Share

7. Buku Kuno

"Ingatanku belum pulih jadi--"

"Kamu mungkin salah satu pendekar diluar sana." Janu memotong perkataan Nalini.

"Walau kamu seorang wanita, tapi aku bisa merasakan tangan yang sering menggunakan pedang. Sama seperti tangan Kakek."

Saat memikirkan jawaban yang harus diberikan pada Janu.

Ranting yang berada ditangan Nalini bergerak.

Membuat tubuhnya tertarik kearah sungai karena lengah.

Jika tidak ditahan oleh Janu, mungkin Nalini akan jatuh kedalam sungai yang dingin.

Takut terjatuh, Nalini juga membalas mengenggam tangan Janu agar tidak melepaskan dirinya.

Dengan menggenggam tangan Janu, Nalini bisa merasakan denyut nadi Janu.

Tenaga dalam yang sangat hebat mengalir disana.

Bahkan melebihi dari milik kakak tertua perguruan Danadyaksa.

Tubuh Janu akan sangat mudah untuk dilatih jurus apapun.

"Dalam hitungan ketiga, kita tarik bersama-sama"

Ucapan Janu, mengembalikan Nalini dari pikirannya sendiri.

"Satu.. dua.. tiga!" Janu menarik tangan Nalini kearahnya.

Begitu pula Nalini menggunakan tangan yang satunya lagi untuk menarik ranting menjauh dari aliran sungai.

Ikan berukuran besar terkapar diatas bebatuan.

"Woah... aku bisa menangkap ikan."

Seketika Nalini melupakan apa yang baru dipikirkannyan tentang tenaga dalam Janu.

Di dunia baru ini, Nalini banyak menemukan kesenangan dari hal yang sederhana.

Melupakan status, tatakrama memuakan, serta politik kerajaan yang selalu menjadi makanan sehari-harinya.

"Ayo kita pulang saja, ikannya kita bagi dua." Usul Janu.

"Tidak mau! Ini hasil tangkapanku. Kamu tunggulah kail mu bergerak."

"Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu."

Janu langsung mengenggam tangan Nalini untuk mengikutinya.

Daripada dia kesulitan dengan Nalini yang tersesat di hutan.

Mereka berjalam cepat tapi lama kelamaan Janu akhirnya mengajak Nalini berlari.

Melewati setiap pepohonan dan padang rumput yang luas sebelum tiba di pondok Janu yang sederhana.

Nalini langsung duduk di bangku panjang sambil mengatur napasnya.

Janu masuk dan kembali dengan satu gelas beserta satu buku di masing-masing tangannya.

Pertama dia menyodorkan gelas tersebut untuk Nalini.

Janu menunggu dengan sabar sampai air dalam gelas itu tandas diminum Nalini.

Setelahnya Janu menyodorkan buku yang sudah sangat lusuh.

"Aku menemukannya, tapi enggak mengerti isinya." Jelas Janu.

Nalini menelisik pada wajah Janu.

"Iya! Aku enggak bisa membaca. Jangan bilang gara-gara hilang ingatan, kamu juga enggak bisa baca tulisan di buku itu?"

Nalini hanya tersenyum singkat lalu kembali pada buku tersebut.

Selain lembab buku ini juga sangat terlihat rapuh.

Nalini dengan perlahan membuka setiap lembarannya.

"Jadi apa isinya? Apa sesuatu yang menarik. Aku hanya memperhatikan gambarnya saja."

Terjawab sudah tenaga dalam hebat itu berasal.

Walau pun Janu masih tidak tahu cara melakukannya.

Hanya dengan berlatih setiap hari saja menggunakan gerakan yang tertera dibuku.

Janun sudah bisa melatih tenaga dalam sampai sehebat itu.

"Bertemu denganmu suatu keberuntungan buatku. Ayo kita berlatih bersama?"

Janu tersenyum lebar memandang Nalini.

"Kamu dapatkan buku ini dari mana? Kakek?"

Selain dari kondisi buku, jurus seperti ini juga asing dimata Naliani.

Banyak pendekar yang datang ke perguruan hanya untuk melakukan duel dengan guru besar.

Jurus yang di dalam buku belum pernah Nalini lihat ada pendekar yang menggunakannya.

"Beritahu terlebih dahulu apa isinya. Nanti aku katakan darimana." Janu juga tidak mau mengalah.

"Tulisannya, hanya menunjukan bagaimana cara bernafas dalam setiap gerakannya. Coba tunjukan hasil belajarmu."

Janu bersiap dengan memasang posisi kuda-kuda.

Tanganya mulai bergerak sesuai gambar dibuku.

Benar dugaan Nalini, napasnya berantakan dan gerakannya tidak lues.

"Saat tanganmu turun, napas juga harus dihembuskan dengan perlahan lewat hidung."

Janu mengulang sesuai arahan Nalini.

Reaksi tubuhnya menjadi lebih ringan dan lebih bertenaga setelahnya.

"Sekarang, beritahu dari mana buku ini?" Nalini menghentikan latiha mereka.

"Ah, kamu mempermainkanku. Ini belum selesai sampai akhir."

Nalini seperti enggan memberitahu kelanjutannya.

Dia menutupkan buku sambil memberikannya kembali pada Janu.

"Mau kemana?" Janu menahan tangan Nalini. "Ikut aku."

Mereka kembali kedalam pondok dan Janu berhenti di depan sebuah peti kayu.

Peti kayu yang sepertinya dijadikan tempat menyimpan barang-barang berharga versi Janu.

Jika jawaban Janu buku itu berasal dari peti kayu, Nalini akan mengamuk.

Janu berjongkok dan mulai menggeser peti kayu yang terlihat berat.

Bergeser dan Janu menarik tali yang jika sekilas tidak akan terlihat.

Pintu menuju ruang bawah tanah, sedikit mengingatkan Nalini pada pintu rahasia guru besar .

"Bawa lilin, kamu enggak terbiasa dengan gelap bukan?" Tanpa masalah Janu langsung turun.

Pandangan Nalini langsung tertuju pada lilin dan juga dua batu kecil disampingnya.

Beberapa kali Nalini menggesekkan dua batu tersebut agar memercikan panas dan membakan sumbu lilin.

"Hey, lama sekali? Aku tinggal."

Semakin panik Nalini, akhirnya menyerah dan turun saja mengikuti Janu.

"Mana lilin nya? Aku enggak akan tanggungjawb kalau--"

Nalini langsung memeluk lengan Janu yang membuatnya terkejut.

"Begini saja, ayo jalan." Ucap Nalini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status