Share

Bab 5: Mimpi Burukmu

Author: Nita K.
last update Last Updated: 2025-08-07 22:29:00

Lampu gudang yang tidak terlalu terang membawa suasana menegangkan. Yang laki-laki duduk di kursi sedangkan wanita berdiri tidak jauh darinya.

“Ya, itu mereka, Pak.”

“Mungkin saja mereka mengikutimu, Fan. Apa kau benar-benar memastikan tidak ada yang mengikutimu?” Tam berdiri, meninggalkan kursi. Dia yang penasaran dengan tamu tak diundangnya, yang seakan sedang menantangnya.

Kakinya berhenti begitu jarak mereka lima langkah. Karena selisih tinggi tubuh mereka, dia harus menatap ke bawah.

“Kau tidak nyasar kan, gadis kecil?” seringainya.

Master yang ada di belakang, menahan diri seperti yang diminta.

“Apa kau kesini untuk mencari tahu yang terjadi pada ibumu?” ledek Tam.

---Sekali sampah tetaplah sampah.

Tam semakin menyungging senyum licik. “Kalau lihat lagi, kau juga cukup cantik. Apa matamu itu asli? Aku bisa kaya jika menjualnya di pasar gelap.”

Tangan besarnya terangkat berniat menyentuh rambut Reina. Secara diam-diam, Reina menggenggam tongkat listrik di tangan kananya, mengarahkannya ke perut buncit laki-laki itu. Tepat saat tangan itu berjarak beberapa centi lagi, Reina menekan tombol pada tongkat dan secara cepat listrik statis menyengat tubuh gempal itu.

Serangan dadakan yang spontan membawanya bergerak menjauh beberapa langkah. Dia terkejut, begitu juga dengan Fan--wanita keriting itu.

“Kau cukup licik juga, ya. Kau sama saja seperti pengecut.” Tam mengusap perutnya.

Sebagian tubuhnya masih mati rasa akibat sengatan itu, namun untuk menutupi kekurangannya dia memakai kekuatannya untuk mengurangi rasa sakitnya.

“Itu berarti, kau adalah pecundang yang lebih rendah dari pengecut. Begitu, kan?” sindir Reina, tak mau kalah. Dia sedikit bisa menilai kelompok seperti apa yang dimiliki Tam. Kumpulan orang-orang dengan superioritas di atas awan.

Kalimat sindiran yang langsung menusuk tepat di hatinya. Pancingan yang membuahkan hasil. Tam mulai diselimuti kemarahan, wajahnya berubah serius.

“Kutanya terakhir kalinya, apa kau menyesal?”

“Tidak.”

“Oke. Kau tidak bisa menarik kata-katamu.” Tam mengangkat tangan kanannya.

Tidak jauh berbeda dengan penduduk Arcent, para warga di Distrik Kumuh juga memiliki kekuatan. Mungkin yang membedakan mereka tidak perlu media. Hanya perlu menggerakkan tangan, membayangkan apa yang mereka inginkan pada kekuatan mereka, dan jadilah.

Begitu juga dengan apa yang dilakukan Tam. Menciptakan bola api dengan diameter 3 meter. Gelombang apinya membakar apapun yang ada di sekitarnya kecuali pemiliknya. Skala yang cukup untuk membakar satu bangunan.

“Tunggu! Kita semua bisa mati!” teriak Fan tidak terima. Dia mulai dilanda panik. Berniat untuk melarikan diri, namun Master yang berada di belakang Reina, menghalangi pintu keluar satu-satunya di bangunan itu.

---Ini berbahaya. Tapi kenapa dia sangat tenang?

Nostalgia yang membawa rasa seru setelah berhasil memprovokasi lawan bicaranya layaknya saat dia di pengadilan Kota Arcent waktu itu. Tapi, itu...

---Membosankan.

“MATILAH!” Cukup dengan satu gerakan, bola api raksasa itu melayang dengan cepat ke arah Reina.

