Share

7. Buku Kuno

Penulis: D'Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-24 11:40:03

"Ingatanku belum pulih jadi--"

"Kamu mungkin salah satu pendekar diluar sana." Janu memotong perkataan Nalini. "Walau kamu seorang wanita, tapi aku bisa merasakan tangan yang sering menggunakan pedang. Sama seperti tangan Kakek."

Saat sulit memikirkan jawaban yang harus diberikan pada Janu. Ranting yang berada ditangan Nalini bergerak. Membuat tubuhnya tertarik kearah sungai karena lengah. Jika tidak ditahan oleh Janu, mungkin Nalini akan jatuh kedalam sungai yang dingin.

Takut terjatuh, Nalini juga membalas mengenggam tangan Janu agar tidak melepaskan dirinya. Dengan menggenggam tangan Janu, Nalini bisa merasakan denyut nadi Janu. Tenaga dalam yang sangat hebat mengalir disana. Bahkan melebihi dari kakak tertua perguruan Danadyaksa. Tubuh Janu akan sangat mudah untuk dilatih jurus apapun.

"Dalam hitungan ketiga, kita tarik bersama-sama." Ucapan Janu, mengembalikan Nalini dari pikirannya sendiri. "Satu.. dua.. tiga!" Janu menarik tangan Nalini kearahnya. Begitu pula Nalini menggunakan tangan yang satunya lagi untuk menarik ranting menjauh dari aliran sungai. Ikan berukuran besar terkapar diatas bebatuan.

"Woah... aku bisa menangkap ikan." Seketika Nalini melupakan apa yang baru dipikirkannya tentang tenaga dalam Janu. Di dunia baru ini, Nalini banyak menemukan kesenangan dari hal yang sederhana. Melupakan status, tatakrama memuakkan, serta politik kerajaan yang selalu menjadi makanan sehari-harinya.

"Ayo kita pulang saja, ikannya kita bagi dua." Usul Janu.

"Tidak mau! Ini hasil tangkapanku. Kamu tunggulah kail mu bergerak."

"Ada sesuatu yang penting ingin aku tunjukkan padamu." Janu langsung menggenggam tangan Nalini untuk mengikutinya, daripada dia kesulitan dengan Nalini yang tersesat di hutan.

Mereka berjalan cepat tapi lama kelamaan Janu akhirnya mengajak Nalini berlari. Melewati setiap pepohonan dan padang rumput yang luas sebelum tiba di pondok Janu yang sederhana.

Nalini langsung duduk di bangku panjang sambil mengatur napasnya. Janu masuk dan kembali dengan satu gelas air beserta satu buku di masing-masing tangannya.

Pertama dia menyodorkan gelas berisi air untuk Nalini. Janu menunggu dengan sabar sampai air dalam gelas itu tandas diminum Nalini. Setelahnya Janu menyodorkan buku yang sudah sangat lusuh.

"Aku menemukannya, tapi enggak mengerti isinya." Jelas Janu. Nalini menelisik pada wajah Janu. "Iya! Aku enggak bisa membaca. Jangan bilang gara-gara hilang ingatan, kamu jadi enggak bisa baca tulisan di buku itu?" Nalini hanya tersenyum singkat lalu kembali pada buku tersebut.

Selain lembab buku ini juga sangat terlihat rapuh. Nalini dengan perlahan membuka setiap lembarannya.

"Jadi apa isinya? Apa sesuatu yang menarik. Aku hanya memperhatikan gambarnya saja." Terjawab sudah tenaga dalam hebat itu berasal. Walau pun Janu masih tidak tahu cara melakukannya dengan benar dan hanya dengan berlatih setiap hari saja menggunakan gerakan yang tertera dibuku. Janun sudah bisa melatih tenaga dalam sampai sehebat itu.

"Bertemu denganmu suatu keberuntungan buatku. Ayo kita berlatih bersama?" Janu tersenyum lebar memandang Nalini.

"Kamu dapatkan buku ini dari mana? Kakek?" Selain dari kondisi buku, jurus seperti ini juga asing dimata Naliani. Banyak pendekar yang datang ke perguruan untuk melakukan duel dengan guru besar setelah dunia persilatan damai. Tapi jurus yang di dalam buku ini belum pernah Nalini lihat ada pendekar yang menggunakannya.

"Beritahu terlebih dahulu apa isinya. Nanti aku katakan darimana." Janu juga tidak mau mengalah.

"Tulisannya, hanya menunjukan bagaimana cara bernafas dalam setiap gerakannya. Coba tunjukan hasil belajarmu."

Janu bersiap dengan memasang posisi kuda-kuda. Tanganya mulai bergerak sesuai gambar dibuku. Benar dugaan Nalini, napasnya berantakan dan gerakannya tidak lues.

