Share

Pusaka Legendaris Sang Guru Besar
Pusaka Legendaris Sang Guru Besar
Penulis: D'Rose

1. Pesan Terakhir

Penulis: D'Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-17 20:14:21

"Tinggalkan kami berdua. Aku hanya ingin berbicara empat mata dengan cucuku."

Semua orang yang berada di kamar sang Guru segera berhamburan keluar.

Sejak guru besar dunia persilatan ini sakit, tidak sedikit para pendekar datang mengunjungi perguruan Danadyaksa setiap harinya.

Mereka juga sering membawa buah tangan seperti obat-obatan herbal dan beberapa barang berharga.

"Aku tidak akan membebani mu untuk mengurus perguruan ini."

Nalini tahu kemana arah pembicaraan sang kakek. Dia masih tidak rela jika kakeknya harus pergi meninggalkannya.

Satu-satunya keluarga yang dia miliki hanyalah sang kakek.

Dia kehilangan kedua orang tuanya ketika terjadi perang besar untuk menyatukan dunia persilatan.

Berkat usaha sang guru besar untuk menciptakan perdamaian, walau harus melewati berbagai perang pertumpahan darah.

Serta hasil akhir yang tidak sesuai harapan, sang guru besar harus kehilangan keluarganya dan tersisa hanya seorang cucu perempuan.

Tapi itu setimpal dengan pengorbanan sang guru besar. Setelahnya dunia persilatan menjadi lebih damai dan tertib.

Sekarang dunia persilatan terbagi menjadi empat kerajaan.

Kerajaan bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat.

Tidak hanya keempat kerajaan saja. Kehebatan ilmu bela diri sang guru besar juga membuat para klan pendekar tunduk dibawahnya.

Semua mengikuti aturan dan arahan dari guru besar yang bijak mengatur perdamaian, hak serta kewajiban yang harus dilaksanakan setiap pihak.

"Hanya ini yang aku tidak bisa percayakan pada siapapun, kecuali keluargaku sendiri."

Sang kakek mengangkat dan menyerahkan pedang yang selama ini menemaninya.

Pedang itu sudah ada dari keturunan pertama di keluarga Danadyaksa.

Diturunkan kepada ahli waris sebagai pusaka keluarga.

Namun sayang, dimasa kelam itu sang kakek yang terlihat keji untuk sebagian besar orang karena memulai peperangan untuk menyatukan dunia persilatan.

Dia terkena kutukan tragis. Keluarganya tidak akan bisa lagi menggunakan pedang legendaris.

Jika mereka tetap memakainya, maka akan membawa pertumpahan darah dan keluarga Danadyaksa akan musnah selamanya.

Awalnya kutukan itu hanyalah dianggap angin lalu oleh sang guru besar.

Dia tidak mempercayai, sampai anak-anak dan menantunya yang menggunakan pedang legendaris.

Satu per satu mati mengenaskan di medan pertempuran atau ketika bertarung dengan musuh.

"Pedang ini, harus dimiliki oleh jiwa yang murni. Agar pertumpahan darah tidak terulang."

"Berikan saja itu pada Kakak seperguruan yang tertua. Aku tidak bisa menerima beban seberat ini atau Kakek harus bisa sembuh, nanti aku--"

"Tenang Nalini. Kakek tahu kemampuanmu sudah berkembang pesat."

"Apapun yang terjadi kedepannya, Kakek akan selalu mengawasi mu dari langit." Ucap sang Kakek sambil tersenyum.

Setelah itu matanya mulai perlahan turun dan tertutup. Seolah tidak ada penyesalan yang dia tinggalkan.

"Kakek... bangun, Kakek!" Nalini berteriak histeris, melihat tangan yang terulur padanya jatuh dengan lunglai ke atas kasur. Nalini menjadi makin panik dan menangis histeris.

Orang yang pertama kali masuk adalah kakak seperguruan mereka yang paling tua.

Dia yang sudah diamanati oleh sang guru besar untuk melanjutkan perguruan serta menjaga cucu satu-satunya.

"Nona, berikan pedangnya padaku. Sebentar lagi orang-orang pasti akan masuk karena mendengar teriakan anda."

Nalini hendak memberikannya, namun detik berikutnya dia menarik lagi pedang tersebut kedalam dekapannya.

Kakak tertuanya ini sangat baik dan bijaksana. Bisa saja dia juga memiliki jiwa yang murni.

Tapi mengapa kakeknya tidak langsung memberikan pedang legendaris pada kakak tertua.

"Tidak. Aku akan menyimpan pedang ini." Nalini berusaha menyeka air matanya, mulai sekarang dia harus kuat.

Nalini bertekad akan mewujudkan pesan terkahir dari sang kakek.

"Baiklah, tapi beberapa orang akan segera masuk. Mereka sudah lama mengincar anda dan juga pedang legendaris."

