Hari berganti, Yusuf dan Kamila berlomba-lomba mencari tahu siapa sebenarnya Bunga dan Fatih. Beberapa kali bahkan perempuan paruh baya itu sengaja mendatangi sekolah Irsan, hanya untuk bertemu dengan Fatih secara diam-diam. Beberapa kali bahkan senngaja membelikan aneka makanan ringan untuk bocah menggemaskan itu. Tiap kali selesai bertemu dengan Fatih, Kamila akan merasakan kebahagiaan yang tidak bisa digambarkShan.
Seperti siang ini, Kamila mendatangi kantor sang suami setelah melihat Fatih dan membelikan mainan bocah lucu nan menggemaskan berkulit kuning langsat dengan lesung pipi. Istri Purnama itu bahkan sempat merekam dan mengambil potret ketika Fatih bermain bersama teman-temannya. Ketika tak mendapati sang suami berada di ruangannya, Kamila memutar video rekaman yang didapatnya tadi.Tawa menguar ketika Fatih membagikan makanan yang diberi oleh Kamila pada beberapa sahabatnya. Si kecil bahkan dengan riangnya membuka mainan yang dibawakan dan memainkannya dengan semua sahabat. Kamila tak peduli asal-usul Fatih yang sudah dia ketahui dari orang suruhan suaminya jika si kecil terlahir tanpa seorang ayah bahkan kehamilan si ibu membawanya terusir dari kampung halaman.Bunga dianggap aib bagi para tetangga di desanya sehingga dia harus diusir dari tanah kelahiran bersama kedua orang tuanya. Sampai saat ini pun, Kamila belum mendapatkan kepastian tentang siapa lelaki yang telah menghamili Bunga. Perempuan paruh baya itu begitu penasaran dengan masa lalu salah satu desainer butik Shaqina. Naluri sebagai seorang perempuan menolak jika wanita seperti Bunga terlibat pergaulan bebas atau sampai melakukan cinta satu malam."Mama lihat apa? tersenyum sampai selebar ini? Papa cemburu, lho." Suara Purnama membuyarkan senyuman dan lamunan Kamila. Membalas senyum sang suami, perempuan itu menunjukkan rekaman Fatih yang tengah bermain dan tertawa dengan sangat bahagianya. "Dia anak yang Mama ceritakan itu, kan?"Kamila menganggukkan kepala. "Papa lihat sini, deh. Dia itu lucu banget tahu. Anaknya juga pinter, ramah dan periang. Setiap kali Mama bawain jajan, pasti dibagi ke teman-temannya." Perempuan paruh baya itu begitu antusias saat berceritaq tentang Fatih."Kasihan dia, Ma. Terlahir dari kesalahan orang tuanya. Jika Teman-temannya tahu, pasti dia akan di-bully."menatap sang suami, Kamila menggelengkan kepala. "Mama tidak yakin jika Bunga penganut pergaulan bebas. Dia sosok perempuan agamis dan penyabar bahkan untuk menghadapi menantu kita yang cerewet dan selalu menghina penampilannya. Bunga cuma memberikan senyum tanpa mau membalas hinaan sama sekali.""Mama jangan terlalu memujinya begitu. Perempuan itu manusia biasa, ada saatnya dia khilaf." Duduk di sebalah sang istri. Purnama tertarik melihat hasil rekaman istrinya. Mengulang dari awal hasil rekaman tersebut, si lelaki paruh baya malah ikut-ikutahn tersenyum."Dih, ikutan ketawa jadinya," sindir Kamila. Bibirnya mencebik mengolok sang suami."Emang lucu anak ini, Ma. Kapan-kapan kalau Mama mau ketemu anak ini, ajak Papa, ya.""Hmm," jawab Kamila. Dia, lalu melirik jam yang ada di dinding. "Yusuf sama Adhisti kok belum ke sini,sih, Pa?""Tidak tahu." Purnama makin asyik melihat semua foto dan video yang merekam kegiatan Fatih."Mereka tidak lupa, kan, Pa? Kita harus bertemu dengan orang tuanya Adhisti.""Coba telpon. Tadi, sebelum Yusuf pamit untuk menemui kliennya, Papa sudah ingatkan supaya kita tidak terlambat makan siang dengan mertunya."Kamila mengambil ponsel suaminya dan menghubungi Yusuf. Tidak pernah ada yang tahu bahwa putra semata wayangnya itu, kini tengah menjadi penguntit seluruh kegiqtan Bunga dan Fatih.