Share

Bab 6: Bersiap Sekolah

Author: Nita K.
last update Last Updated: 2025-08-08 11:53:39

Tiga mobil patroli melintas dengan cepat membelah jalanan Distrik Galileo, bergerak berlawanan dengan mobil yang ditumpangi Reina.

Reina menopang dagunya di jendela mobil, menatap bosan mobil yang silih berganti.

“Ternyata di tempat ini polisi bergerak cepat, ya. Apa di tempat ini ada semacam organisasi yang mengelola kasus seperti ini, Master?”

“Ya. Mereka menyebutnya Departemen Pengawas Distrik Kumuh (DPDK) atau istilah lainnya Dewan Pengawas. Mereka menyelesaikan kasus terkait orang-orang dengan kekuatan yang memakai kekuatannya secara menyimpang, ada juga kasus mereka menangani tiap laporan dari masyarakat. Mereka layaknya agen khusus yang ada di mana-mana. Kita tadi melewati gedung utama mereka.”

Reina manggut-manggut selama penjelasan berlangsung. Tempat ini lebih cepat tanggap dibanding kota yang ditempatinya sebelumnya.

“Oh, ya, untuk hari ini, rahasiakan dari yang lainnya kecuali pamanku,” ujar Reina.

Master melirik sekilas dari kaca spion tengah, menatap pantulan Reina yang duduk di kursi tengah. “Baik. Sesuai permintaan anda.”

Hening. Tidak ada pembicaraan lain. Reina fokus pada apa yang dilewati di luar mobil. Sedangkan, Master ingin menanyakan sesuatu namun selalu tidak jadi. Berulang kali membuka mulutnya namun kembali menutupnya.

“Apa kau ingin bertanya sesuatu, Master?”

“Jika anda tidak keberatan menjawabnya, saya ingin tahu apa anda tidak takut? Yang tadi di gudang,” terang Master.

Reina menggeleng, sambil menatap spion tengah yang memantulkan siluet bagian mata Master. “Bisa dibilang, selama aku hidup selalu dipenuhi hal-hal seperti tadi. Tidak ada rasa takut lagi.”

“Lalu kenapa anda melepas wanita tadi? Bukankah dia akan membawa masalah lainnya?”

“Apa kau tahu, siapa yang aku sebutkan tadi, Master? Dia itu pemimpin kelompok RedDog yang katanya buron. Kalau aku lempar masalah ini ke dia, semua orang akan percaya itu. Lalu wanita itu, juga tidak akan bertahan lama. Melihat skalanya, laki-laki itu pasti akan dengar kabar ini dan mengincar wanita itu. Dia juga tidak akan mengurusi anggotanya yang tertangkap polisi. Dia hanya perlu memutus ekor dan kembali bersembunyi.”

Tidak ada balasan lagi. Master memproses informasi yang dikatakan Reina, sedangkan gadis remaja itu kembali menatap ke luar jendela.

---Sepertinya kepalaku akan pusing malam ini. Astaga.

-o0o-

Tiba di rumah. Master membantu Reina membawa dua kantong kertas berisikan beberapa buku. Langkahnya mengekor di belakang Reina yang dengan santai berjalan masuk rumah. Di ruang tamu, Argi duduk menghadap TV yang sedang menampilkan berita terkini. Sedangkan Oni menemaninya di sebelah sofa. Iza dan Kali sibuk menyiapkan makan malam.

“BERITA TERKINI PERMISA. SALAH SATU ANGGOTA REDDOG TELAH TERTANGKAP. SINDIKAT PERDAGANGAN MANUSIA MELALUI JALUR REKRUTMEN PEKERJA TERKUAK. SAAT INI SUDAH ADA LEBIH DARI 10 KORBAN WANITA, YANG DIPERKIRAKAN MASIH ADA LAINNYA. HINGGA SAAT INI PIHAK KEPOLISIAN MASIH MENYELIDIKI KASUS INI, SERTA PELAKU SUDAH DIAMANKAN DAN EKSEKUSI AKAN DIVONIS BESOK.”

Berita itu menggemparkan beberapa kalangan, menggetarkan para sindikat yang selama ini bersembunyi, serta menghantarkan perasaan lega pada sanak keluarga korban. Termasuk Argi, mengaitkan jari-jarinya sambil memejamkan matanya.

Dia kembali membuka matanya ketika bayangan Reina melintas menuju lantai dua. “Reina, terima kasih.”

Sambil menaiki tangga lantai dua, Reina menjawab. “Ya. Tolong urus sisanya.” Dia menghilang di lantai dua, masuk kamar.

