Share

2. Mencari Hati Yang Murni

Penulis: D'Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-17 21:54:27

Acara pemakaman di langsungkan dengan perasaan haru dan sedih. Sebagian penduduk kerajaan Arnawarman berduka di hari itu.

Raja-raja penguasa dunia persilatan juga turut hadir bersama para putra mahkota mereka. Para klan pendekar juga tidak melewatkan hal ini.

Saking banyaknya orang yang datang. Upacara pemakaman sampai harus dipindah tempatkan. Awalnya akan dilangsungkan depan aula istana kerajaan Arnawarman. Berpindah menjadi di tanah lapang area belakang istana.

Selama upacara berlangsung, Nalini mulai mengawasi gerak-gerik dari para tamu yang hadir disana. Dia jadi berpikir, jiwa murni yang seperti apa sehingga pantas mendapatkan pedang legendaris Danadyaksa.

Sayangnya, Nalini malah mendengar cemoohan dan rencana jahat untuk merebut paksa pedang legendaris. Walau mereka tidak mengetahui sama sekali keberadaan pedang tersebut.

Emosi Nalini mulai menaik mendengarnya. "Kakak tertua--"

"Diam dan pura-pura tidak mendengar saja." Bisik kakak seperguruan yang tertua. "Sekarang Nona sedang menjadi pusat perhatian mereka."

Nalini mati-matian menekan emosinya. Dia tetap tenang sampai upacara pemakaman selesai. Sesuai janjinya selesai upacara pemakaman, Raja Arnawarman yang akan menyambut mereka.

Posisi kerjaan Arnawarman merupakan kedua tertinggi dari keempat kerjaan. Tentu saja Istana yang megah nan luas mampu menampung dan menjamu para tamu dengan sangat baik.

Setelah beramah tamah dengan para tamu, Raja Arnawarman mengundang Nalini dan juga kakak tertua mereka ke kediaman pribadi Raja. Disana sudah ada jamuan khusus untuk mereka. Bahkan permasuri dan putra mahkota telah menunggu.

"Silahkan duduk, bukankah kita sudah seperti keluarga sendiri." Ucap permasuri membuka percakapan. "Bahkan Raja sendiri yang menyuruh menyiapkan jamuan khusus ini. Untuk menghibur dan memisahkanmu dari hiruk pikuk tamu."

"Terima kasih atas kebaikan Paduka Raja." Jawab kakak tertua mewakili.

"Untuk sementara tinggallah disini bersma para tamu yang lainnya." Titah Raja Arnawarman disela-sela menyantap hidangan.

"Saya kurang setuju, sebaiknya Nona pulang bersama kami."

Permasuri jelas tidak suka jika kakak tertua ini yang terus menjawab dan malah menentang titah sang Raja. Dia merasa bahwa orang luar tidak sepantasnya mencampuri urusan keluarga kerajaan. Namun Raja Arnawarman berdeham, tujuannya untuk menenangkan permasuri yang sudah menggulirkan bola matanya kesana kemari.

"Ada beberapa hal yang harus dibereskan terlebih dahulu, mengenai masalah didalam perguruan Danadyaksa." Lanjut kakak tertua yang merasa harus memberikan alasan yang jelas pada keluarga kerjaan.

"Hm... ada benarnya juga ucapmu. Ditambah status Nalini yang belum jelas dikeluarga kerajaan." Pandangan Raja beralih pada Nalini. "Jika tidak ada masa berkabung, mungkin pernikahan kalian akan sesuai dengan rencana awal."

Putra mahkota seperti curi-curi pandang pada Nalini, saat Raja berkata. Namun pikiran Nalini yang kacau, tidak menyadari hal itu. Bahkan pembicaraan ini pun, Nalini tidak menangkap sama sekali. Dia sedikit bersyukur karena kakak tertua ikut bersamanya. Nalini hanya tersenyum saja untuk menanggapi setiap perkataan yang keluar dari mulut mereka.

"Ah, iya. Sebelumnya saya mau meminta maaf. Tapi ada hal yang mengganggu pikiran selama ini." Permaisuri seperti menunggu respon dari Raja Arnawarman dan juga Nalini.

"Silahkan katakan saja, apa yang mengganggu pikiranmu."

"Seperti yang kita tahu, Nalini merupakan satu-satunya keturunan klan Danadyaksa."

"Tidak mungkin seorang wanita memimpinnya. Pasti perguruan akan jatuh ke tanganmu. Murid kesayangan Guru Besar, betul seperti itu?." Permasuri menunjuk kakak tertua.

"Ibunda, pertanyaan macam apa itu?" Sergah putra mahkota.

"Tidak apa Putra Mahkota, saya mengerti kehawatiran Permasuri." Kakak tertua langsung mencegah putra mahkota untuk berdebat dengan permaisuri. "Betul apa yang dikatakan oleh Permasuri. Saya sudah mendapatkan mandat dari Guru Besar sebelum meninggal."