---Lihat kau bahkan tidak berkutik. Aku bisa menghabisi satu gedung dengan kekuatanku ini.

Satu gerakan cukup, begitu juga dengan Reina. Dia hanya perlu mengulurkan tangan kirinya. Gelombang api yang mendekat mulai terasa panas, namun seperti yang pernah terjadi sebelumnya, bola api itu menghilang tepat di depan tangan Reina.

Menghilang bagaikan tidak pernah ada gumpalan panas sebelumnya. Menyisakan kepingan warna-warni yang menyebar seisi ruangan. Bahkan luka bakar pun tidak membekas di telapak tangan Reina.

“B-BAGAIMANA BISA?!” Tam terperanjat dari tempatnya. Menatap keajaiban yang tidak pernah dilihatnya selama dia hidup. Hal yang mustahil untuk terjadi, terlebih lagi dengan bola besar itu dia bisa sendirian membakar beberapa bangunan.

Tapi, kali ini—

Reina menekan lagi tombol di tongkat listrik. “Jangan panik seperti itu. Sejak awal kau kan yang mulai. Jadi, dengan senang hati aku akan menjadi mimpi buruk untukmu.”

Tanpa persiapan apapun, tongkat listrik sudah ada di depan mata laki-laki itu. Ujungnya menyentuh dahinya dan langsung membuatnya terduduk. Serangan langsung pada kepalanya, cukup untuk membuatnya setengah tidak sadarkan diri.

“Aku tidak akan membunuhmu. Bukankah kau cukup beruntung kali ini?” Reina berjalan mengambil botol air yang sudah disiapkannya, membawanya ke hadapan Tam.

Dia meletakkan botol itu, ganti mengambil tongkat listrik yang ada di dekatnya. “Begini lebih baik.”

Memainkan tongkat listrik di sekitar tubuh Tam. Karena dia pengguna kekuatan maka tubuhnya masih bisa menahan sengatan listrik, meskipun begitu dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.

“AAaaRGGGGHH!!”

Teriakan histeris terdengar memilukan. Sengatan listrik kembali mengaliri tubuhnya dari lengan kanannya.

Reina melakukannya berulang kali pada bagian tubuh yang berbeda. Hingga berakhir dengan isakan tangis laki-laki di bawah kaki Reina.

“Bunuh saja aku. Bunuh aku,” gumamnya.

“Kenapa? Bukankah kau sering melihat mereka memohon seperti saat ini?” Reina menonaktifkan tongkat listrik, memakai ujungnya untuk mengangkat dagu Tam agar menatapnya.

“Dan kau mengabaikannya, kan?”

Tidak ada jawaban apapun, hanya sekedar respon tatapan mata ketakutan. Tidak jauh dari mereka, Master menahan wanita itu agar tidak melarikan diri. Meskipun dia banyak berontak namun tenaganya tidak sebanding dengan Master.

“Aku juga punya hadiah untukmu.” Menjauhkan tongkat listriknya dan berganti mengambil botol air.

Dia menyiramkan semua air ke laki-laki itu, memberikannya ingatan akan apa yang dilakukannya pada Ruri sebelumnya. Dia hanya bisa menunduk.

“Apa kau suka air dan listrik?”

Pertanyaan itu memaksa Tam kembali mendongak. Dia dan bola matanya yang bergetar, tanda penolakan keras. Namun semua itu diabaikan oleh Reina. Dia dengan santainya kembali menyalakan tongkat listrik di tangannya.

Reina menempatkan tongkat listriknya ke bawah dagu laki-laki itu, sambil menikmati ekspresi ketakutannya.

“Kau juga tidak akan langsung mati. Sebagai pengguna kekuatan, tubuhmu lebih kuat dari manusia biasa. Jadi, nikmati saja. Oke?”

BZZRRR!

