Share

7-8

Purnama ingin membuat masakan kesukaan suaminya begitu sampai di rumah, untunglah bahan-bahan telah tersedia di dalam kulkas. Ia ingin momen ketika suaminya tahu ia hamil menjadi amat spesial.

Ayam, tempe, sayuran dan bumbu-bumbu dikeluarkannya dari kulkas. Sejak kecil Purnama terbiasa membantu ibunya memasak hingga ia sudah mahir mengolah berbagai jenis masakan.

Ayam yang sudah dibersihkan lalu diungkep dengan bumbu racikannya. Tempe pun digoreng.

Sambil menunggu masakannya matang, Purnama mengabari suaminya.

[Mas aku sudah di rumah, ada kejutan loh ♥]

Tanpa menunggu jawaban dari suaminya, Purnama kembali memasak. Ayam goreng serundeng, tempe goreng, sambal dan lalapan disiapkan Purnama.

Masakan telah ditata di atas meja makan, Purnama bergegas mandi dan bersiap sebelum suaminya pulang.

Bintang masuk ke dalam rumah tanpa mengucap salam. Purnama mendengar pintu terbuka menghentikan kegiatan menyisirnya. Ia berdiri lalu berjalan keluar kamar.

Mas Bintang!" seru Purnama yang melihat suaminya berjalan ke arahnya.

Wajah Bintang terlihat kusut, bau oli dan rokok tercium oleh hidung Purnama.

"Mas capek ya? Aku siapin aer panas buat mandi ya?"

"Gak usah!"

Purnama menyadari sepertinya mood suaminya sedang buruk. Mungkin ada masalah di tempat kerja, pikirnya.

"Kalo gitu makan dulu aja gimana, aku udah masak makanan kesukaan Mas?"

"Gak laper!"

Bintang duduk di sofa, punggungnya ia sandarkan. Berusaha rileks namun tetap saja gelisah itu menghampiri. Ia menyulut rokoknya, menghisap dalam-dalam seakan asap beracun itu bisa menghilangkan gundahnya.

Purnama mengamati gerak gerik suaminya. Ia tidak berkata apa pun, mungkin Bintang butuh waktu sendiri, pikirnya.

Purnama membuat secangkir kopi untuk Bintang. Berharap hangatnya kopi bisa sedikit meredakan apa pun kegundahan hati suaminya.

Purnama menaruh secangkir kopi di hadapan Bintang. Ia lalu duduk tidak jauh dari suaminya.

"Mas, terima pesan WA aku’kan?"

"Hm." Bintang kemudian menyesap kopinya.

"Ada kejutan loh?"

"Apa?" tanya Bintang dingin.

"Ini!" Purnama menyerahkan hasil tesnya saat di klinik tadi. Bintang membacanya.

Wajah Bintang makin muram membaca hasil tes tersebut. Ia melempar kertas itu ke atas meja. Purnama bingung, seharusnya Bintang senang dengan kenyataan bahwa ia hamil tapi ini justeru malah terlihat marah.

"Mas, kenapa? Ada masalah?" "Iya."

"Cerita sama aku kalo ada masalah mungkin aku bisa bantu."

"Masalahnya itu kamu!" tunjuk Bintang dengan mata melotot.

"Maksud, Mas?"

"Kamu! Masalah aku itu kamu!" ucap Bintang dengan nada tinggi disertai muka memerah.

"Aku gak ngerti," "Gak usah pura-pura!"

"Mas, please jelasin ke aku salahku di mana?"

"Kamu pulang dianter siapa?"

"Tadinya mau naik ojek online, tapi Pak Alex maksa mau anter."

"Alex itu yang malem-malem itu anter kamu juga kan?"

"I ... iya, Mas."

"Yang mobilnya Fortuner?" "Iya."

"Kamu ada main sama dia?" "Enggak, Mas."

"Jangan bohong kamu!"

"Dia cuma atasanku di kantor. "

"Dia juga dulu naksir kamu, kamu pikir aku gak tau siapa Alex?"

