Share

Pusaka Legendaris Sang Guru Besar
Pusaka Legendaris Sang Guru Besar
Penulis: D'Rose

1. Pesan Terakhir

"Tinggalkan kami berdua. Aku hanya ingin berbicara empat mata dengan cucuku."

Semua orang yang berada di kamar sang Guru segera berhamburan keluar.

Sejak guru besar dunia persilatan ini sakit, tidak sedikit para pendekar datang mengunjungi perguruan Danadyaksa setiap harinya.

Mereka juga sering membawa buah tangan seperti obat-obatan herbal dan beberapa barang berharga.

"Aku tidak akan membebani mu untuk mengurus perguruan ini."

Nalini tahu kemana arah pembicaraan sang kakek. Dia masih tidak rela jika kakeknya harus pergi meninggalkannya.

Satu-satunya keluarga yang dia miliki hanyalah sang kakek.

Dia kehilangan kedua orang tuanya ketika terjadi perang besar untuk menyatukan dunia persilatan.

Berkat usaha sang guru besar untuk menciptakan perdamaian, walau harus melewati berbagai perang pertumpahan darah.

Serta hasil akhir yang tidak sesuai harapan. Tapi setelahnya dunia persilatan menjadi lebih damai dan tertib.

Sekarang dunia persilatan terbagi menjadi empat kerajaan.

Kerjaan bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat.

Tidak hanya keempat kerajaan saja. Kehebatan ilmu bela diri sang guru besar juga membuat para klan pendekar tunduk dibawahnya.

Semua mengikuti aturan dan arahan dari guru besar yang bijak mengatur perdamaian, hak serta kewajiban yang harus dilaksanakan setiap pihak.

"Hanya ini yang aku tidak bisa percayakan pada siapapun, kecuali keluargaku sendiri."

Sang kakek mengangkat dan menyerahkan pedang yang selama ini menemaninya.

Pedang itu sudah ada dari keturunan pertama di keluarga Danadyaksa.

Diturunkan kepada ahli waris sebagai pusaka keluarga.

Namun sayang, dimasa kelam itu sang kakek yang terlihat keji untuk sebagian besar orang karena memulai peperangan menyatukan dunia persilatan.

Dia terkena kutukan tragis. Keluarganya tidak bisa lagi menggunakan pedang legendaris.

Jika mereka tetap memakainya, maka akan membawa pertumpahan darah dan keluarga Danadyaksa akan musnah selamanya.

Awalnya kutukan itu hanyalah dianggap angin lalu oleh sang guru besar.

Dia tidak mempercayai, sampai anak-anak dan menantunya yang menggunakan pedang legendaris.

Satu per satu mati mengenaskan di medan pertempuran atau ketika bertarung dengan musuh.

"Pedang ini, harus dimiliki oleh jiwa yang murni. Agar pertumpahan darah tidak terulang."

"Berikan saja itu pada Kakak seperguruan yang tertua. Aku tidak bisa menerima beban seberat ini atau Kakek harus bisa sembuh, nanti aku--"

"Tenang Nalini. Kakek tahu kemampuanmu sudah berkembang pesat."

"Apapun yang terjadi kedepannya, Kakek akan selalu mengawasi mu dari langit." Ucap sang Kakek sambil tersenyum.

Setelah itu matanya mulai perlahan turun dan tertutup. Seolah tidak ada penyesalan yang dia tinggalkan.

"Kakek... bangun, Kakek!" Nalini berteriak histeris, melihat tangan yang terulur padanya jatuh dengan lunglai ke atas kasur.

Orang yang pertama kali masuk adalah kakak seperguruan mereka yang paling tua.

Dia yang sudah diamanati oleh sang guru besar untuk melanjutkan perguruan serta menjaga cucu satu-satunya.

"Nona, berikan pedangnya padaku. Sebentar lagi orang-orang pasti akan masuk karena mendengar teriakan anda."

Nalini hendak memberikannya, namun detik berikutnya dia menarik lagi pedang tersebut kedalam dekapannya.

Kakak tertuanya ini sangat baik dan bijaksana. Bisa saja dia juga memiliki jiwa yang murni.

Tapi mengapa kakeknya tidak langsung memberikan pedang legendaris pada kakak tertua.

"Tidak. Aku akan menyimpan ini." Nalini berusaha menyeka air matanya, mulai sekarang dia harus kuat.

Nalini bertekad akan mewujudkan pesan terkahir dari sang kakek.

"Baiklah, tapi beberapa orang akan segera masuk. Mereka sudah lama mengincar anda dan juga pedang legendaris."

"Nona tidak bisa muncul dengan pedang itu, untuk sementara sembunyikanlah di tempat yang aman."

"Sementara itu saya akan keluar dan menahan orang-orang yang ingin masuk." Kakak tertua pun keluar dari kamar.

Nalini ingat ada pintu rahasia dibalik rak buku yang menempel di dinding.

Kunci pembukanya adalah sebuah buku.

Begitu buku itu dicabut dari barisan, rak buku tersebut akan bergeser membuka.

Ada sebuah lorong yang gelap di depan sana. Nalini tidak tahu seberapa panjang dan kemana lorong itu bermuara.

Nalini juga tidak sengaja mengetahui tentang pintu rahasia ini. Saat sang Kakek membukanya.

Tidak banyak waktu, suara orang-orang yang protes juga mulai terdengar semakin jelas.

Nalini putuskan untuk menyimpannya dibalik pintu lorong.

Disimpannya pedang legendaris itu di celah kecil pintu.

Pintu tertutup kembali bertepatan dengan masuknya putra mahkota kerajaan timur. Catra Arnawarman.

Setelah perang usai, guru besar memutuskan untuk menetap di tanah kelahirannya yang sekarang menjadi daerah kekuasaan kerajan timur.

Sebutan lain dari kerajaan timur adalah Arnawarman.

Kedekatannya yang spesial dengan Raja Arnawarman juga membuat sang guru besar menjodohkan cucu satu-satunya dengan putra mahkota Arnawarman.

"Nalini. Semuanya akan baik-baik saja." Dia langsung menghambur, memeluk Nalini untuk menenangkan.

Untunglah putra mahkota datang dengan membawa beberapa penjaga istana.

Para penjaga istana langsung mengamankan area perguruan Danadyaksa.

Keamanan diperketat apalagi di kamar guru besar, yang tidak berkepentingan jelas dilarang untuk masuk.

Kabar meninggalnya guru besar pun langsung tersebar ke segala penjuru dunia persilatan.

Raja Arnawarman juga sudah memutuskan bahwa pihak kerajaan akan melakukan acara pemakaman bagi guru besar.

Begitu pun dengan jamuan dan penyambutan bagi siapa saja yang datang ke negerinya untuk melakukan penghormatan terakhir pada sang guru besar.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Liani April
semangat!!!!!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status