Sekali sengatan, laki-laki itu pun tumbang. Tubuhnya tergeletak di lantai dengan busa memenuhi rongga mulutnya. Satu sudah selesai, tinggal satu yang tersisa.

Meskipun hanya melalui tatapan mata, wanita rambut keriting itu sudah lebih dulu menundukkan kepalanya, sejajar dengan lantai.

“S-Saya mohon maaf! Saya akui saya salah!! Saya hanya dibujuk olehnya! Tidak ada inisiatif dari diri saya sendiri. saya akan melakukan apapun yang anda inginkan! Saya mohon maafkan saya!”

---Mau bagaimana pun dia masih anak kecil. Sesama perempuan dia pasti tidak akan tega.

Begitulah yang ada di pikiran wanita itu. Namun apa yang didapatkannya justru kebalikannya.

Sebuah hentakan kaki di kepalanya membawa benturan dahinya ke lantai sangat keras. “Apa kau baru saja berpikir, mungkin aku akan mengampunimu hanya karena kita sesama perempuan? Dan karena aku masih kecil? Begitu, kan?”

---Bagaimana bisa?

“T-Tidak. Sama sekali tidak. Maaf.”

“Angkat kepalamu.” Reina menarik kakinya, menjaga jarak. Begitu wanita itu duduk berlutut, Reina membuka menyodorkan botol berisikan air pedas itu padanya.

“Kalau kau bisa menghabiskan setengah, aku akan melepasmu.”

Perintah yang cukup sederhana jika dibandingkan harus tersengat listrik seperti laki-laki sebelumnya. Namun, melihat betapa keruhnya air di dalam botol itu, dia merasa tenggorokannya akan terbakar.

Dengan ragu-ragu, dia menerima botol itu. “Anda benar-benar akan melepas saya, kan?”

Reina mengulas senyum. “Ya. Aku selalu menepati janjiku.”

Hanya dengan melihatnya, air pedas itu terlihat sangat mematikan. Wanita itu tidak bisa membuang waktu untuk berpikir berulang kali. Dia menengguk dengan cepat air pedas itu, tanpa jeda. Meskipun tenggorokannya mulai terasa terbakar. Dia mengabaikannya hingga dia berhasil menghabiskan setengah dari semula.

“HAH. HAH. HAH.” Tangannya mencengkram lehernya, sambil menjulurkan lidahnya. Air matanya sudah mengalir deras, matanya pun ikut memerah, ingus pun keluar tanpa henti.

Sekilas dia menatap Reina, namun tidak mendapat respon apapun.

“Ambil ponselmu.”

Wanita itu dengan patuh merogoh saku celananya, menyodorkan ponselnya ke Reina.

“Hubungi kantor polisi. Katakan pada mereka, kalau kau melihat seorang laki-laki bertubuh ramping memakai celana jins dan jaket hitam panjang, menghabisi laki-laki itu. Katakan juga lokasi kita saat ini.”

“B-Bagaimana jika mereka tidak percaya?”

“Kau hanya perlu melakukan sedikit drama. Bilang juga kalau kau juga korban laki-laki itu dan harus segera pergi.”

Meskipun dengan tangan gemetar, wanita itu mengetik nomor polisi dan di dengung ke dua sambungan telepon tersambung. Dengan mulut yang mencoba menahan pedas dan panas, dia mengatakan apa yang diinginkan oleh Reina, sama persis.

“M-Maaf. Pelakunya sudah langsung pergi saat saya sadarkan diri... iya... baik... maaf, maaf, saya harus pergi sekarang atau dia akan kembali memburu saya.”

TUTT! Panggilan berakhir.

Wanita itu mengakhiri telepon sepihak kemudian kembali menatap Reina. Dia mendapatkan seulas senyum darinya.

“Sekarang pergilah.”

Tanpa berpikir dua kali dan sebelum Reina berubah pikiran, dia terburu-buru untuk bangkit dan berlari keluar dari gudang. Dia terlihat sangat ketakutan dan rasa sakit di tenggorokannya makin terasa menyakitkan.