"Saat tanganmu turun, napas juga harus dihembuskan dengan perlahan lewat hidung."

Janu mengulang sesuai arahan Nalini. Reaksi tubuhnya menjadi lebih ringan dan lebih bertenaga setelahnya.

"Sekarang, beritahu dari mana buku ini?" Nalini menghentikan latihan mereka.

"Ah, kamu mempermainkanku. Ini belum selesai sampai akhir kan?" Nalini seperti enggan memberitahu kelanjutannya. Dia menutup buku sambil memberikannya kembali pada Janu.

"Mau kemana?" Janu menahan tangan Nalini. "Ikut aku." Tidak mau kehilangan pembelajaran dari Nalini akhirnya Janu yang mengalah.

Mereka kembali kedalam pondok dan Janu berhenti di depan sebuah peti kayu. Peti kayu yang sepertinya dijadikan tempat menyimpan barang-barang berharga milik Janu. Jika jawaban Janu buku itu berasal dari peti kayu, Nalini akan mengamuk.

Janu berjongkok dan mulai menggeser peti kayu yang terlihat berat. Bergeser dan Janu menarik tali yang jika sekilas tidak akan terlihat. Pintu menuju ruang bawah tanah, sedikit mengingatkan Nalini pada pintu rahasia di ruangan kakeknya.

"Bawa lilin, kamu enggak terbiasa dengan gelap bukan?" Janu turun terlebih dahulu tanpa kendala sedikit pun.

Pandangan Nalini langsung tertuju pada lilin dan juga dua batu kecil disampingnya. Beberapa kali Nalini menggesekkan dua batu tersebut agar memercikkan panas dan membakar sumbu lilin.

"Hey, lama sekali? Aku tinggal." Semakin panik Nalini, akhirnya menyerah dan turun saja mengikuti Janu. "Mana lilin nya? Aku enggak akan tanggungjawb kalau--"

Nalini langsung memeluk lengan Janu yang membuatnya terkejut. "Begini saja, ayo jalan." Ucap Nalini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   45. Obesis Putra Mahkota Kerajaan Timur

    Putra mahkota menggeraka kepala untuk menyuruh kedua pelayan itu meninggalkan dirinya dan Nanda. Setelah hanya berdua, putra mahkota berjalan perlahan menuju Nanda.“Sudah larut malam, pria dan wanita tidak seharusnya bersama. Ini akan mencoreng nama baik anda Yang Mulia.” Ucap Nanda, terlihat dari gesture badannya akan meninggalkan putra mahkota sendirian. Namun tangannya ditarik begitu saja, tubuhnya sedikit limbung dan untuk menahannya agar tidak terjatuh putra mahkota segera menangkap tubuh Nanda.“Aku tidak peduli dengan semuanya, bukankah kamu sudah tahu akan hal itu?” Nanda berusah melepaskan diri dari pelukan putra mahkota namun kekuatannya sangat tidak seimbang, putra mahkota semakin mendekap Nanda dengan posesif. “Seminggu lagi kita akan menikah, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nona Nanda.”Putra mahkkota lalu melepaskan Nanda dan dengan menadapatkan kesempatan itu, Nanda segera berlari menuju kamarnya. Bahkan dia masih merasa meriding tawa menggelegar dari putra mah

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   44. Istana Kerajaan Utara

    Jika di kereta kuda Janu sudah kagum dengan segalam ornament mewahnya. Maka ketika dia memasuki lingkungan kerajaan Utara Janu sampai ternganga, jangan ditanya dengan bagunannya. Kerajaan utara terkenal dengan kontruksinya yang sangat kokoh dan mewah. Hamparan taman bunga yang berisikan bunga-bungan langka belum pernah Janu lihat sebelumnya. Kepala dan badan Janu jadi tidak selaras, melihat keseluruh penjuru area.Banyaknya pelayan menyapa dan berlalu lalang mengerjakan tugas mereka masing-masing disetiap lorong yang dilewati. Reaksi Janu tidak terlepas dari pengamatan dua saudara ini. Dalam pikiran Kaila menganggap Janu adalah orang yang lucu, sepertinya tamu sang guru ini bukan berasal dari keluarga bangsawan seperti kebanyakan kenalan beliau.“Janu, apa ini pertama kalinya masuk ke lingkungan istana?” Janu mengangguk menjawab pertanyaan Kaila tanpa mempedulikannya. Mata Janu masih tertuju ke tempat lain seolah tidak mau kehilangan pemandangan indah yang terhampar dihadapannnya.Bed