"Tapi, saya akan mendedikasikan hidup saya untuk perguran dan juga perdamaian dunia. Seperti yang sudah diajarkan oleh Guru Besar." Kakak tertua masih setenang itu setelah permasuri mencoba menyudutkannya.

"Setelah kalian menikah apakah bisa Pedang Legendaris milik keluarga Danadyaksa menjadi milik Putra Mahkota kami." Inilah tujuan utama permasuri merengek pada Raja untuk mengadakan perjamuan khusus.

Nalini langsung saja terkejut dengan permintaan permasuri. "Apakah sebelumnya memang ada perjanjian seperti ini dengan Kakek?" Ada sedikit nada tinggi terselip diantara kalimat Nalini. Dia mulai lelah dengan orang-orang yang menginginkan pedang legendaris Danadyaksa.

"Tentu tidak ada hal seperti itu, kami menjodohkan kalian murni karena jasa Guru Besar pada kerajaan ini." Hal itu langsung dibantah oleh Raja Arnawarman. Permintaan permaisuri juga bukan hal yang aneh. Terlebih lagi, Nalini akan menjadi calon putri mahkota setelah masa berkabung.

Status putra mahkota mereka akan jadi lebih unggul dibanding tiga kerajaan lainnya, jika pedang legendaris itu menjadi miliknya. Ditambah Raja Arnawarman juga tidak tahu apa-apa tentang perjanjian Nalini dan Guru Besar.

"Ada cerita lain yang tersimpan pada pedang legendaris tersebut." Kakak tertua pun, menceritakan tentang kutukan keluarga Danadyakasa.

Jika putra mahkota menjadi suami Nalini, statusnya tetap akan menjadi menantu keluarga Danadyaksa. Putra mahkota tidak bisa memilikinya, berpotensi kemati dan juga menimbulkan pertumpahan darah yang baru.

Informasi yang disampaikan oleh kakak tertua memberikan kejutan terbesar bagi keluarga kerajaan. Permaisuri bahkan mulai memandang Nalini dengan berbeda. Dia takut, bahwa masuknya Nalini ke keluarga kerajaan akan membawa kutukan dan petaka.

Apalagi perasaan Putra mahkota yang sudah terlanjur cinta pada Nalini karena perjodohan mereka sejak kecil. Akan sangat sulit bagi permaisuri untuk menghasutnya membatalkan pernikahan.

Ekspresi sang Raja juga tidak terlalu terganggu dengan hal tersebut, tapi permasuri mulai memikirkan cara untuk membatalkan pertunangan mereka dan mengusir Nalini jauh dari kerajaan Arnawarman.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   41. Acara Makan Malam

    Belum menjelang malam tapi para bangsawan yang berada di ibu kota dan sudah mendapatan undangan Jahan, sejak pagi mulai berdatangan. Bahkan bangsawan dari luar kerajaan timur pun turut hadir. Siapa yang tidak tahu tentang keluarga bangsawan Altarik yang terkenal dengan kerendahan hatinya walau memiliki harta yang sangat melimpah. “Nona, apa ada sudah memilih pakaian dan riasan seperti apa yang akan anda kenakan saat makan malam.” Pelayan ini memang terlalu patuh pada peraturan, untungnya ada dua pelayan yang Jahan tempatkan untuk melayani Nanda agar dia lebih leluasa. “Aku rasa Nona akan memilihya nanti. Sekarang bagaiman kalau kita bantu bagian yang lain untuk menyiapkan acara makan malam. Pasti mereka kewalahan.” Sekarang Nanda kembali sendiri. Pikirannya masih berkenalan tentang percakapan tadi siang dengan Jahan. Memang lebih baik dia mengaikut arahan Jahan. Lagi pula dengan begitu Nanda tidak perlu merasa bersalah dengan menolak perasaan putra mahkota padanya. Satu jam kemudi

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   40. Ibu Kota Negara Utara

    Kakek itu mengehela napas dan menepuk pundak Janu. “Aku tidak yakin untuk memberitahumu saat ini. Tapi, apa kamu sudah menemukan kunci peti yang lainnya?” Janu menggeleng lemah. Selama ini dia sudah mencari ke seluruh penjuru pondok. Bahkan sampai ke ujung hutan sekali pun tetap saja sisa kuncinya tidak ditemukan.“Apa harus sampai semua peti itu terbuka?”“Kamu pernah mencoba buka paksa peti-peti tersebut, misalnya dengan cara apapun namun masih tidak berhasil bukan?” Kakek itu kembali menyeruput teh nya.“Itu artinya kunci-kunci tersebut enggak berada di pondok atau hutan terlarang sekalipun. Mereka ada di luar dan aku harus mencarinya agar bisa bertemu dengan kakekku?”“Apakah gadis yang kamu sebutkan kemarin sebagai teman adalah orang yang membantumu mempelajari tingkat dasar ilmu bela diri yang ada dalam buku panduan?” Bukannya menjawab pertanyaan sebelumnya, kakek itu malah melemparkan topik lain pada Janu sehingga membuatnya termenung sesaat. Semua hal tidak mungkin hanya kebet