"Nona tidak bisa muncul dengan pedang itu, untuk sementara sembunyikanlah di tempat yang aman."

"Sementara itu saya akan keluar dan menahan orang-orang yang ingin masuk." Kakak tertua pun keluar dari kamar.

Nalini ingat ada pintu rahasia dibalik rak buku yang menempel di dinding.

Kunci pembukanya adalah sebuah buku.

Begitu buku itu dicabut dari barisan, rak buku tersebut akan bergeser membuka.

Ada sebuah lorong yang gelap di depan sana. Nalini tidak tahu seberapa panjang dan kemana lorong itu bermuara.

Nalini juga tidak sengaja mengetahui tentang pintu rahasia ini. Saat sang Kakek membukanya.

Tidak banyak waktu, suara orang-orang yang protes juga mulai terdengar semakin jelas.

Nalini putuskan untuk menyimpannya dibalik pintu lorong.

Disimpannya pedang legendaris itu di celah kecil pintu.

Pintu tertutup kembali bertepatan dengan masuknya putra mahkota kerajaan timur. Catra Arnawarman.

Setelah perang usai, guru besar memutuskan untuk menetap di tanah kelahirannya yang sekarang menjadi daerah kekuasaan kerajan timur.

Sebutan lain dari kerajaan timur adalah Arnawarman.

Kedekatannya yang spesial dengan Raja Arnawarman juga membuat sang guru besar menjodohkan cucu satu-satunya dengan putra mahkota Arnawarman.

"Nalini. Semuanya akan baik-baik saja." Dia langsung menghambur, memeluk Nalini untuk menenangkan.

Untunglah putra mahkota datang dengan membawa beberapa penjaga istana.

Para penjaga istana langsung mengamankan area perguruan Danadyaksa.

Keamanan diperketat apalagi di kamar guru besar, yang tidak berkepentingan jelas dilarang untuk masuk.

Kabar meninggalnya guru besar pun langsung tersebar ke segala penjuru dunia persilatan.

Raja Arnawarman juga sudah memutuskan bahwa pihak kerajaan akan melakukan acara pemakaman bagi guru besar.

Begitu pun dengan jamuan dan penyambutan bagi siapa saja yang datang ke negerinya untuk melakukan penghormatan terakhir pada sang guru besar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Liani April
semangat!!!!!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   33. Kesepakatan Damai

    "Tuan Muda, Nona Nalini membuat masalah lagi. Kali ini Nona menyekap pelayan yang mengantarkan makanan ke dalam kamarnya." Lapor salah satu pelayan di kediaman Jahan.Jahan hanya tersenyum menanggapi. Namun raut wajah penuh kehawatiran pelayan itu tidak kunjung sirna. "Dia bukan orang jahat, temanmu akan aman disana. Biarkan saja." Jahan seperti harus memberi penjelasan agar para pelayannya tidak khawatir berlebihan.Satu hari berlalu, sekarang sudah tiga orang pelayan yang berada di dalam kamar Nalini.Suasananya canggung sekali. Mereka diam dimeja tamu, sementara Nalini berbaring seharian diatas tempat tidur. Tiga pelayan itu juga manusia, suara perut yang kelaparan sampai terdengar oleh Nalini. "Makan saja hidangan yang kalian bawa. Aku tidak lapar.""Tidak Nona, ini untuk mu. Kami tidak berhak memakan milik tamu Tuan Muda.""Disini hanya ada kita saja dan aku tidak akan mengadukan hal ini pada Tuan Muda mu." Dari mereka bertiga, tidak ada yang berani bergerak sedikitpun. Nal

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   32. Sebuah Kepercayaan

    "Tuan, selama kota dibawah pengawasan anda. Baru kali ini begitu kacau dan ricuh." Ayah Nira bertanya di sela-sela makan malam mereka. Wali kota tersebut menghela napas dengan panjang sambil mengeluarkan selembar kertas keatas meja makan. Sebuah pencarian orang, buronan. Tidak seperti kebanyakan yang berparas seram dan bermasalah. "Karena ada berita yang mengabarkan kalau buronan ini masuk ke kota, kebetulan karena pertandingan besar sedang berlangsung. "Putra Mahkota yang berada disini, langsung menurunkan perintah. Kalau sudah begitu, mana bisa saya melawan perintah mutlak tersebut." Untungnya dimeja itu, hanya terdapat Janu Nira dan saudagar dagang.Anggota lainnya duduk di meja yang terpisah. Kalau tidak mereka bisa heboh melihat lukisan wajah yang terpampang disana. Perempuan itulah yang sempat menolong dan memberikan obat pada rombongan dagang. Serta perempuan itu adalah orang yang sedang Janu cari selama ini. Entah reaksi apa yang akan mereka berikan tentang Nalini. "Se