Oni menatap Master, berharap dia mendapatkan informasi darinya, namun nihil. Master hanya menanggapinya dengan senyuman layaknya orang tua.

---Setidaknya katakan sesuatu.

Argi menoleh. “Apa dia mengatakan sesuatu, Master?”

“Nona bilang kalau hanya butuh satu pengawal saja, tuan,” ujar Master.

Jeda sejenak sebelum Argi menjawab. “Baiklah. Siapkan ruang bawah tanah. Panggil mereka juga.”

-o0o-

Semenjak kejadian hari itu, Ruri lebih banyak diam. Tidak banyak bicara atau bahkan sering melamun. Pada pagi hari, dia akan duduk di ruang santai membaca buku dengan tenang. Khusus hari ini, dia ditemani Reina bersama setumpuk buku tebalnya.

Ruri sesekali melirik Reina yang sangat tenang dengan buku sampul putih di tangannya. Di sampingnya, ditemani segelas cokelat dingin dan beberapa kue kering.

“Reina, bagaimana menurutmu kalau kau pergi sekolah?” Ruri memulai topik yang jarang dibicarakan, mengingat dia dan Reina masih belum lama bersama.

“Itu bukan ide yang buruk. Apa paman juga setuju?” bosan dengan deretan huruf di depannya, Reina menutup buku tebal dan mendorongnya menjauh.

“Dia juga sudah setuju. Untuk waktunya, masih belum diputuskan.”

Saat Reina menatapnya, Ruri memilih menghindar. Itu selalu dilakukannya beberapa hari terakhir. Dan, itu terasa aneh bagi Reina.

“Apa wajahku menakutimu, Bibi? Atau bibi tidak mau melihatku lagi?” hela Reina. Dia sudah berusaha berasumsi, namun tidak ada yang bisa disimpulkannya.

“T-Tidak, bukan itu—”

Reina menunduk dengan wajah sedih. “Kejadian waktu itu juga kesalahanku. Harusnya aku tidak pergi waktu itu. Jadi, bibi juga tidak akan mengalami hal buruk. Maaf.”

Kejadian itu menegaskan pada dirinya sendiri kalau dia masih memiliki emosi, terutama pada orang terdekatnya. Emosi yang dikiranya sudah menghilang, mulai perlahan muncul. Jika bukan, dia tidak akan merasakan gemuruh di dadanya ketika melihat Ruri mengalami musibah.

Ruri mengaitkan jari jemarinya, meremasnya hingga ujung kukunya memutih.

“Aku juga minta maaf. Aku terlalu naif. Kita di sini tidak kenal siapapun, tapi aku mudah percaya pada orang yang katanya penjaga rumah ini. Kau juga harus melalui hal mengerikan itu.” Lalu dia mengangkat wajahnya sambil mencoba tersenyum.

“Juga terima kasih. Entah apa yang terjadi tapi aku dengar para pelaku sudah tertangkap, kan? Hukuman di tempat ini juga tidak main-main untuk orang seperti mereka. Hebat, ya.”

Reina ikut tersenyum, menopang dagunya. “Bukankah lebih seru kalau pelaku di arak keliling distrik? Biar orang-orang melemparinya telur atau tomat busuk,” kekehnya.

Mendengar celetukkan Reina, Ruri ikut tertawa. “Lalu yang lain bawa tepung. Dia bisa jadi adonan mentah untuk pie.”

Suasana sudah kembali mencair. Ruri tidak lagi menghindar atau menyendiri seperti hari sebelumnya. Dia sudah kembali beraktivitas, bahkan membantu memasak juga.

“Kau sudah dengar, kalau kau akan sekolah, Rei?” Argi menurunkan ponselnya, memutar kepalanya menatap Reina yang duduk di sofa panjang memainkan ponselnya.

“Ya. Bagaimana dengan pelajarannya?”

“Aku akan menyewa guru privat untukmu. Selama sebulan kau harus belajar giat, lalu bulan berikutnya kau akan masuk sebagai murid baru. Kau akan bersekolah di SMA Semi Kristal.”

Mendengar nama sekolah yang sangat asing, spontan Reina membuka bilah pencarian dan menuliskan nama sekolah itu. SMA Semi Kristal, hanya memiliki empat kelas tiap angkatannya. Bisa dibilang sekolah yang berisi anak biasa yang kurang beruntung. Anak-anak yang tidak memiliki kekuatan, anak yang memiliki kekuatan namun ketika diukur tidak mencapai standar lolos, dan anak-anak pindahan.