“Kita juga harus pergi, Master. Bereskan barang-barang kita."

“Baik.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 21: Sebenarnya kau siapa

    “Mendengar namanya saja aku sudah merasa bersalah.”Celi menundukkan kepalanya, pipi kanannya lebam. Setelah membiarkan Reina masuk, gadis itu benar-benar menamparnya dengan keras. Namun, Celi tidak memiliki keberanian untuk membalasnya.“Apa kau tidak mau kirim pesan?” Reina yang duduk di sebelahnya, mendongak menatap langit-langit lab yang tinggi dan lampu gantung yang cantik.“Dia akan lebih kecewa kalau aku masih hidup,” sesal Celi. Dia semakin tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Aku pergi begitu saja meninggalkannya dengan nenek. Aku...bukan ibu yang bertanggung jawab.”Huff...Reina berdiri, melangkah pergi. “Aku akan kembali lagi besok.”Membahas tentang Yoga -anak Celi- justru membuka luka lamanya lagi. Wanita itu terlihat banyak menyimpan luka masa lalu bahkan setelah belasan tahun pergi dari kota terkutuk itu.---Maaf, Yoga.-o0o-Reina mencoba menyelesaikan misi itu dengan sedikit bantuan dari Alistair. Dia memanfaatkan pria itu untuk memberitahunya arah. Meskipun begitu,

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 20: Perkembangan

    Mau dicoba berapa kali pun, Celi masih tidak ingin membukakan pintu untuknya. Perkembangan terakhir, Celi sudah mau bicara walaupun dari intercom yang dipasangnya di dekat pintu.“Kau tidak perlu ke sini lagi, Reina. Kehidupanmu sudah lebih baik, jadi berhenti mencari tahu tentang masa lalumu.”Reina yang berdiri di dekat pintu, berbalik membelakangi intercom. Dia memandang halaman hijau di depannya. “Kalau kau hidup, berarti dia juga masih hidup, kan? Kenapa kau tidak mengirimku pesan?”“...”“Aku tidak datang untuk menyalahkanmu. Aku justru bersyukur kalian masih hidup. Itu saja, aku pergi.”Celi tidak membalas apapun. Dia membiarkan Reina pergi seperti sebelumnya. Meskipun Reina tidak bilang kalau dia tidak dendam, namun efek dari masa lalu membuatnya berpikir kalau Reina masih menyimpan dendam padanya.---Reina, harusnya aku yang bicara seperti itu.-o0o-Selesai dengan misi timnya, Reina mencoba untuk menyelesaikan misi yang hanya muncul di ipadnya itu. namun, karena keterbatasan

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 19: Yayasan Peterpan

    Aku belum tahu ini.Reina termenung di depan TV, mengabaikan siaran di depannya. Setelah menyerahkan kotak perban ke gedung dewan pengawas, Reina memutuskan untuk pulang. Dia masih terkejut dengan kemunculan Celi yang dulu pernah merawatnya dan saat pulang dia tidak menemukan Argi untuk menjawab pertanyaannya.Ponsel di sebelahnya diambil dan langsung mencari nama ‘Celi’ di daftar pencarian otomatis. Cukup sulit menemukan artikel dengan nama itu kalau pun ada hanya ada satu artikel dan hanya ada satu kalimat yang membahas tentangnya.[Seorang peneliti sekaligus dosen, Celi, berhasil menciptakan sebuah perban yang dapat mengobati luka pada orang-orang yang tidak bisa menerima kekuatan penyembuhan.]“Master, apa kau tahu orang yang namanya Celi?”Master yang sedang membantu merapikan susunan kotak berhenti sejenak sebelum menjawab. “Celi? Saya rasa saya baru mendengarnya.”“Baiklah.”Master mengangguk dan kembali ke kegiatannya.Reina melanjutkan scroll media sosial, mencari nama yang s