Alex Dean Setiawan adalah teman kuliah Purnama, kakak tingkat lebih tepatnya. Mereka hanya berbeda satu tahun. Seringnya bekerja dalam satu organisasi kampus membuat Alex memiliki rasa pada Purnama namun tidak bagi Purnama. Mereka berpisah saat Alex lulus dan kembali ke kotanya. Namun saat Purnama diterima bekerja di tempatnya sekarang ternyata Alexlah yang menjadi manajernya.

"Dia cuma atasan aku, Mas. Gak lebih!"

"Jangan-jangan anak di perut kamu juga anak dia?" tuduh Bintang sambil menunjuk ke arah perut Purnama.

"Demi Allah, Mas, gak ada laki-laki lain yang pernah nyentuh aku kecuali kamu."

"Maling mana ada yang mau ngaku!" Bintang berdiri.

"Aku nggak serendah itu, Mas!" Purnama ikut berdiri.

"Pezina!"

Plak!

"Berani kamu nampar suami?!" "Ucapan Mas kelewatan!"

"Kalo kamu udah bosen sama saya, bilang! Saya akan ceraikan kamu saat ini juga!"

"Ini anak kamu, Mas. Dan tidak ada lelaki lain di hatiku selain kamu."

"Omong kosong!" Bintang berniat pergi namun Purnama menghalangi.

"Mas mau kemana?"

"Jangan halangi saya! Kemana saya pergi bukan urusan kamu!"

Bintang mendorong Purnama hingga terbuka jalan untuknya.

Purnama  menatap  kepergian  Bintang    sambil berurai air mata. Sebegitu buruknya tuduhan sang suami padanya, ia mengusap perutnya yang masih rata. Tempat dimana benih cintanya bersama Bintang tumbuh.

Nak tumbuhlah dengan baik, mama papa sayang kamu!

Hari hari berikutnya Bintang tidak banyak bicara, ia pun lebih sering pulang larut saat Purnama sudah tertidur dan masih tidur saat Purnama berangkat ke kantor.

Purnama menyadari perubahan sikap suaminya. Cemburu adalah penyebabnya. Ia ingat petuah ibunya saat menjelang pernikahan bahwa sebagai istri ia harus bisa meredam emosi suaminya.

Purnama merenung, mencari solusi dari permasalahannya.

"Dari tadi di depan komputer tapi gak ada yang dikerjain," tegur Lily teman kerja Purnama.

"Lagi mikir aja."

"Bumil jangan kebanyakan pikiran kasian baby-nya."

Purnama mengusap perutnya yang masih rata. "Iya."

Hanya itu jawaban Purnama. Ia tidak pernah menceritakan masalah rumah tangganya pada siapa pun. Aib, begitu yang ia pahami.

"Bentar ya gue mau ngasi berkas ke Pak Alex." Lily pamit pada Purnama.

Tidak berapa lama Lily telah kembali. Ia menghampiri Purnama, "Dipanggil Pak Alex,"

"Gue?"

"Iya, siapa lagi yang gue ajak ngomong?!"

"Yaudah, gue ke sana dulu."

Purnama mengetuk pintu ruangan Alex. "Masuk!" suara Alex terdengar jelas.

Purnama masuk ke ruangan itu, "Pak Alex panggil saya?"

"Iya, duduk!" "Makasih, Pak."

Purnama duduk di depan Alex. Ia bertanya-tanya alasan apa Alex memanggilnya.

"Saya lihat beberapa hari ini kamu kelihatan melamun, ada masalah?"

"Nggak ada masalah, bawaan bayi mungkin."

"Owh iya, kamu sedang hamil, gimana kondisi kalian, sehat?"

"Sehat."

"Good, kalau kamu merasa lelah atau tidak sehat izin pulang saja. Saya tahu wanita hamil tidak bisa terlalu lelah."

"Terima kasih, Pak atas perhatiannya. Kalau tidak ada yang ingin disampaikan lagi, saya permisi."

"Satu lagi, kalau ada masalah jangan ragu bicara sama saya."

"Mm ... iya, Pak." Hanya untuk masalah pekerjaan,

lanjut Purnama di dalam hati.