Reina menoleh. “Apa aku bisa santai di sini sampai lulus?”

Argi diam. Reina dan dua penonton lainnya yaitu Master dan Oni menunggunya menjawab. Perbincangan yang tidak bisa mereka masuki kecuali diijinkan.

“Kenapa kau diam, Paman? Jangan bilang kalau aku harus berusaha keras lagi?” desak Reina.

Tatapan Argi padanya memaksa menarik kesimpulkan kalau bahkan di sini pun dia tidak bisa santai.

“Sekolah itu memang sekolah istimewa. Di sana kau akan dilibatkan dalam proses magang junior di beberapa pilihan fasilitas umum distrik, sama seperti sekolah utama lainnya. Kau tidak bisa menghindari itu. Aku tidak mengatakan kau harus berusaha keras, kau hanya perlu melakukan apa yang ingin kau lakukan. Kejadian waktu itu juga pasti membuatmu berpikir kalau lepas tangan bukan solusi, kan? Aku hanya ingin kau membuat jalanmu sendiri hingga suatu saat nanti kau bisa bersantai seperti yang kau inginkan,” jelas Argi panjang lebar yang didengarkan dengan baik oleh Reina.

“Di sini kau tidak lagi terlibat dengan orang-orang dari tempat kita sebelumnya, tapi di sini juga tidak menjamin orang-orangnya lebih lemah dari mereka. Kau akan kembali menghadapi beragam manusia dan perilakunya. Yang kau butuhkan adalah sekutu dan informasi. Itu saja.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 21: Sebenarnya kau siapa

    “Mendengar namanya saja aku sudah merasa bersalah.”Celi menundukkan kepalanya, pipi kanannya lebam. Setelah membiarkan Reina masuk, gadis itu benar-benar menamparnya dengan keras. Namun, Celi tidak memiliki keberanian untuk membalasnya.“Apa kau tidak mau kirim pesan?” Reina yang duduk di sebelahnya, mendongak menatap langit-langit lab yang tinggi dan lampu gantung yang cantik.“Dia akan lebih kecewa kalau aku masih hidup,” sesal Celi. Dia semakin tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Aku pergi begitu saja meninggalkannya dengan nenek. Aku...bukan ibu yang bertanggung jawab.”Huff...Reina berdiri, melangkah pergi. “Aku akan kembali lagi besok.”Membahas tentang Yoga -anak Celi- justru membuka luka lamanya lagi. Wanita itu terlihat banyak menyimpan luka masa lalu bahkan setelah belasan tahun pergi dari kota terkutuk itu.---Maaf, Yoga.-o0o-Reina mencoba menyelesaikan misi itu dengan sedikit bantuan dari Alistair. Dia memanfaatkan pria itu untuk memberitahunya arah. Meskipun begitu,

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 20: Perkembangan

    Mau dicoba berapa kali pun, Celi masih tidak ingin membukakan pintu untuknya. Perkembangan terakhir, Celi sudah mau bicara walaupun dari intercom yang dipasangnya di dekat pintu.“Kau tidak perlu ke sini lagi, Reina. Kehidupanmu sudah lebih baik, jadi berhenti mencari tahu tentang masa lalumu.”Reina yang berdiri di dekat pintu, berbalik membelakangi intercom. Dia memandang halaman hijau di depannya. “Kalau kau hidup, berarti dia juga masih hidup, kan? Kenapa kau tidak mengirimku pesan?”“...”“Aku tidak datang untuk menyalahkanmu. Aku justru bersyukur kalian masih hidup. Itu saja, aku pergi.”Celi tidak membalas apapun. Dia membiarkan Reina pergi seperti sebelumnya. Meskipun Reina tidak bilang kalau dia tidak dendam, namun efek dari masa lalu membuatnya berpikir kalau Reina masih menyimpan dendam padanya.---Reina, harusnya aku yang bicara seperti itu.-o0o-Selesai dengan misi timnya, Reina mencoba untuk menyelesaikan misi yang hanya muncul di ipadnya itu. namun, karena keterbatasan