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 18: 029

    Tersangka segera diamankan begitu TKP terungkap. Terbukti di dalam rumah terdapat tiga wanita dengan keadaan memprihatikan. Luka lebam dan luka kering terlihat jelas di tubuh mereka.Zhao dan Ken mengelilingi TKP sedangkan Reina dilarang mendekat karena bau alkohol yang terlalalu menyengat. Dia terlalu muda untuk mencium bau alkohol.Reina ditinggal di dalam mobil sendirian sambil menunggu yang lainnya selesai. Sekali lagi Reina membaca misi yang hanya muncul di ipadnya. Tanpa perlu diperbaruhi, misi itu sudah berganti warna dari putih menjadi abu-abu. Sedangkan misi yang sudah lewat tiga bulan akan berwarna merah.Hampir semua distrik memiliki misi masing-masing, lalu misi yang diselesaikan hari ini juga terhubung dengan satu misi yang lainnya. Namun misi itu berada jauh dalam jangkauannya.“Kita akan pindah tempat.”-o0o-“Akhir-akhir ini banyak sekali pesanan perban dari gedung dewan, ya.”Seorang wanita dengan jas putih memeluk keranjang berisikan gelas ukur yang baru saja kering.

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 17: Misi

    Zhao memandang Reina sekilas sebelum mengalihkan wajahnya.Tiba di lokasi, mereka diminta untuk menangani kasus wanita hilang. Penyelidikan sudah dilakukan dan belum ada informasi lebih lanjut dari pihak ketiga. Dilaporkan sekitar 5 wanita menghilang dalam tiga bulan terakhir. Banyak pihak yang melaporkan adanya aktivitas aneh di pinggiran Distrik Kristal. Dalam laporan mengatakan kalau ada laki-laki yang baru pindah di sebuah rumah, dia dicurigai menjadi orang terakhir yang berkomunikasi dengan korban. Namun para tetangga tidak mendapati apapun ketika mendekati rumahnya.Mobil terus bergerak pelan dijalanan perumahan. Semua rumah terlihat sama dengan cat putih keruh dan garasi tunggal. Tidak ada aktivitas apapun, mengingat kompleks perumahan selalu dihuni oleh para pekerja. Jalanan sepi, tidak ada satu orang pun keluar rumah.“Bagaimana cara kita menemukan pelakunya, pak?” Ken memarkirkan mobilnya di bawah pohon yang rindang.Mereka tidak diijinkan turun oleh Pin, mengingat mereka ha

  • Puteri Terakhir Keluarga Mafia Berkuasa   Bab 16: Tolak semua Crush

    Sidang itu ditutup setelah penjelasan tentang ipad yang harus dibawa Reina. Gadis yang menerima ipad hanya bisa mengangguk sambil berusaha menerima semua penjelasan itu.“Kau masih bingung?” Gavin membuka pembicaraan setelah beberapa saat mereka meninggalkan ruang sidang. Dia berjalan bersampingan dengan Reina yang diam memeluk ipad itu.---Memangnya ipad apa itu?Reina menoleh, tersenyum. “Saya akan pelajari malam nanti. Bagaimana dengan tim baru saya?”“Kau pasti pernah bertemu dengannya. Namanya Ken. Kau kenal dia, kan? Kau akan satu tim dengannya.” Gavin mengantar Reina ke lobby gedung. “Untuk hari ini pulanglah, besok kau bisa mulai bekerja lagi. Tapi kali ini kau hanya bisa mengambil kerja paruh waktu hari sabtu-minggu.”“Baik, terima kasih.”Begitu Gavin pergi, Reina pun ikut pergi. Tujuannya adalah Kafe Kita. Masih ada hari ini untuk ijin berhenti bekerja. 15 menit perjalanan, Reina tiba di depan Kafe Kita yang selalu ramai.Reina masuk barengan dengan pengunjung lainnya. Dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status