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   43. Ketakutan Masa Lalu

    Semua menikmati anggur dan makan yang disediakan oleh kediaman keluarga Altarik. Hampir dipastikan semua tamu yang hadir sudah mabuk akibat putra mahkota yang terus-terusan mengajak bersulang dan itu tidak bisa ditolak oleh mereka.Pelayan pribadi satu per satu berpamitan untuk membawa tuannya untuk pulang pada Jahan sang tuan rumah. Itu pula yang membuat Nanda tidak memiliki alasan untuk tetap diam di tempatnya, dia juga meminta izin pada kakaknya untuk kembali kedalam kamar.Nanda mempercepat langkahnya, dia sudah tidak suka dengan acara yang seperti ini ditambah dia takut ketahuan oleh kakak seperguruan yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan darinya. Benar saja dipersimpangan jalan, kakak seperguruannya mencegat langkah Nanda.Rona merah di pipinya menandakan kalau dia juga sudah dalam keadaan mabuk berat. “Orang mabuk akan dua kali lebih berbahaya karena akal sehatnya tidak berfungsi.” Ucap Nanda dalam hati. “Selamat malam tuan muda, mungkin anda tersesat, perjamuan makan mal

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   42. Keturunan Kerajaan Utara

    Janu sedikit menjaga jaraknya dari wanita bangsawan itu. Anehnya lagi wanita bangsawan itu malah lebih mendekatkan diri pada Janu. Keningnya berkerut melihat tingkah Janu yang seperti menghindari dirinya, padahal dia tidak akan berbuat jahat pada Janu, dia lalu menunjuk papan pengenal yang tersampir di pinggang Janu.“Jadi kamu adalah cucu Guru yang hilang itu?” Janu meraba kemudian mengambil papan identitas yang tersampir di pinggangnya. Janu harus segera menjelaskan semua agar tidak ada kejadian salah paham seperti yang dirinya lakukan dengan Nira.“Ah, aku hanya—““Yang Mulia Putra Mahkota…” Teriak salah satu pelayan di ujung jalan. Orang-orang yang sedang memadati jalanan langsung menghindar, lenggang seketika dan begitu kereta kuda lewat, semua membungkukkan badan menyambutnya. Jendela kereta kuda putra mahkota terbuka, dia bisa dengan leluasa melihat lingkungan sekitar.Walau ragu Janu juga ikutan membungkuk karena semua orang sedang membungkuk akan terlihat aneh kalau dia tetap

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   41. Acara Makan Malam

    Belum menjelang malam tapi para bangsawan yang berada di ibu kota dan sudah mendapatan undangan Jahan, sejak pagi mulai berdatangan. Bahkan bangsawan dari luar kerajaan timur pun turut hadir. Siapa yang tidak tahu tentang keluarga bangsawan Altarik yang terkenal dengan kerendahan hatinya walau memiliki harta yang sangat melimpah. “Nona, apa ada sudah memilih pakaian dan riasan seperti apa yang akan anda kenakan saat makan malam.” Pelayan ini memang terlalu patuh pada peraturan, untungnya ada dua pelayan yang Jahan tempatkan untuk melayani Nanda agar dia lebih leluasa. “Aku rasa Nona akan memilihya nanti. Sekarang bagaiman kalau kita bantu bagian yang lain untuk menyiapkan acara makan malam. Pasti mereka kewalahan.” Sekarang Nanda kembali sendiri. Pikirannya masih berkenalan tentang percakapan tadi siang dengan Jahan. Memang lebih baik dia mengaikut arahan Jahan. Lagi pula dengan begitu Nanda tidak perlu merasa bersalah dengan menolak perasaan putra mahkota padanya. Satu jam kemudi

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   40. Ibu Kota Negara Utara

    Kakek itu mengehela napas dan menepuk pundak Janu. “Aku tidak yakin untuk memberitahumu saat ini. Tapi, apa kamu sudah menemukan kunci peti yang lainnya?” Janu menggeleng lemah. Selama ini dia sudah mencari ke seluruh penjuru pondok. Bahkan sampai ke ujung hutan sekali pun tetap saja sisa kuncinya tidak ditemukan.“Apa harus sampai semua peti itu terbuka?”“Kamu pernah mencoba buka paksa peti-peti tersebut, misalnya dengan cara apapun namun masih tidak berhasil bukan?” Kakek itu kembali menyeruput teh nya.“Itu artinya kunci-kunci tersebut enggak berada di pondok atau hutan terlarang sekalipun. Mereka ada di luar dan aku harus mencarinya agar bisa bertemu dengan kakekku?”“Apakah gadis yang kamu sebutkan kemarin sebagai teman adalah orang yang membantumu mempelajari tingkat dasar ilmu bela diri yang ada dalam buku panduan?” Bukannya menjawab pertanyaan sebelumnya, kakek itu malah melemparkan topik lain pada Janu sehingga membuatnya termenung sesaat. Semua hal tidak mungkin hanya kebet

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status