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   31. Jarum Berbisa

    "Nalini, deng--" "Nanda! Namaku, tolong panggil aku dengan itu. Nalini sudah mati di hari saat orang-orang menjebaknya." Putra mahkota dan Jahan terdiam dan saling padang untuk sesaat. "Dengar, saat ini dirimu sedang menjadi buronan di semua kerajaan. Tempat yang paling aman adalah bersembunyi di sini." "Oh ya? Aku rasa tidak begitu. Lebih baik penjarakan aku seumur hidup atau bunuh saja sekalian!" Nalini maju ke hadapan putra mahkota sambil memasang wajah yang menantang. Tidak ada raut ketakutan sama sekali.Sekilas Nalini memandang pada tempat penyimpanan pedang di dekat pintu masuk. Nalini jadi memikirkan sebuah rencana. Dia terus mendesak putra mahkota hingga Nalini bisa menjangkau tempat pedang tersebut. Selajutnya, gerakan tangan Nalini sangat cepat, dia mencabut pedang dari sarungnya dan hendak menebaskan pada batang leher dirinya.Namun gerakan tangan Jahan tidak kalah cepat untuk menghentikan aksi bunuh diri yang akan Nalini lalukan. Jaha cekatan melemparkan jarum-jar

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   30. Kembali Ke Awal

    Putra mahkota kerajaan timur memang benar memilki cinta yang besar pada Nalini. Namun Jahan tidak merasakan cinta itu akan kuat untuk beberapa tahun kedepan. Akan terlalu banyak hal yang direlakan putra mahkota untuk bisa bersama Nalini. "Sebenarnya aku kurang nyaman dengan situasi ini. Aku tidak suka kamu terus memandangi Nalini." Putra mahkota menutup tirai untuk memisahkan Nalini dengan mereka. "Aku hanya sedang menebak kelanjutan apa yang terjadi setelah Nalini terbangun di kerjaan timur.""Aku sudah mengatur semuanya dengan baik. Walau tidak suka, kamu diam saja. Karena amarahku belum cukup reda untuk menganggapmu sebagai sahabatku lagi." "Kalau aku bilang untuk kebaikan Nalini, apa Yang Mulia Putra Mahkota bisa memahami itu?" Hening sesaat dianatara mereka, putra mahkota juga enggan menanggapi pertanyaan terkahir Jahan. Kereta kuda berhenti, Jahan harus kembali berpura-pura terbaring. Artinya dia akan tidur di samping Nalini. Suka tidak suka, putra mahkota harus merelakan

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   29. Kericuhan Kota

    Janu hanya bisa menghela napas panjang, begitu pintu gerbang ditutup dan menampilkan rombongan kereta kuda yang hanya terlihat sepersekian detik oleh dirinya. Kericuhan mulai lagi terjadi, bahkan sekarang penjaga kota mulai menunjukan sisi keras mereka. Tidak segan untuk mendorong, memukul dan melakukan serangan fisik lainnya bagi siapapun yang menentang. "Jika ingin semua ini cepat selesai, kendalikan diri kalia dan ikuti aturan yang berlaku!" Beberapa luka lebam didapatkan oleh para pengunjung kota. Para penjaga juga tidak memandang status mereka. Bangsawan dan rakyat biasa juga terkena hantaman penjaga. Seolah mereka mendapat kekuatan yang sulit dibantah, karena mendapat kuasa yang diturunkan langsung oleh keluarga kerajaan. "Kerajaan kami akan mengadukan sikap kalian yang kasar pada para tamu seperti ini.""Silahkan saja! Ini masih wilayah kekuasaan negara timur. Kalian bisa pulang hanya tinggal nama." Jauh dari keramaian, Nira masih saja menghadang Janu untuk maju kearah p

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   28. Jebakan Dalam Jebakan

    "Sudahlah, hentikan semua keributan ini dan kembali pada pos masing-masing." "Terima kasih Yang Mulia Putra Mahkota." Penjaga itu bangkit sambil undur diri dan diikuti oleh beberapa rekannya. Sementara para pengawal berjirah emas masih dia didalam kamar. "Apa masih ada urusan yang mau kamu sampaikan kepadaku?" "Mengapa Yang Mulia pergi keluar dari istana dan Ibu Kota secara diam-diam, tanpa pengawalan sama sekali?""Aku hanya tidak mau menimbulkan keributan. Lagi pula banyak dari para bangsawan yang lain datang kesini untuk menonton pertandingan dengan menggunakan pakai merakyat."Tadinya aku hanya ingin menonton pertarungan final yang katanya akan spektakuler. Ternyata sahabatku terluka dan aku datang untuk mengobatinya. "Sayang sekali obat-obatan disini tidak selengkap di ibu kota. Makannya aku berencana untuk membawanya pulang bersamaku."Oh iya, tolong sekalian siapkan kereta kuda untuk membawa sahabatku dan bagaimana kalau penjagaan kota di perketat. "Siapa tahu berita soal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status