Share

Bukan Anak Pujan

Author: Cahaya Asa
last update Last Updated: 2023-05-31 14:49:11

"Pak Hanif, kami sudah sangat percaya sama Anda. Kita juga sudah sepakat jika putra saya pulang dari luar negeri pernikahan putra putri kita segera dilaksanakan. Sekarang putra saya sudah pulang dan dia sendiri yang meminta acara pernikahan dimajukan. Lalu apa masalahnya sekarang? Putri Anda juga sudah wisudah, kan?" desak Pak Karim.

Abi Hanif menghela napas panjang. Tak tahu harus memulai dari mana untuk mengatakan alasan pembatalan perjodohan mereka. Tidak mungkin juga dia harus berkata jujur jika putrinya hamil. Susah payah dia menutupi aib tersebut, tidak mungkin dia membukanya begitu saja.

"Sekali lagi mohon maafkan kami, Pak Karim. Putri saya ... dia ... pergi," lirih Abi Hanif.

Sekali lagi pasangan suami-istri yang berada di hadapannya itu kaget. Pasalnya, Abi Hanif terkenal sangat ketat dalam mendidik putri semata wayangnya. Tidak mungkin putrinya bisa pergi begitu saja.

"Maksud Pak Hanif apa? Aina kabur begitu?"

Abi Hanif terdiam sejenak. Ia melirik sang istri seolah meminta bantuan padanya. Wanita yang terlihat lemah di atas ranjang itu mengangguk sekilas.

"Ya begitulah, Pak Karim. Maafkan saya. Saya tidak bisa menjaga putri saya. Dia ingin melanjutkan studinya dulu katanya."

"Bukankah Fatih tidak melarang jika Aina akan melanjutkan studinya lagi? Itulah sebabnya dia ingin mempercepat pernikahannya agar Fatih bisa membawa Aina ke luar negeri bersama. Aina bisa kuliah lagi di sana kalau pernikahan sudah dilaksanakan." Pak Karim terlihat gusar.

"Maafkan kami, Pak. Mungkin memang putra putri kita tidak berjodoh. Nak Fatih adalah pemuda yang cerdas dan mapan. Saya yakin tidak sulit untuk mencarikan dia jodoh terbaik."

"Tapi saya tidak mau menikah kecuali dengan Aina!" Tiba-tiba Danis masuk. Entah sejak kapan pemuda tampan itu sudah berada di sana.

Abi Hanif hanya bisa menunduk dengan sejuta sesal di dada. Andai putrinya tidak sedang hamil, dia pasti dengan senang hati menerima tawaran itu. Sejak dulu Pak Hanif menginginkan putrinya menikah dengan pemuda cerdas dan mapan seperti Danis. Tak hanya itu, putra Pak Karim dan Bu Sinta juga terlihat religius meskipun lama tinggal di luar negeri.

"Maaf sekali lagi, Nak Danis. Tapi Aina sudah tidak ada di rumah. Dia sudah pergi seminggu yang lalu."

"Kalau begitu berikan alamatnya, Abi. Biar saya sendiri yang menjemputnya," sahut Danis kekeh.

"Maaf."

***

Huek. Huek. Huek! Aina terus memuntahkan seluruh isi perutnya. Sejak kedua matanya terbuka, gadis itu langsung merasakan perutnya diaduk-aduk.

Aina terlihat pucat dan lemas. Kehamilannya ini sungguh menguras tenaga. Ada air mata yang menetes mengiringi setiap muntahan yang keluar dari mulut Aina.

"Non, apa perlu bibik panggilkan bidan?" tawar Bik Esih.

Kini wanita paruh baya itu yang merawat Aina. Dia memposisikan dirinya seperti seorang ibu yang merawat putrinya.

"Nggak perlu, Bik."

"Tapi Non Aina harus diperiksa. Setidaknya akan mendapat vitamin dan obat anti mual kalau diperiksa, Non."

Aina mengelap mulutnya lalu membasuh seluruh wajah agar tidak sembab. Banyak sekali wanita di dunia ini yang menginginkan hadirnya buah hati. Entah gadis itu harus bersyukur atau bersedih dengan kehamilannya. Bayi ini datang pada waktu yang tidak tepat hingga membuatnya merasa berat.

"Nak, tolong bantu mama menjalani kehamilan ini dengan ringan," bisik Aina sembari mengelus perutnya.

Meski dia tak menginginkan situasi ini, berdosa jika dia mengutuk bayi dalam kandungannya ini. Bayi, yang hadirnya tidak diinginkan oleh siapapun. Bayi yang sampai saat ini masih menjadi misteri.

"Gimana, Non?" tanya Bik Esih.

"Terserah Bibik aja," jawab Aina lalu kembali berbaring ke tempat tidur.

Sekitar sepuluh menit semenjak kepergian Bik Esih, terdengar suara ketukan pintu. Wanita paruh baya itu kembali lagi dengan seorang bidan desa yang terlihat masih muda. Pembawaannya yang ramah membuat Aina tak lagi gugup.

