Share

Puzzle of heart
Puzzle of heart
Penulis: LilyPut

Part 1

"Pa, Ma. Niel berangkat dulu ya. Mungkin minggu depan baru bisa balik lagi." Pamit Daniel sambil mencium kedua tangan kedua orang tuanya. Pria itu sudah rapi dengan seragam rumah sakit berwarna hijau tempat ia biasa dinas. 

"Ingat, jangan terlalu capek. Istirahat yang cukup." Nasihat sang Papa sambil menepuk pundak anak sulungnya itu.

Daniel tersenyum tipis. Tipikal Daniel. "Vitaminnya juga jangan lupa di minum. Kalau ada apa-apa langsung telpon ke rumah." Sambung sang Mama yang entah sejak kapan sudah mengapit lengan anaknya itu.

"Iya lah nelpon ke rumah. Kak Daniel kan gak punya pacar." Celetuk seorang pria yang juga ikut mengantar.

"Dante! Ini kakaknya mau pergi malah di ledekin."

"Ma, Kak Niel cuma tugas kayak biasa. Gak keluar negeri." Ledek pria yang di panggil Dante itu sambil tertawa meledek. Lagian betul kata Dante. Daniel hanya kerja, bukan mau pindah ke luar negeri. 

Dan seperti itu lah pemandangan keluarga Daniel. Penuh kehangatan yang membuat Daniel tidak membutuhkan apapun selain keluarga dan pekerjaannya. 

Daniel sudah mengendarai mobilnya dengan tenang dan diam. Tenang dalam artian yang benar-benar tenang. Tanpa musik ataupun suara penyiar radio. Karena menurutnya, suara apapun akan mengurangi konsentrasinya dalam berkendara. Dan dia tidak suka kalau pikirannya terganggu bahkan teralihkan. 

Perjalanan tidak memakan waktu lama karena kebetulan hari ini adalah weekend jadi jalanan sedikit lowong dan tidak memiliki tingkat kemacetan di bandingkan jalanan di hari-hari selain weekend.

"Siang Dok." Sapa seorang suster wanita yang tampak lebih tua di banding Daniel. Daniel hanya tersenyum singkat dan tetap berjalan. 

"Bukannya jadwal operasi dokter malam ya?" Tanya suster itu lagi sambil mengikuti Danie di belakang.

"Iya."

"Trus, kok jam segini udah di rumah sakit?" 

"Gak papa. Mau istirahat sebentar. Di rumah gak bisa istirahat. Adek saya terlalu ribut." Jelas Daniel tanpa berniat berbalik atau memelankan langkahnya. Membuat sang suster segera menghentikan langkahnya dan memutar bola mata malas. 

Semua pegawai di rumah sakit tersebut sangat mengenal Daniel. Pria itu hanya akan menjawab pertanyaan yang menurutnya penting untuk di jawab. Tapi tidak berniar untuk melanjutkan percakapan. Membuat semua pegawai takut jika harus berhadapan dengan dia. 

"Dr. Daniel kok udah di RS sih, Sus?" 

"Mau cari ketenangan katanya." Jelaa suster wanita yang sudah berdiri di meja resepsionis rumah sakit.

"Masih kaku aja ya, sus. Pantesan gak punya pacar." Ledek salah satu suster yang lebih muda itu.

"Punya juga gak mungkin sama elu." Ledek suster tua dengan papan nama bertuliskan 'isti' di baju sebelah kanannya sambil sibuk dengan kerjaannya.

Sementara yang di ajak bicara seketika merengut akibat kalimat sang suster senior tersebut.

-

Di tempat lain, Arisa tampak serius dengan layar laptop yang menyala dihadapannya. Terlihat dari dalam layar, gadis itu sepertinya sibuk mencari lowongan kerja yang sesuai kualifikasinya. Meskipun sepertinya dirinya tidak pernah siap untuk kerja kantoran. 

"Gimana, udah masukin lamarannya?" Tanya seorang pria yang muncul entah dari mana sambil membawa 2 gelas berisi minuman bersoda.

Perhatian Arisa segera teralihkan dengan kehadiran pria tersebut. Membuatnya seketika gugup karena situasi yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Makan siang bersama gebetan. 

"Ah, oh. Iya nih udah. Baru aja kekirim emailnya." Jelas Arisa masih bisa mengendalikan dirinya agar tidak terlihat seperti kanebo kering.

"Bagus deh. Gue juga udah ngomong sih ama si Nicky soal lamaran lu dan dia bilang nanti kabarin dia aja kalau lamarannya udah di kirim." Jelas Ben 'sang gebetan' sekaligus teman luncbnya saat itu.

"Oh gitu. Yaudah, gue hubungin sekarang aja, gapapa kan?" 

"Ya gapapa. Kalaupun dia sibuk, pasti bakal dibaca kalo udah ada waktu luang." Jelas Ben setelah menyeruput minumannya. 

