"Kenapa terkejut seperti itu, San? Apakah permintaan Tante terlalu berat untukmu?"
Irsan menelan ludah, tersenyum kecut ketika tatapan Kamila dirasa terlalu menakutkan.Lalu, lelaki yang masih betah menjomblo di antara ketiga sahabatnya itu menganggukkan kepala. "Boleh, Tan. Silakan saja jik ingin melihat rekaman CCTV."
"Bisa kamu tunjukkan rekaman di jam sembilan," pinta Kamila dengan wajah serius."Bisa, Tan." Irsan mulai menghidupkan layar rekaman CCTV di komputer yang ada di mejanya.Kamila mendekat dan mengamati setiap gerakan yang terekam oleh CCTV. Mata awas melihat semua adegan di dalamnya. Namun, tak satu pun yang bisa memuaskan rasa ingin tahunya."Putar lebih awal bisa, San. Rekaman sebelum jam yang Tante sebutkan tadi."Irsan kembali mematuhi permintaan Kamila. Dia memutar sejak gerbang sekolah dibuka oleh Satpam. Kamila menatap layar monitor lebih saksama. Beberapa orang tua berdatangan mengantarkan anak mereka untuk mendaftar. Senyum perempuan paruh baya itu terbit.Dia mengingat momen Membahagiakan ketika mendaftarkan Yusuf pertama kali ke sekolah. Tatapannya terus mengarah pada layar monitor hingga terlihat sosok yang dia kenal."Tolong stop," perintah Kamila pada Irsan.Gerakan tangan Irsan dengan sangat cepat menghentikan rekaman selanjutnya. "Begini, Tan?""Ulang beberapa menit, San. Tante sepertinya tidak asing dengan perempuan yang naik motor matic itu, tapi lupa siapa dia."Irsan mengikuti arah telunjuk Mama sahabatnya. Matanya sedikit terbuka, menggigit bibir bawah supaya rasa terkejutnya hilang. Dia harus tampak bisa jika tidak ingin mendapat intimidasi dari Kamila."Memangnya kenapa sama perempuan itu, Tan?""Entahlah. Tante merasa sangat mengenalnya, tapi di mana. Anak yang dibawanya itu, Tante merasa tidak asing dengan wajahnya," ucap Kamila. Memejamkan mata, mencoba menggali ingatan tentang perempuan yang terekam itu. Lalu, Kamila meminta Irsan untuk melanjutkan rekaman."Tante nyari apa sebenarnya? Bisakah menceritakan pada saya?"Tidak mendapatkan hasil yang diinginkan, Kamila berjalan ke arah sofa dan menyandarkan punggungnya. "Tante mencari seseorang yang menggunakan uang sahabatmu dalam jumlah yang cukup banyak. Dari sebuah informasi, seseorang itu melakukan transaksi pada mesin EDC di sekolahmu ini.""Lalu?""Tante cuma merasa ada yang aneh, San. Sudahlah, lupakan. Ekspektasi Tante sepertinya terlalu berlebihan." Kamila berdiri dan berpamitan pada sahabat putranya."Sebentar, Tan. Ekspektasi bagaimana yang ada di pikiran Tante?""Mungkin, karena terlalu banyak membaca novel. Tante berimajinasi bahwa Yusuf punya perempuan lain selain Adisti. Tante berharap bahwa perempuan lain itulah yang menggunakan uang Yusuf untuk membayar biaya sekolah anaknya," terang Kamila. Raut mukanya kini berubah begitu lucu di mata Irsan."Tante, bolehkah saya tertawa?" Irsan sudah tak lagi bisa menyembunyikan tawa."Ish, jangan ngejek, ya. Tertawa saja, tapi setelah Tante pergi. Terima kasih atas bantuannya. Salam buat mamamu." Kamila berbalik arah."Akan saya sampaikan salamnya pada Mama, Tan." Lelaki itu melambaikan tangan sebagai balasan perpisahan pada orang tua sahabatnya."Rumit sekali hidupmu, Suf," ucap Irsan sepeninggal Kamila.