Purnama mengakhiri pembicaraan terlebih dahulu dan keluar dari ruangan itu. Ia khawatir perhatian Alex akan meluluhkan hatinya.

Cobaan dalam pernikahan bisa datang dari mana saja. Dari suami, teman atau bahkan diri sendiri. Purnama berusaha mencegah hal buruk terjadi. Bukankah mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Semenjak pulang Purnama memikirkan sikap Alex padanya. Alex memang pernah menaruh hati dulu sewaktu mereka masih mahasiswa. Beberapa kejadian diingat Purnama, dan ia baru menyadari ternyata perlakuan Alex berbeda padanya jika dibandingkan dengan pegawai lainnya.

***

Morning sicknes dialami Purnama sebagaimana ibu yang sedang hamil muda. Biasanya hanya mual-mual yang mampu ia tahan namun pagi ini Purnama tak mampu bangun dari kasurnya. Kepalanya benar-benar terasa pusing.

"Tumben masih di kasur?" tanya Bintang sambil melihat sang istri yang masih berbaring di sebelahnya.

"Pusing, Mas." "Nggak ngantor?"

"Nggak kuat bangun." jawab Purnama dengan suara yang lemah.

"Hoek ...." Purnama menutup mulutnya, menahan muntah yang hampir saja keluar.

"Sebentar aku ambil keresek, jangan muntah dulu!" Bintang bergegas bangun mengambik plastik keresek bekas belanja yang dikumpulkan Purnama di dapur.

Begitu plastik sampai di tangan, Purnama muntah. Tak banyak yang dikeluarkan karena pagi ini belum ada apa pun yang masuk ke dalam perutnya.

Bintang berinisiatif mengambil minyak angin dan mengoleskannya pada leher, dada dan punggung Purnama. Walau masih ada rasa marah di hatinya, ia tetap tak tega melihat kondisi Purnama.

"Aku beliin bubur buat sarapan ya?" "Gak usah, Mas, nanti keluar lagi."

"Kamu harus makan, kasian bayi di perut kamu."

Ternyata Mas Bintang perhatian, batin Purnama bicara.

"Iya, Mas."

Ada secercah harapan di hati Purnama. Suaminya ternyata masih sayang padanya. Ia tidak boleh menyia-nyiakan hal ini. Ia akan berusaha sekuatnya untuk memiliki rumah tangga yang bahagia bersama Bintang.

Purnama mengambil gawainya yang ia taruh tak jauh dari ranjang. Ia harus mengabari kondisinya pada pihak kantor. Biasanya ia menghubungi Alex jika tidak bisa masuk kerja namun kali ini ia lebih memilih menghubungi Lily. Biarlah Lily yang menyampaikannya pada Alex.

Selesai menghubungi Lily, Purnama merebahkan tubuhnya lagi. Kepalanya benar-benar pusing. Berkali-kali gawainya berbunyi namun tidak ia hiraukan.

Bintang datang membawa semangkuk bubur ayam dan segelas air hangat.

"Ini makan dulu,"

Purnama memperbaiki posisinya, dari berbaring menjadi duduk bersandar di kepala ranjang.

Diterimanya mangkuk berisi bubur itu dan terdiam karena perutnya terasa bergolak kembali.

"Ayo dimakan!"

Mual kembali mendera, Purnama menyerahkan mangkuk yang berada di tangannya pada Bintang lalu mengambil plastik keresek yang telah tersedia di sampingnya.

"Hoek ... hoek ...,"

Bintang mengambil tisu dan duduk di dekat Purnama, disekanya sisa-sisa muntah yang ada di pinggir bibir istrinya.

"Aku suapin ya, tapi minum dulu?" tawar Bintang yang dijawab anggukan.

Purnama meneguk air hangat yang diberikan Bintang. "Nah sekarang makan. A ...." satu sendok bubur disodorkan Bintang.

Suapan Bintang diterima Purnama dengan senang hati. Ia menelan beberapa suap dan rasa mual itu tiba-tiba hilang.

Dek, papa sayang kita. Purnama mengelus perutnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status