Dan Arisa hanya mengangguk sebagai jawabannya karena tidak tau ingin membalas dengan kalimat apa. 

Dan setelah diam-diaman selama hampir 20 menit, Ben tiba-tiba berdiri membuat Arisa terkejut karena tidak sadar sudah memperhatikan Ben secara diam-diam. 

"Gue balik ya? Jam makan siang udah selesai nih. Lu masih mau disini atau mau balik juga?" Tanya pria itu tanpa jeda. Seolah enggan memberi waktu Arisa untuk berfikir.

"Gue masih mau disini. Lu balik aja duluan." Katanya cepat. Membuatnya merutuki dirinya karena sudah berbohong. 

"Yaudah, gue balik dulu ya. Kalau gaada balasan dari Nicky, kabarin gue aja." Jelasnya yang kembali menyeruput minumannya sampai habis lalu berjalan keluar dari restoran tersebut.

Tapi sebelumnya pria itu tidak lupa memberi kerlingan pada Arisa yang membuat gadis itu berhenti bernaafs sejenak.

"Sialan, kalau gini caranya gimana bisa gue gak suka sama dia" gerutu Arisa setelah pria itu benar-benar menghilang dari pandangannya. Ia menekan dadanya yang berdetak sangat kencang seolah organ yang ada di dalam tubuhnya tersebut bisa saja keluar tanpa ia sadari.

Ia lalu memeriksa jam tangannya dan terkejut karena waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang.

Segera ia merapihkan barang-barangnya yang masih tergeletak di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas punggungnya sebelum akhirnya bergegas meninggalkan tempat makan tersebut menuju rumah sakit.

Hari ini adalah jadwal operasi Ayahnya dan ia harus tiba disana sebelum jam 4 sore. Apalagi perjalanan menuju rumah sakit memakan waktu sekitar 45 menit 'jika tidak macet'. 

Sejam lebih 15 menit, Arisa sudah tiba di lobi rumah sakit. Dengan sedikit tergesa ia berjalan menuju lift dan menekan tombol 4 sebelum menutup pintu lift tersebut.

"Siang mba Arisa." Sapa suster Siti saat berpapasan dengan Arisa di depan kamar dengan nomor 404.

"Siang sus. Gimana Ayah saya?" Tanya Arisa membatalkan niatnya masuk ke kamar tersebut.

"Aman. Tapi beliau sedikit gelisah karena jadwal operasinya sebentar lagi"

"Dokter Daniel kan, sus?" Tanya Arisa mengingat nama dokter yang dijadwalkan.

"Iyap. Kalau gitu saya permisi dulu ya. Saya akan siapkan ruangan operasi dulu "

"Baik sus. Makasih ya." Dengan begitu mereka berpisah dan membuat Arisa segera memasuki kamar inap Ayahnya.

"Gimana Yah, kondisi Ayah? Gak drop kan? Ayah gak makan apa-apa kan selama Arisa pergi?"

"Sssttt, satu satu kalau bertanya. Kalau merepet begitu Ayah jadi bingung mau jawab yang mana dulu." 

"Issh Ayah mah."

"Gimana tadi?" Tanya Ayahnya mengalihkan pertanyaan anaknya.

Arisa meletakkan tasnya disamping tempat tidur Ayahnya dan langsung duduk di kursi samping tempat tidur tersebut.

"Udah sih. Tapi belum tau bakal keterima atau nggak. Ayah jangan terlalu berharap ya."

"Emangnya sejak kapan Ayah ngarepin kamu." Ledek sang Ayah.

"Ih, Ayah." 

"Ih Risa." Arisa hanya merengut menghadapi Ayahnya yang masih suka menggodanya. Membuatnya berfikir kalau Ayahnya seperti orang yang tidak sakit. Padahal wajahnya sudah pucat. 

"Suster tadi ngomong apa?" Tanya Arisa setelah diam-diaman singkat mereka.

"Ayah aman kok. Kan yang bermasalah cuma jantungnya."

"Ayah!" Tegur Arisa karena bercandaan Ayahnya yang tidak masuk akal. 

Ayahnya tertawa singkat sebelum menjawab. "Iya beneran gak papa, kok. Tekanan darah Ayah normal, pokoknya semuanya aman. Jadi kamu gak usah khawatir."

"Mana bisa, ini Ayah mau di...."

"Selamat siang Pak Saputra." Suara seorang pria yang muncul segera memotong ucapan Arisa, membuat gadis itu segera berbalik dan mendapati seorang pria dengan jas dokter berjalan masuk menuju tempat tidur pasien.

"Siang dok." Ucap Arisa dan Ayahnya bersamaan.

"Kenalkan saya dokter Daniel yang bertugas dalam operasi bapak." 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status