Share

Bab 13

Saat sedang asyik berbicara dengan Naya. Aku dikagetkan dengan suara pintu yang dibuka kasar.

"Brakkk..!"

Ya Allah ternyata suamiku yang membuka pintu itu dengan kasarnya. Tanpa mengucapkan salam pula.

"Ya Allah ayah. Kok buka pintu seperti itu aku dan Naya sampai kaget tadi." Tanyaku berusaha selembut mungkin.

"Makanya kalau suami pulang kuping dibuka lebar-lebar jadi dengar kalau aku masuk rumah." Jawabnya ketus.

"Astagfirullah yah. Tadi benar bunda tidak mendengar salam ayah sama sekali. Makanya bunda tidak tahu kalau ayah pulang. Bunda minta maaf." Kataku lembut sambil menunduk.

"Ya sudah besok-besok tidak bunda ulangi lagi."

"Ya sudah. Ga usah banyak bacot. Aku lapar siapin makanan sana!" Bentaknya.

"Iya sebentar ya. Ayah tidak mandi  atau ganti baju dulu. Nanti bunda siapkan?"

"Sudah ga usah bawel aku mau makan dulu ga usah ngatur-ngatur. Buruan!! Kamu dengar ga!!" Bentaknya.

Melihat suamiku yang pulang kerja marah-marah tanpa kami tahu kesalahanku apa. Menyebabkan Naya dan Raihan sangat ketakutan. Daritadi anak-anakku itu hanya duduk mematung. Untuk bergerak sedikit pun ketakutan. Dan saat aku sedang menyiapkan makanan ayahnya. Saat ayahnya keluar dan duduk di teras. Naya mengendap-endap menghampiriku.

"Bunda, Ayah agak aneh. Sepertinya yang tadi datang itu bukan ayahku. Ayah tidak sekasar itu bun. Ayah agak aneh. Kenapa ayah sekarang jadi berubah kasar seperti itu ya bun?" Kata Naya berbisik-bisik.

"Entahlah nak. Mungkin hari ini karena ayahmu sedang capek atau ada masalah dikantornya jadi gampang marah. Ya sudah ga usah Naya masukkin ke hati. Nanti juga baikkan lagi." Kataku sambil tersenyum.

"Bun..!! Bundaaa!! Mana makanan aku. Lama banget sih. Ga guna banget kamu jadi istri!!" Panggil suamiku dengan suara keras.

"Udah ya nak. Nanti kita bicara lagi. Naya dengar kan ayah manggil bunda."

"Iya, yah. Sebentar." Jawabku.

Saat aku menghampirinya dengan membawa makanan yang suamiku minta. Entah kenapa aku merasa ada yang sangat aneh.

"Lama banget sih bun. Siapin makanan kayak gitu aja lama banget!" Bentaknya.

"Terus kopiku mana? Gitu aja harus disuruh." Bentaknya lagi.

"I..iya yah. Nanti bunda buatkan. Sebentar ya." 

"Lambat banget kamu." Bentaknya sambil mengambil piring yang berisi makanan yang telah aku buatkan.

Setelah itu aku membuatkan kopi yang suamiku inginkan. Dan menaruh di meja dekat tempat duduknya. Setelah makan seperti biasa dia asyik duduk di teras rumah sambil asyik memainkan ponsel genggamnya. 

Malam hampir larut anak-anakku sudah terlelap dalam mimpinya. Dan saat aku ingin terlelap, seperti ada yang mengusap-usap bagian pahaku yang ternyata suamiku. Seperti biasa meminta jatah untuk memuaskan nafsu birahinya. Tanpa memandang aku sedang sakitkah atau capekkah dia tidak peduli. Dengan berbisik  dia meminta aku bangun dan melayaninya. Tapi, karena kejadian malam itu yang mengakibatkan pundakku sakit. Aku tolak dia secara halus. Aku tahu itu berdosa tapi rasanya aku tidak sanggup melayaninya karena aku merasa sakit. Tapi bukannya dia kasihan atau sekedar mengerti, yang ada dia mendorongku ke tempat tidur dan meninggalkanku begitu saja. Sambil menutup pintu kamar dengan keras. Dan aku hanya bisa beristigfar dan alhamdullilah anakku tidak sampai terbangun mendengar itu.

🌾🌾🌾

Keesokan paginya.

🌾🌾🌾

Aku pikir suamiku sudah tidak mengingat kejadian tadi malam. Tapi, ternyata perkiraanku salah. Dia masih mengingatnya, bahkan uang belanja harian yang biasa dia berikan dan ditaruh di meja tv pun tidak dia berikan hari itu. Sama sekali tidak tersedia sepersen pun uang yang biasa suamiku taruh di meja tv itu. Melihat itu aku menghela napas dan berusaha setenang mungkin menanyakan kepadanya.

"Yah, maaf ayah lupakah memberikan uang belanja bunda hari ini? Hari ini bunda mau ke tukang sayur saat melihat di meja tv. Kok ga ada uangnya yah. Apakah ayah lupa?" Tanyaku lembut.

Mendengar pertanyaanku itu suamiku bukannya luluh. Malah naik pitam.

"Uang saja yang kau pikirkan! Puasa sana ga usah makan sekalian! Kalau kamu mau makan, cari uang sana jangan bisanya minta dan minta!! Bentaknya sambil menyeruput kopinya.

"Ya Allah yah. Kok ayah bicaranya seperti itu. Insya allah kalau bunda kuat tapi anak-anak bagaimana? Mereka makan apa?" Tanyaku.