*****Hari yang ditunggu-tunggu tiba, ulang tahun pernikahan keempat Yusuf dan Adhisti digelar. Seluruh keluarga sudah berkumpul di tempat pesta yang digelar di ballroom hotel mewah di kota itu.Dekorasi ruangan yang digunakan senada dengan pakaian yang akan dikenakan Adhisti dan anggota keluarga perempuan lainnya. Di antara semua kemewahan dan kemegahan yang ada di pesta tersebut, raut wajah Yusuf sama sekali tidak bahagia.Dia tidak pernah ingin merayakan pesta dengan begitu megah seperti sekarang. Jika bukan karena desakan Eyang dengan segala ancamannya, maka Yusuf akan memilih merayakan ulang tahun pernikahannya bersama keluarga dekat saja."Istrimu mana, Suf," bisik lelaki dengan jas warna hitam. Rambut rapi belah pinggir. Sorot mata tajam bahkan terkesan dingin. Dialah Yudhistira, cucu pertama dari keluarga Jafar."Masih di atas. Sepertinya belum selesai dandan.""Kenapa tidak kamu temani. Jika ada lelaki lain yang masuk dan menculiknya bagaimana?"Yusuf menatap sepupunya, dingin. "Pernikahan itu adalah sebuah komitmen yang akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah. Jika ada seorang lelaki yang berani mendekati dan menggoda seorang perempuan bersuami, maka legalitasnya sebagai pria sejati harus dipertanyakan. Sejauh ini, aku sudah menjaga istriku dengan sangat baik."Tawa keras meluncur dari bibir Yudhistira. "Jawabanmu selalu serius, Mas. Aku cuma bercanda." Dia menepuk bahu sepupunya."Sebaiknya, cari bahan candaan yang lebih bermutu. Permisi." Yusuf meninggalkan sepupunya dan menyapa beberapa tamu undangan.Alunan musik klasik terdengar ketika seseorang turun melewati tangga. Mata Yudhistira menatap perempuan itu nyaris tanpa berkedip.Gaun maroon menempel erat pada lekuk tubuhnya. Payet emas bermotif burung merak menghiasi bagian depan. Adhisti tampil sangat memukau di hadapan para tamu, semua orang bertepuk tangan apalagi ketika Yusuf dengan gentle-nya mengulurkan tangan untuk membantu sang istri turun.Tanpa para tamu ketahui, Yusuf sedang memendam amarah pada perempuan yang menjadi poros di pesta tersebut."Tidakkah tahu bahwa pakaian yang kamu kenakan ini akan menyeretku ke neraka nantinya," bisik Yusuf. Sekalipun, tangannya menggenggam mesra tangan Adhisti, tetapi perkataannya membuat perempuan itu terkejut. "Kenapa kamu membohongi aku?""Jangan bahas masalah pakaiannya, Mas. Lihat kebahagiaan para tamu undangan," jawab Adhisti. Senyumnya merekah karena seluruh pasang mata menatap ke arahnya."Aku tetap tidak suka." Yusuf melepaskan pegangan tangannya, akan mencopot jas yang dipakai. Namun, sang istri mencegah."Jangan lakukan ini, Mas. Kamu akan merusak acara pesta kita."Panggilan dari Jafar dan Purnama menginterupsi perdebatan pangan itu. Berjalan di belakang istrinya, Yusuf berusaha menutupi punggung Adhisti yang