*****Merebahkan tubuh pada sofa. Yusuf berusaha memejamkan mata kembali. Bayangan perempuan itu semakin nyata. Perempuan yang selalu hadir dalam mimpinya. Ratusan hari, perempuan itu menemani mimpi-mimpinya. Yusuf tidak pernah bisa mengingat apa yang terjadi di masa lalu dengan si perempuan.Namun, jantung dan matanya seakan melompat keluar ketika bertemu pertama kali dengan perempuan yang selalu hadir dalam mimpinya itu. Terkejut, bahagia, bingung melihat Bunga pertama kali di butik langganan sang istri. Yusuf selalu menanamkan dalam hati bahwa perempuan itu tidak pernah nyata.Merogoh ponselnya, Yusuf menghubungi seseorang. "Cari tahu siapa perempuan yang bekerja di butik Shaqina. Dia salah satu desainer di sana. Satu jam lagi, aku tunggu info darimu," perintahnya pada seseorang."Aku harus tahu, siapa dirimu sebenarnya. Tidak mungkin, jangan sampai Papa atau Mama menemukanmu terlebih dahulu."Mengingat wajah perempuan berjilbab dan bocah yang terekam di CCTV tadi, senyum Yusuf mengembang. Membayangkan sesuatu yang selama ini sangat dia harapkan. Makin lama, senyumannya makin lebar hingga dia teringat wajah bocah kecil itu."Sepertinya, aku pernah bertemu dengan anak itu. Wajahnya sangat familiar." Yusuf kembali tersenyum lebar ketika ingatannya dengan mudah berkompromi. "Ternyata dia anak itu.""Anak siapa yang kamu maksud?" tanya Purnama yang tiba-tiba saja sudah berada di depan Yusuf."Papa?""Iya, Papa. Dari mana saja kamu?" Purnama menatap Yusuf penuh selidik."Menemui salah satu rekanan perusahaan. Ada apa, Pa?" Yusuf segera menegakkan tubuh. Mulai bersikap serius ketika tatapan Purnama seolah mengatakan protes."Bagaimana program kehamilan istrimu? Sudah sangat lama sejak kalian melakukannya." Duduk di sebelah putranya, Purnama teringat pada perkataan Jafar di rumah tadi."Yusuf sudah berusaha sebaik mungkin, Pa. Jika Allah belum menitipkan amanah itu, apa aku harus mendesaknya," ucap putra semata wayang Purnama, "Pa, cobalah untuk mengikhlaskan semua. Andai harta Eyang dan perusahaan ini bukan ditakdirkan untuk kita miliki, ya, sudah. Masih ada usaha atas namaku sendiri. Kita bisa hidup dari laba yang dihasilkan di sana.""Bukannya Papa tidak rela harta itu dimiliki sepupumu. Papa tidak ingin, Yudhistira makin sombong dan foya-foya dengan segala hal yang dimilikinya. Kamu tahu sendiri bagaimana sayangnya eyangmu.""Pa, Yusuf cuma ingin hidup tenang dan damai bersama keluarga kita. Cukup Papa, Mama, aku dan keluarga kecilku nantinya." Senyum Yusuf terbit membayangkan semua itu."Maksud keluarga kecilmu Adhisti dan anak-anak kalian nantinya, kan?" Purnama menatap Yusuf penuh selidik.Berdeham untuk meredakan keterkejutan, Yusuf menganggukkan kepala. "Apa Papa tidak ingin menua bersama seorang cucu?"Purnama menerbitkan senyuman. Lalu, menepuk bahu putranya. "Segeralah wujudkan semua impian itu agar papamu ini bisa tenang menikmati masa tua nantinya.""Pasti, Pa. Semoga impian itu akan segera terwujud."Purnama berdiri dan meninggalkan Yusuf setelah memberikan beberapa berkas untuk diperiksa putranya. Mencapai pintu, lelaki paruh baya itu berbalik. "Makan siang nanti, kamu harus mengecek gedung untuk pesta pernikahan kalian. Sekalian pastikan rasa makanan, jangan sampai mengecewakan tamu-tamu kita.""Siap, Pa."Sepeninggal papanya, Yusuf menelepon kembali seseorang yang disuruhnya tadi. "Bagaimana hasilnya? Apa kamu sudah mendapatkan seluruh informasi tentang perempuan itu?""Susah, Pak. Sebentar lagi, akan saya kirim lewat email.""Baik, aku tunggu secepatnya." Menutup ponselnya. Yusuf menyalakan laptop. Tak sampai lima menit, sebuah email masuk dari orang yang diteleponnya tadi.Perlahan membaca seluruh informasi yang diberikan, Yusuf menemukan kejanggalan dalam informasi tersebut. "Siapa sebenarnya dirimu, Bunga? Mengapa naluriku ingin melindungimu?"Yusuf memegang kepalanya yang mulai berdenyut.Sebelum kesadarannya hilang, bayangan wajah seorang perempuan yang mirip dengan Bunga terlintas.
Perempuan itu, begitu dekat dengan Yusuf, bahkan ada adegan mesra yang mereka lakukan di atas ranjang, seolah suami istri.
