus kerja."

"Rencananya saya mau ke lokasi proyek, liat kamu mau naik ojol saya gak tega. Saya antar kamu dulu baru ke proyek."

"Saya gak mau ngerepotin."

"Rumah kamu gak jauh dari sini lagi pula lokasi proyek searah dengan rumah kamu, jadi bisa sekalian."

"Biarkan saya pulang sendiri, gak perlu diantar."

"Gak ada penolakan!"

Alex menarik pergelangan tangan Purnama menuju mobilnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status