terbuka sampai di bagian pinggang.Rangkaian acara di mulai dengan wajah cemberut Yusuf. Sama sekali, senyumannya tidak terbit walau hari itu adalah hari yang membahagiakan.Di tengah-tengah acara berlangsung, Adhisti berdiri dan menghampiri MC."Mohon perhatiannya sebentar," kata Adhisti yang membuat semua orang menatap ke arahnya. "Saya ingin menyampaikan sesuatu yang sangat membahagiakan sekalian ucapan terima kasih atas kehadirannya memenuhi undangan keluarga kami."Seluruh tamu undangan yang sedang menikmati hidangannya bertepuk tangan."Lima tahun lalu, tepat ditanggal yang sama. Saya dinikahi oleh seorang lelaki tampan idaman semua wanita. Siapa yang tidak mengenal Yusuf Prayoga di dunia bisnis. Pemuda yang sukses di usia muda. Hari ini, kebahagian itu hadir kembali menghampiri hidup saya. Setelah menunggu beberapa tahun atas hadirnya momongan. Tuhan mendengar dan mengabulkan doa saya dan suami." Adhisti menatap Yusuf dengan binar kebahagiaan. Demikian juga dengan keluarga yang lain."Jadi, katakan pada Eyang. Apakah Yusuf junior akan segera hadir?" Suara Jafar menggelegar dengan segala kebahagiaannya."Benar, Eyang. Ini adalah surat keterangan dari dokter yang menyatakan bahwa Mas Yusuf junior akan hadir di sini." Adhisti menunjukkan selembar kertas pada Jafar.Secepat mungkin, Kamila merebut kertas itu. Lalu, membaca dengan mata terbuka secara sempurna. "Tidak mungkin!" ucap perempuan itu."Kenapa tidak mungkin, Ma. Bukankah mereka sudah mengikuti program kehamilan selama empat tiga tahun ini," tanya Purnama."Jangan mengacaukan kebahagiaanku, Mila," bentak Jafar.Kamila bergeming dengan gelengan kepala begitu cepat. "Tidak mungkin ini terjadi."Purnama menarik pergelangan sang istri, lalu mengajaknya sedikit menjauh dari riuhnya pesta yang digelar untuk memperingati ulang tahun pernikahan Yusuf."Jaga ucapanmu, jangan sampai Papa murka," bisik Purnama memperingati sang istri.Kamila bergeming. Sama sekali tidak merasa bersalah atau menyesal dengan perkataannya tadi. Bibirnya terbungkam karena otak tengah berpikir. Sementara di belakang keduanya, Jafar mengikuti pasangan tersebut dengan wajah penuh kecewa pada menantunya. "Bawa istrimu menjauh dari pesta ini sebelum orang lain mendegar perkataannya yang tidak mengenakkan," titah sang kepala keluarga yang setiap ucapannya tidak bisa dibantah oleh siapa pun."Iya, Pa," jawab Purnama patuh. Setelah sang pemegang tahta tertinggi di keluarga Prayoga kembali pada Adhisti dan Yusuf. Barulah lelaki paruh baya itu membawa istrinya.Sang pemilik pesta tak menghiraukan perkataan Kamila tadi. Yusuf bahkan langsung disibukkan dengan banyaknya ucapan selamat dari para koleganya. Sama sepe
Happy Reading*****Kamila mengubah posisi duduknya, menyamping dan menghadap sang suami. Meletakkan kedua tangannya di atas telapak tangan Purnama. Lelaki itu pasti syok, sama seperti dirinya beberapa tahun silam. Namun, kasih sayang sebagai seorang ibu, harus bisa menguatkan putranya. Keluarga tidak boleh mengetahui kelemahan Yusuf satu itu. Oleh karena itulah, Kamila memilih menyembunyikan semuanya. Pengakuan kehamilan Adhisti sudah merubah janji Kamila untuk tetap merahasiakan masalah Yusuf. Sekarang, dia tidak takut lagi jika keluarga lain mengetahui. Biarlah anggota Prayoga lainnya tahu, siapa sebenarnya menantu pilihan Jafar. Naluri sebagai Ibu menolak pengkhianatan yang dilakukan sang menantu. "Rekam medis itu memang milik Yusuf. Maaf, Mama sengaja menyembunyikan semua ini. Berharap akan datang suatu keajaiban yang membuat kita semua bahagia. Mama juga meminta dokter menyembunyikan semua ini." Kamila menjeda kalimatnya dan menatap sang suami yang masih terlihat syok.Perempu