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 19: Yayasan Peterpan

    Aku belum tahu ini.Reina termenung di depan TV, mengabaikan siaran di depannya. Setelah menyerahkan kotak perban ke gedung dewan pengawas, Reina memutuskan untuk pulang. Dia masih terkejut dengan kemunculan Celi yang dulu pernah merawatnya dan saat pulang dia tidak menemukan Argi untuk menjawab pertanyaannya.Ponsel di sebelahnya diambil dan langsung mencari nama ‘Celi’ di daftar pencarian otomatis. Cukup sulit menemukan artikel dengan nama itu kalau pun ada hanya ada satu artikel dan hanya ada satu kalimat yang membahas tentangnya.[Seorang peneliti sekaligus dosen, Celi, berhasil menciptakan sebuah perban yang dapat mengobati luka pada orang-orang yang tidak bisa menerima kekuatan penyembuhan.]“Master, apa kau tahu orang yang namanya Celi?”Master yang sedang membantu merapikan susunan kotak berhenti sejenak sebelum menjawab. “Celi? Saya rasa saya baru mendengarnya.”“Baiklah.”Master mengangguk dan kembali ke kegiatannya.Reina melanjutkan scroll media sosial, mencari nama yang s

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 18: 029

    Tersangka segera diamankan begitu TKP terungkap. Terbukti di dalam rumah terdapat tiga wanita dengan keadaan memprihatikan. Luka lebam dan luka kering terlihat jelas di tubuh mereka.Zhao dan Ken mengelilingi TKP sedangkan Reina dilarang mendekat karena bau alkohol yang terlalalu menyengat. Dia terlalu muda untuk mencium bau alkohol.Reina ditinggal di dalam mobil sendirian sambil menunggu yang lainnya selesai. Sekali lagi Reina membaca misi yang hanya muncul di ipadnya. Tanpa perlu diperbaruhi, misi itu sudah berganti warna dari putih menjadi abu-abu. Sedangkan misi yang sudah lewat tiga bulan akan berwarna merah.Hampir semua distrik memiliki misi masing-masing, lalu misi yang diselesaikan hari ini juga terhubung dengan satu misi yang lainnya. Namun misi itu berada jauh dalam jangkauannya.“Kita akan pindah tempat.”-o0o-“Akhir-akhir ini banyak sekali pesanan perban dari gedung dewan, ya.”Seorang wanita dengan jas putih memeluk keranjang berisikan gelas ukur yang baru saja kering.

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 17: Misi

    Zhao memandang Reina sekilas sebelum mengalihkan wajahnya.Tiba di lokasi, mereka diminta untuk menangani kasus wanita hilang. Penyelidikan sudah dilakukan dan belum ada informasi lebih lanjut dari pihak ketiga. Dilaporkan sekitar 5 wanita menghilang dalam tiga bulan terakhir. Banyak pihak yang melaporkan adanya aktivitas aneh di pinggiran Distrik Kristal. Dalam laporan mengatakan kalau ada laki-laki yang baru pindah di sebuah rumah, dia dicurigai menjadi orang terakhir yang berkomunikasi dengan korban. Namun para tetangga tidak mendapati apapun ketika mendekati rumahnya.Mobil terus bergerak pelan dijalanan perumahan. Semua rumah terlihat sama dengan cat putih keruh dan garasi tunggal. Tidak ada aktivitas apapun, mengingat kompleks perumahan selalu dihuni oleh para pekerja. Jalanan sepi, tidak ada satu orang pun keluar rumah.“Bagaimana cara kita menemukan pelakunya, pak?” Ken memarkirkan mobilnya di bawah pohon yang rindang.Mereka tidak diijinkan turun oleh Pin, mengingat mereka ha

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 16: Tolak semua Crush

    Sidang itu ditutup setelah penjelasan tentang ipad yang harus dibawa Reina. Gadis yang menerima ipad hanya bisa mengangguk sambil berusaha menerima semua penjelasan itu.“Kau masih bingung?” Gavin membuka pembicaraan setelah beberapa saat mereka meninggalkan ruang sidang. Dia berjalan bersampingan dengan Reina yang diam memeluk ipad itu.---Memangnya ipad apa itu?Reina menoleh, tersenyum. “Saya akan pelajari malam nanti. Bagaimana dengan tim baru saya?”“Kau pasti pernah bertemu dengannya. Namanya Ken. Kau kenal dia, kan? Kau akan satu tim dengannya.” Gavin mengantar Reina ke lobby gedung. “Untuk hari ini pulanglah, besok kau bisa mulai bekerja lagi. Tapi kali ini kau hanya bisa mengambil kerja paruh waktu hari sabtu-minggu.”“Baik, terima kasih.”Begitu Gavin pergi, Reina pun ikut pergi. Tujuannya adalah Kafe Kita. Masih ada hari ini untuk ijin berhenti bekerja. 15 menit perjalanan, Reina tiba di depan Kafe Kita yang selalu ramai.Reina masuk barengan dengan pengunjung lainnya. Dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status