"Alah..Alasan saja kau pakai nama anak-anak. Bakalan kau saja yang rakus!!" Bentaknya sambil berlalu pergi mengendarai motornya.

Mendengar kata-katanya yang kasar luluh juga airmataku. Melihat aku seperti itu Naya menghampiriku. 

" Bunda, bunda kenapa? Kok menangis? Ayah tadi kasar lagi ya sama bunda?" Tanyanya sambil mengelus-elus punggungku.

Naya walaupun masih SD kelas 2. Tapi sikap dan cara berpikirnya lebih dewasa dari anak-anak seumurannya. Mendengar pertanyaannya itu aku mengusap airmataku dan menghela napas.

"Hmm..Engga kok sayang. Naya ada apa hampiri bunda." Tanyaku.

"Itu bunda. Naya sama dede Raihan lapar hehe." Katanya sambil tersenyum manis.

"Oh iya ya nak. Tapi bunda belum masak. Sabar ya nak nanti bunda beli sesuatu buat Naya dan dede Raihan makan." Jawabku.

Mendengar permintaanya tidak terasa aku berlalu ke kamar mandi dan menumpahkan kesedihanku di situ. Walaupun hati sedih dan pedih tapi seorang ibu tetap harus  bersandiwara di depan anak-anaknya walaupun itu sulit tetap harus tersenyum di depan mereka.

"Ya Allah. Bagaimana ini? Anak-anakku kelaparan sedangkan aku tidak punya uang sepersen pun." Kataku dalam hati.

Lalu saat aku meraba telingaku. Ya Allah alhamdullilah aku masih punya anting. Mungkin aku bisa menjualnya di pasar dan memberikan anak-anakku makanan. Tapi, bagaimana ke pasar sedangkan aku tidak punya uang sesenpun. 

Dengan menahan malu. Walaupun aku segan aku mencoba minta tolong kepada tetanggaku sambil membawa anak-anakku.

"Naya, Raihan ikut bunda yuk sekarang." Ajakku.

"Kemana bunda? Naya kan lapar." Tanyanya sambil memegang perutnya.

"Sabar ya nak. Kata Naya, Naya lapar kan. Ini bunda lagi usaha biar Naya dan dede bisa makan. Sabar ya nak." Kataku sambil mengusap rambutnya.

"Iya bunda." Katanya nurut.

Sambil berjalan pelan ke rumah tetanggaku.

"Assalamualaikum, Mba Rin." Kataku sambil mengetuk pintu.

"Walaikumsalam." Jawab orang di dalam yang ternyata Mba Rini sendiri.

"Eh kamu, Cha. Panas-panasan begini bawa bocah. Ayo masuk." Ajaknya sambil menyuruh kami masuk.

"Ada apa Cha?" Tanyanya.

"Hmm... Maaf Mba Rin. Kalau aku mengganggu siang-siang begini kesini. Ini Mba a...kuu..." Kataku terbata-bata.

"Aku apa Cha? Kamu kenapa ada masalah." Tanyanya khawatir.

"Ini Mba. Boleh tidak aku pinjam uang 5 ribu saja mba? Insya allah nanti sore saya ganti mba." Tanyaku sambil menunduk malu.

"5 ribu?" Tanyanya kaget.

"Buat apa Cha?" Tanyanya lagi.

Tadinya aku tidak mau menceritakan masalahku dengan suami. Tapi mau tidak mau aku menceritakannya yang penting anakku tidak kelaparan.

"Itu mba buat ongkos aku dan anak-anak ke Pasar. Aku mau jual antingku ini." Jawabku sambil menunjukkan sepasang anting.

"Loh, kenapa kamu jual Cha. Sayang kan."

"Iya Mba. Aku lagi butuh buat anak-anakku makan hari ini. Mereka belum makan daritadi pagi." Jawabku pelan.

"Astagfirullah. Belum makan Cha?" Katanya kaget.

"Loh suamimu kemana Cha? Bagaimana sih anak-anak sama istri dibiarin seperti ini. Ya sudah sebentar." Katanya sambil berlalu kedalam.

Dan sekembalinya ke ruang tamu Mba Rini sudah membawakan bakul nasi, sayur+ lauk dan peralatan makannya.

"Ini ambilkan anak-anakmu makan dulu. Kasihan mereka belum makan." Katanya sambil memberikan semua itu kepadaku.

"Tapi, mba. Ini?" Kataku tak enak hati.

"Sudah ga usah sungkan. Kamu dan anak-anakmu perutnya harus terisi. Eh, atau tidak kamu ke pasar dulu. Biarkan anak-anakmu di rumahku dulu sekalian mereka makan di sini. Kasian kalau mereka harus kamu bawa ke pasar panas-panasan." Katanya sambil menyodorkan uang 20 ribuan.

"Tapi, mba nanti merepotkan. Dan ini banyak sekali 20 ribu." Kataku tak enak hati.

"Sudah pegang saja. Itu buat naik ojek pulang pergi. Setauku berangkat dari sini ke pasar kan 10 ribu bisa kamu pakai pulang pergi. Biar cepat sampai pasarnya. Sudah siang ini takut nanti Toko Emasnya keburu tutup. Sudah tenang saja anak-anakmu aman di sini bersamaku." Katanya sambil tersenyum.

Setelah berpamitan kepada Naya dan Raihan anakku. Aku berlalu ke pasar. Sesampainya di pasar betapa kagetnya aku.

🌾🌾🌾

Kenapakah Bundanya Naya kaget.

Ada apakah gerangan?

Tunggu di kisahku berikutnya.🙏🙏

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status