Happy Reading*****Di ballroom hotel acara pesta ulang tahun perkawinan Yusuf berlangsung. Lelaki itu tersenyum penuh kebahagiaan. Sudah lama kabar kehamilan sang istri dinantikan. Walau sampai saat ini belum timbul cinta pada perempuan tersebut. Namun, lelaki itu sudah berusaha sebaik mungkin untuk membahagiakan wanitanya."Terima kasih, Dhis. Kamu sudah memenuhi impian dan harapan Eyang serta keluarga ini," ucap Yusuf tulus. Tak sungkan, lelaki itu merangkul wanitanya dengan sangat mesra. Berusaha menutupi bagian punggung yang terekspos, membuat mata semua tamu lelaki menatapnya penuh kagum. Yusuf sama sekali tak menyukai hal itu."Sama-sama, Mas." Bibir Adhisti mungkin menjawab perkataan sang suami, tetapi matanya mengarah pada Yudhistira yang kini tengah dikerubungi wanita-wanita cantik. "Mas, aku sapa teman-teman di sana, ya. Sudah lama tidak bertemu mereka."Yusuf menganggukkan kepala, tetapi sebelum sang istri pergi, dia mencegah. "Pakai ini." Melepas jas yang dikenakan. "Ja
Happy Reading*****Fatih berteriak ketika melihat Yusuf hampir terjatuh ke lantai. Beruntung ada salah satu pelayan yang menolong. Beberapa orang mulai berkerumun, sedangkan Bunga lebih memilih meninggalkan pesta itu.Cukup sudah rasa sakitnya, perempuan itu telah menunggu begitu lama akan datangnya pertemuan dengan sang suami. Namun, saat takdir menghampiri dan mempertemukan mereka, kenyataan pahit bahwa Muhammad Yusuf Prayoga sudah beristri menghantam seluruh keyakinan Bunga semua akan baik-baik saja ketika perjumpaan itu tiba.Ingin rasanya menumpahkan segala kesedihan saat itu juga, tetapi di sampingnya ada Fatih yang harus di jaga perasaan dan suasana hatinya. Bunga memilih diam, bungkam bahkan ketika sang putra bertanya macam-macam tentang percakapannya dengan Yusuf tadi."Biarkan Unda tenang. Setelah itu, Unda pasti akan menceritakan hal yang sebenarnya. Sekarang, kita harus pulang karena taksi yang Unda pesan sudah datang. Ayo masuk," ajak Bunga pada Fatih. Memilih patuh pad
Happy Reading*****Yusuf dilarikan ke rumah sakit oleh eyangnya. Seluruh keluarga kini sedang berkumpul di depan pintu ruang UGD termasuk dua sahabat lelaki tersebut. Sudah sangat lama ketika kecelakaan itu terjadi, Yusuf tak pernah lagi masuk rumah sakit walau dia harus bergantung pada obat-obatan. Namun, hari ini kejadian terulang, dilarikan ke rumah sakit karena keadaan yang genting. Menunggu di depan ruang UGD, Irsan dan sahabat Yusuf yang lain cuma bisa diam dan menonton drama keluarga Prayoga. Sejak sang petinggi perusaan pingsan di pesta ulang tahun pernikahannya. Semua orang bertanya-tanya apa penyebab pewaris usaha tersebut bisa ambruk seperti tadi."San, apa yang terjadi dengan Yusuf. Mengapa, sepertinya dia kembali terguncang?" tanya sahabat Yusuf yang bernama Fawwaz. Bapak satu anak itu tak habis pikir. Mengapa sahabatnya selalu saja terkena masalah."Tidak tahu juga. Akhir-akhir ini, dia sering mengalami sakit kepala dan kembali mengkonsumsi obat-obatan itu," terang Irs