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   39. Nanda Altarik

    Nanda berjalan dengan sangat tergesa-gesa. Beberapa pelayan mengekor dibelakangnya dan begitu sampai depan ruang pribadi Jahan, penjaga pintu mencoba untuk menghentikan Nanda, itu juga tidak berhasil. Nanda masuk begitu saja kedalam ruangan.“Jahan! Apa yang kamu lakukan--” Tanpa tahu siapa yang sedang bersama dengan Jahan. Nanda terdiam ketika tahu tidak hanya Jahan yang berada di ruangan itu. Nanda kemudian berbalik melihat penjaga pintu yang mengekor padanya. “Kenapa kamu tidak mengatakan kalau didalam sedang ada tamu?” Langsung saja penjaga pintu mendapat tatapan tajam dari Nanda. Jahan membebaskan penjaga itu dari amukan adiknya, dia langsung memberi isyarat untuk meninggalkan mereka bertiga dalam ruangan.“Selamat siang Nanda, bagaimana istirahatmu setelah melakukan perjalanan panjang?” Nanda cukup terkejut dengan reaksi putra mahkota yang seperti baru saja melakukan pertemuan pertama mereka. Namun itu tidak bukan masalah, yang penting saat ini adalah rencana Jahan yang dirasa

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   38. Kisah Empat Sekawan

    Janu masih menatap kakek itu dengan tatapan tidak percaya. Antara dia salah dengar atau dia benar mendengar semua itu. Untu memastikan semuanya, Janu mencoba mengambil posisi kuda-kuda yang benar dan mengambil napas yang sudah dilatihnya selama ini dengan Nanda. Melakukan ancang-ancang dan menghitung dalam hati, hingga hitungan ketiga. Kapak itu berhasil dicabut dari alas potong kayu.“Kakek! Ini berhasil lihat—“ Antusias Janu tertahan begitu dia mengingat kalimat yang sebelumnya kakek itu ucapkan. “Bagaimana Kakek tahu hal seperti tadi.”“Itu bukan sembarangan kapak. Itu adalah senjata pribadi miliku. Pasti ada banyak pertanyaan dalam kepalamu saat ini. Duduklah temani aku minum teh, kalau tidak keberatan aku ingin menceritakan kisah lama.” Janu tergugu dan dengan patuh melakukan semua perkataan kakek itu, tanpa membantah satu pun.Dua cangkir teh sudah tersaji diatas meja, mereka menikmatinya dengan bermain catur kuno yang diperkenalkan oleh para pedagang yang singgah. Janu awalnya

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   37. Penawaran Jahan

    Sejenak Jahan mengerutkan kening melihat reaksi Nalini yang tidak memperhatikan percakapan mereka sebelumunya. Bahkan Nalini mulai turun dari ranjang, bergerak dengan gusar keseluruh ruangan membuka apapun yang menutupi pandangan. Nalini menyingkap kain pentup meja, membuka seluruh pintu disana, membongkar laci-laci dan pintu lemari.“Dimana barang-barangku, kamu simpan?” “Harusnya semua yang ada di kamar ini adalah barang milikmu. Aku hanya memindahkan dari buntalan kain yang kamu bawa.”“Pedang, Seingatku aku selalu membawanya dan baru sadar sejak tinggal disini hanya pedang peninggalan Kakek yang belum aku lihat.”“Maksudmu ini.” Jahan menekan bagian bawah ranjang yang tidak terlihat secara kasat mata dan sebuah mekanis sederhana membuat laci rahasia muncul dibawahnya. Pedang tersebut tersimpan dengan aman bersama dengan Nalini di kamar ini. Segera Nalini menghampiri dan mengambil pedang tersebut. Membuka dari sarungnya, mengamati setiap lekukan pada pedang. “Oh, sungguh ke

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   36. Pria Tua Misterius

    Seorang pria tua tertegun melihat kemampuan Janu yang bisa mengalahkan lima pemuda dalah waktu yang sangat singkat. Bahkan penilaian Janu terhadap pedang legendaris juga membuatnya kagum. Janu sangat mengenali pedang tersebut dan dapat membedakan dengan yang palsu.“Anak muda, kamu tahu pedang apa yang barusan dibuang itu?”Janu menoleh melihat sosok kakek tua yang rentan dengan sebuah tongkat kayu menopang tubuhnya saat berajalan. Janu melihat kesana kemari untuk memastikan ada orang lain yang datang bersama kakek tersebut. “Apa Kakek terbiasa berjalan sendirian, ditengah hutan dan malam-malam seperti ini.”“Tenanglah aku tinggal tidak jauh dari sini. Hanya keluar sebentar untuk melihat ada keributan apa.”“Ah, maaf membuat Kakek khawatir.” Pandangan pria paruh baya itu tertuju pada pemuda yang berjatuhan dibelakang Janu. “Kakek tenang saja, mereka masih hidup dan cuman kehilangan kesadaran sejenak.” Lanjut Janu, tidak mau disalah pahami sebagai kasus pembunuhan.“Dari tampang mereka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status