"Ya Allah, tunjukkan siapa dia?" Kedua mata Yusuf tertutup sempurna, "mengapa aku terus terbayang dirinya?"Hari berganti, Yusuf dan Kamila berlomba-lomba mencari tahu siapa sebenarnya Bunga dan Fatih. Beberapa kali bahkan perempuan paruh baya itu sengaja mendatangi sekolah Irsan, hanya untuk bertemu dengan Fatih secara diam-diam. Beberapa kali bahkan senngaja membelikan aneka makanan ringan untuk bocah menggemaskan itu. Tiap kali selesai bertemu dengan Fatih, Kamila akan merasakan kebahagiaan yang tidak bisa digambarkShan.Seperti siang ini, Kamila mendatangi kantor sang suami setelah melihat Fatih dan membelikan mainan bocah lucu nan menggemaskan berkulit kuning langsat dengan lesung pipi. Istri Purnama itu bahkan sempat merekam dan mengambil potret ketika Fatih bermain bersama teman-temannya. Ketika tak mendapati sang suami berada di ruangannya, Kamila memutar video rekaman yang didapatnya tadi.Tawa menguar ketika Fatih membagikan makanan yang diberi oleh Kamila pada beberapa sahabatnya. Si kecil bahkan dengan riangnya membuka mainan yang dibawakan dan memainkannya dengan semua sahabat.
Purnama menarik pergelangan sang istri, lalu mengajaknya sedikit menjauh dari riuhnya pesta yang digelar untuk memperingati ulang tahun pernikahan Yusuf."Jaga ucapanmu, jangan sampai Papa murka," bisik Purnama memperingati sang istri.Kamila bergeming. Sama sekali tidak merasa bersalah atau menyesal dengan perkataannya tadi. Bibirnya terbungkam karena otak tengah berpikir. Sementara di belakang keduanya, Jafar mengikuti pasangan tersebut dengan wajah penuh kecewa pada menantunya. "Bawa istrimu menjauh dari pesta ini sebelum orang lain mendegar perkataannya yang tidak mengenakkan," titah sang kepala keluarga yang setiap ucapannya tidak bisa dibantah oleh siapa pun."Iya, Pa," jawab Purnama patuh. Setelah sang pemegang tahta tertinggi di keluarga Prayoga kembali pada Adhisti dan Yusuf. Barulah lelaki paruh baya itu membawa istrinya.Sang pemilik pesta tak menghiraukan perkataan Kamila tadi. Yusuf bahkan langsung disibukkan dengan banyaknya ucapan selamat dari para koleganya. Sama sepe
Happy Reading*****Kamila mengubah posisi duduknya, menyamping dan menghadap sang suami. Meletakkan kedua tangannya di atas telapak tangan Purnama. Lelaki itu pasti syok, sama seperti dirinya beberapa tahun silam. Namun, kasih sayang sebagai seorang ibu, harus bisa menguatkan putranya. Keluarga tidak boleh mengetahui kelemahan Yusuf satu itu. Oleh karena itulah, Kamila memilih menyembunyikan semuanya. Pengakuan kehamilan Adhisti sudah merubah janji Kamila untuk tetap merahasiakan masalah Yusuf. Sekarang, dia tidak takut lagi jika keluarga lain mengetahui. Biarlah anggota Prayoga lainnya tahu, siapa sebenarnya menantu pilihan Jafar. Naluri sebagai Ibu menolak pengkhianatan yang dilakukan sang menantu. "Rekam medis itu memang milik Yusuf. Maaf, Mama sengaja menyembunyikan semua ini. Berharap akan datang suatu keajaiban yang membuat kita semua bahagia. Mama juga meminta dokter menyembunyikan semua ini." Kamila menjeda kalimatnya dan menatap sang suami yang masih terlihat syok.Perempu
Happy Reading*****Di ballroom hotel acara pesta ulang tahun perkawinan Yusuf berlangsung. Lelaki itu tersenyum penuh kebahagiaan. Sudah lama kabar kehamilan sang istri dinantikan. Walau sampai saat ini belum timbul cinta pada perempuan tersebut. Namun, lelaki itu sudah berusaha sebaik mungkin untuk membahagiakan wanitanya."Terima kasih, Dhis. Kamu sudah memenuhi impian dan harapan Eyang serta keluarga ini," ucap Yusuf tulus. Tak sungkan, lelaki itu merangkul wanitanya dengan sangat mesra. Berusaha menutupi bagian punggung yang terekspos, membuat mata semua tamu lelaki menatapnya penuh kagum. Yusuf sama sekali tak menyukai hal itu."Sama-sama, Mas." Bibir Adhisti mungkin menjawab perkataan sang suami, tetapi matanya mengarah pada Yudhistira yang kini tengah dikerubungi wanita-wanita cantik. "Mas, aku sapa teman-teman di sana, ya. Sudah lama tidak bertemu mereka."Yusuf menganggukkan kepala, tetapi sebelum sang istri pergi, dia mencegah. "Pakai ini." Melepas jas yang dikenakan. "Ja