Happy Reading*****Bunga sampai di rumah dan langsung masuk kamar tanpa mempedulikan putranya. "Bu, tolong bantu Fatih ganti baju, ya," pinta perempuan berjilbab tersebut ketika berpapasan dengan wanita yang telah melahirkannya sebelum mencapai pintu kamar."Ada masalah, Nak?"Bunga cuma menggelengkan kepala dan segera menggerakkan handle pintu. Tanpa menjawab, dia masuk kamar tanpa menoleh lagi ke belakang.Mahirah menatap sang cucu yang terbengong melihat semua perilaku bundanya. "Kenapa kalian pulang cepat? Apa yang terjadi di pesta temannya Tante Shaqina?" Mengajak cucunya masuk kamar, Mahirah mulai melucuti pakaian bocah laki-laki tersebut."Unda ngajak pulang cepat. Padahal, Fatih masih suka dan betah di pesta itu, Nek. Makanannya enak-enak, tempat pesta juga mewah.""Alasannya apa?" Perempuan paruh baya itu memberikan setelan piyama yang akan dipakai Fatih. "Ada om-om yang ngobrol sama Unda. Lalu, Unda sama Om itu seperti berdebat.""Lalu?" Mahirah mulai penasaran dengan ce
Happy Reading*****Dua hari Yusuf dirawat di rumah sakit dan selama itu pula, hanya Kamila yang setia menemaninya. Bagaimana dengan sang istri? Mengapa tidak menemaninya? Tentu, jawabannya adalah karena Jafar tidak mengijinkan menantu kesayangannya itu lelah. Apalagi Adhisti tengah mengandung janin yang digadang-gadang akan menggantikan posisi Yusuf. Namun, Kamila sangat bersyukur ayah mertuanya tidak mengijinkan sang menantu menemani Yusuf. "Sebaiknya, Mama pulang. Aku sudah sehat dan baik-baik saja.""Kalau sehat, kamu tidak akan menginap di sini. Jangan larang Mama untuk merawat. Kamu itu sudah banyak menderita karena tekanan dan permintaan kami. Sebagai orang tua, Mama sangat malu, Suf." Menengadahkan tatapan ke langit-langit ruang perawatan sang putra, Kamil menghalau air mata yang siap terjun kapan saja."Menderita gimana, Ma? Aku baik-baik saja." Yusuf juga berusaha menyembunyikan semua kesedihan dan keresahan hatinya. Selama menginap di rumah sakit, dia mengutuk dirinya sen
Happy Reading*****Genap empat hari dirawat, Yusuf sudah diperkenankan pulang. Catatan kesehatannya makin membaik dengan kondisi psikis semakin meningkat. Emosinya juga cenderung lebih stabil saat ini. Keluarga Prayoga menyambut kedatangan sang pewaris dengan bahagia. Seluruh keluarga hadir saat itu kecuali sang Mama. Sudah tiga hari sejak pesta ulang tahun perkawinan putranya, perempuan paruh baya itu enggan pulang ke rumahnya sendiri. Dia memilih tinggal di rumah lain milik suaminya. Hal yang sebenarnya adalah dia malas bertemu dengan menantunya. "Pa, Mama mana?" tanya Yusuf ketika tidak menemukan sosok perempuan yang telah menemaninya selama di rumah sakit. "Mama lagi ada urusan," jawab Purnama cepat."Mamamu tidak menginap di rumah sakit, Suf? Sejak kamu dirawat, dia tidak sekalipun pulang ke rumah ini," timpal sang kepala keluarga. Siapa lagi kalau bukan Jafar.Suami Adhisti menatap sang Papa. Mengetahui ada yang disembunyikan oleh orang tuanya. Yusuf segera menjawab. "Tiap