Ini adalah pemeriksaan pertama setelah dinyatakan dirinya hamil oleh dokter kandungan waktu itu.

"Selamat pagi, Nyonya. Apa yang sedang dirasakan sekarang?" tanya Bidan itu ramah.

"Badan lemas, pusing dan mual-mual terus, Bu Bidan," jawab Aina sembari berusaha untuk bangun.

"Nggak papa, berbaring saja."

Aina menurut. Bidan yang bernama Andini itu memeriksa kondisi Aina secara menyeluruh. Muali dari tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan detak jantung.

"Masa kehamilan di trimester pertama memang kebanyakan seperti ini. Perubahan hormon memang sangat memengaruhi kondisi fisik sang ibu. Bahkan nanti hidung akan lebih sensitif. Jadi jangan heran kalau mencium bau-bau yang sebelumnya biasa saja menjadi lebih menyengat. Lalu suatu saat akan menginginkan sesuatu yang sangat lalu membenci sesuatu yang sangat juga. Intinya hormon mempengaruhi mood."

Aina mengangguk setuju. Apa yang dikatakan oleh Bidan Andini sebagian sudah dia alami.

"Bu Bidan, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya Aina serius.

Bidan Andini menghentikan aktivitasnya yang hendak menulis resep obat. Lalu menatap Aina dengan penuh kehangatan.

"Silahkan, Nyonya."

"Panggil saja saya Aina."

"Kalau gitu panggil saya Mbak Andini saja. Rumah saya tidak jauh dari sini," balas Bidan Andini. "Oh ya, mau tanya apa?"

Aina melirik Bik Esih yang masih berdiri di samping ranjang. Mengerti arti lirikan Aina, wanita paruh baya itu memilih untuk keluar melanjutkan pekerjaannya.

"Apa bisa orang hamil tanpa berhubungan, Mbak?" tanya Aina membuat dahi Bidan Andini mengernyit.

"Maksudnya?"

"Apa ada cara tertentu yang membuat seseorang bisa hamil tanpa berhubungan badan?"

Bidan Andini tersenyum. Entah apa arti senyuman itu. Aina merasa malu mau bertanya lebih lanjut karena baru saja bertemu dengan wanita ini.

"Bisa. Sekarang ada teknologi canggih dengan cara inseminasi dan bayi tabung. Tapi itu biasanya dilakukan untuk pasangan yang sudah hamil," jawab Bidan Andini.

Wanita yang terlihat sangat cantik di usia pertengahan 30an itu menjelaskan prosedur teknik inseminasi dan bayi tabung. Dengan seksama Ainaendengarkan tanpa memotong. Entah apa yang dipikirkan gadis itu hingga dia bertanya seperti itu. Mungkin dia ingin tahu kenapa tiba-tiba dirinya hamil padahal dia belum pernah bersentuhan dengan laki-laki.

"Itu kalau dari sisi medis ya. Tapi ada di kalangan masyarakat tertentu yang masih percaya dengan mistis. Ketika lama tidak dikaruniai keturunan dia akan mendatangi orang pintar agar bisa hamil."

"Ma-maksudnyq, Mbak?"

Bidan Andini dengan sabar menanggapi setiap pertanyaan Aina. Sedikitpun tak ada rasa curiga mengingat pengambilan Aina yang tertutup dan tutur katanya yang lembut.

Bidan Aina menghela napas panjang. Lalu kembali menjelaskan. "Dulu pernah ada kejadian aneh di suatu desa. Seorang wanita hamil tiba-tiba perutnya kempes ketika bangun tidur padahal belum melahirkan dan bayinya hilang. Lalu terdengar kabar di dmtetangga desa ada seorang wanita yang dalam waktu semalam perutnya tiba-tiba membesar. Setelah diperiksa ternyata dia hamil.

"Kata orang-orang, itu anak pujan."

Aina menganga mendengar cerita Bidan Andini. Lalu ia menunduk melihat perutnya. "Anak pujan?" ulang Aina.

"Ya, anak hasil minta pada orang pintar tadi." Bidan Andini menjelaskan proses terjadinya anak pujan seperti yang dia katakan. Hal itu membuat Aina merinding.

Tiba-tiba Aina didera rasa takut. Apa yang didengar barusan sedikit memengaruhi pikirannya. Namun sebisa mungkin menepis segala pikiran buruk yang merasuk. "Tidak. Tidak mungkin itu terjadi padaku. Kehamilan ini atas kehendak Allah. Allah yang menjadikan aku hamil tanpa disentuh. Aku yakin itu," batin Aina.

Mendadak gadis itu merasakan kepalanya berat, lalu semuanya menjadi gelap.

"Aina! Aina!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 79

    "Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 78

    Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 77

    Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 76

    "Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 75

    "Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 74

    Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status