Happy Reading*****Fatih berteriak ketika melihat Yusuf hampir terjatuh ke lantai. Beruntung ada salah satu pelayan yang menolong. Beberapa orang mulai berkerumun, sedangkan Bunga lebih memilih meninggalkan pesta itu.Cukup sudah rasa sakitnya, perempuan itu telah menunggu begitu lama akan datangnya pertemuan dengan sang suami. Namun, saat takdir menghampiri dan mempertemukan mereka, kenyataan pahit bahwa Muhammad Yusuf Prayoga sudah beristri menghantam seluruh keyakinan Bunga semua akan baik-baik saja ketika perjumpaan itu tiba.Ingin rasanya menumpahkan segala kesedihan saat itu juga, tetapi di sampingnya ada Fatih yang harus di jaga perasaan dan suasana hatinya. Bunga memilih diam, bungkam bahkan ketika sang putra bertanya macam-macam tentang percakapannya dengan Yusuf tadi."Biarkan Unda tenang. Setelah itu, Unda pasti akan menceritakan hal yang sebenarnya. Sekarang, kita harus pulang karena taksi yang Unda pesan sudah datang. Ayo masuk," ajak Bunga pada Fatih. Memilih patuh pad
Happy Reading*****Yusuf dilarikan ke rumah sakit oleh eyangnya. Seluruh keluarga kini sedang berkumpul di depan pintu ruang UGD termasuk dua sahabat lelaki tersebut. Sudah sangat lama ketika kecelakaan itu terjadi, Yusuf tak pernah lagi masuk rumah sakit walau dia harus bergantung pada obat-obatan. Namun, hari ini kejadian terulang, dilarikan ke rumah sakit karena keadaan yang genting. Menunggu di depan ruang UGD, Irsan dan sahabat Yusuf yang lain cuma bisa diam dan menonton drama keluarga Prayoga. Sejak sang petinggi perusaan pingsan di pesta ulang tahun pernikahannya. Semua orang bertanya-tanya apa penyebab pewaris usaha tersebut bisa ambruk seperti tadi."San, apa yang terjadi dengan Yusuf. Mengapa, sepertinya dia kembali terguncang?" tanya sahabat Yusuf yang bernama Fawwaz. Bapak satu anak itu tak habis pikir. Mengapa sahabatnya selalu saja terkena masalah."Tidak tahu juga. Akhir-akhir ini, dia sering mengalami sakit kepala dan kembali mengkonsumsi obat-obatan itu," terang Irs
Happy Reading*****Bunga sampai di rumah dan langsung masuk kamar tanpa mempedulikan putranya. "Bu, tolong bantu Fatih ganti baju, ya," pinta perempuan berjilbab tersebut ketika berpapasan dengan wanita yang telah melahirkannya sebelum mencapai pintu kamar."Ada masalah, Nak?"Bunga cuma menggelengkan kepala dan segera menggerakkan handle pintu. Tanpa menjawab, dia masuk kamar tanpa menoleh lagi ke belakang.Mahirah menatap sang cucu yang terbengong melihat semua perilaku bundanya. "Kenapa kalian pulang cepat? Apa yang terjadi di pesta temannya Tante Shaqina?" Mengajak cucunya masuk kamar, Mahirah mulai melucuti pakaian bocah laki-laki tersebut."Unda ngajak pulang cepat. Padahal, Fatih masih suka dan betah di pesta itu, Nek. Makanannya enak-enak, tempat pesta juga mewah.""Alasannya apa?" Perempuan paruh baya itu memberikan setelan piyama yang akan dipakai Fatih. "Ada om-om yang ngobrol sama Unda. Lalu, Unda sama Om itu seperti berdebat.""Lalu?" Mahirah mulai penasaran dengan ce
Happy Reading*****Dua hari Yusuf dirawat di rumah sakit dan selama itu pula, hanya Kamila yang setia menemaninya. Bagaimana dengan sang istri? Mengapa tidak menemaninya? Tentu, jawabannya adalah karena Jafar tidak mengijinkan menantu kesayangannya itu lelah. Apalagi Adhisti tengah mengandung janin yang digadang-gadang akan menggantikan posisi Yusuf. Namun, Kamila sangat bersyukur ayah mertuanya tidak mengijinkan sang menantu menemani Yusuf. "Sebaiknya, Mama pulang. Aku sudah sehat dan baik-baik saja.""Kalau sehat, kamu tidak akan menginap di sini. Jangan larang Mama untuk merawat. Kamu itu sudah banyak menderita karena tekanan dan permintaan kami. Sebagai orang tua, Mama sangat malu, Suf." Menengadahkan tatapan ke langit-langit ruang perawatan sang putra, Kamil menghalau air mata yang siap terjun kapan saja."Menderita gimana, Ma? Aku baik-baik saja." Yusuf juga berusaha menyembunyikan semua kesedihan dan keresahan hatinya. Selama menginap di rumah sakit, dia mengutuk dirinya sen