Share

BAB 3. MENJADI PEMBANTU DI RUMAH SENDIRI

Arga semakin kalap memukuli Adelia, bahkan sampai menendang dan menginjak punggungnya. Wanita itu hanya menggigit bibirnya, agar bisa menahan rasa sakit dan tidak mengeluarkan suara.

Setelah puas menyiksa Adelia, laki-laki itu pergi meninggalkan rumah dan kembali ke rumah sakit.

"Dasar wanita sialan! Bisa-bisanya dia diam saja, padahal sudah ku siksa separah itu!" dengus Arga.

Dia pun membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit.

"Allah ... ampuni semua dosaku. Tidak ada yang bisa aku minta pertolongan selain kepadaMU," bisik Adelia lemah.

Susah payah Adelia berusaha bangun. Dengan langkah sempoyongan, akhirnya bisa sampai ke tempat tidur juga. Serasa remuk seluruh badan, Arga benar-benar sadis menyiksanya. 

Dia duduk bersandar pada headboard, kepala terasa pusing, perutnya mual, pandangan mulai kabur. Pada akhirnya, Adelia jatuh pingsan tanpa seorangpun tau.

"Bangun perempuan sialan!  Enak banget tidur nyenyak semalaman, setelah kamu bunuh anakku!" bentak Arga.

Dia baru pulang dari rumah sakit, dan akan pergi kerja. Tapi dia tidak menemukan sarapan seperti biasanya. Arga pun pergi ke kamar Adelia dan emosinya kembali memuncak, ketika melihat Adelia masih meringkuk di tempat tidurnya. Ditariknya tubuh Adelia secara kasar sambil memakinya.

"Ah, sakit!" teriak Adelia, ketika Arga melemparkannya ke lantai.

"Oh, jadi bisa merasakan sakit juga ya! Kamu tau gak seperti apa sakitnya hati Indah, karena kehilangan bayinya!" maki Arga tanpa belas kasihan.

Adelia hanya diam dan tidak menyanggah semua ucapan suaminya itu. Dia berusaha bangkit biarpun badan terasa sangat sakit, akibat memar-memar di tubuhnya.

"Sana bangun, buatkan aku sarapan. Jangan kamu pikir bisa tinggal gratis di sini!" dengus Arga.

Dengan tertatih Adelia pergi ke dapur, menggunakan sisa tenaga untuk berusaha membuatkan sarapan suami biadabnya itu. Karena sudah mati rasa, wanita itu pun memilih diam dan tak menjawab apapun ucapan Arga. 

Tiga puluh menit akhirnya selesai masak juga. Adelia pun menyajikannya di meja makan. Selagi Arga sarapan, Adelia berniat untuk kembali ke kamarnya. Tapi lagi-lagi Arga berteriak membentaknya.

"Berhenti! Mau kemana kamu! Aku gak mau tau, kamu harus bereskan seluruh rumah ini! cuci baju kami dan masak untuk makan siang,  Indah akan pulang siang ini!" perintah Arga mutlak, tidak boleh di bantah.

"Satu lagi! Kamu harus melayani semua kebutuhan Indah dengan baik! Karena kamu sudah membunuh bayinya!" dengus Arga lagi.

Adelia hanya diam saja tanpa menjawab semua ocehan Arga. Hatinya sudah benar-benar mati untuk laki-laki itu. Yang ada saat ini hanya amarah dan kebencian yang begitu dalam.

"Sekarang kamu bisa berbuat seenaknya padaku Arga! Tapi lihatlah nanti, setelah semua bukti-bukti yang aku butuhkan sudah lengkap, akan ku tendang kalian ke jalanan! Tunggu sampai aku punya bukti kejahatan kalian berdua , karena tentu saja aku gak akan rela pelacur itu lepas dari hukumanku!" batin Adelia.

Arga selesai sarapan dan bergegas mau pergi. Dia mengulurkan tangannya ke Adelia, maksudnya supaya istrinya itu mencium tangannya seperti biasa, tapi wanita itu diam saja, tidak menerima tangan Arga.

Plak! Tangan Arga melayang mengenai pipi Adelia, dia marah karena istrinya di anggap tidak mau menghormatinya lagi.

"Itu hukuman karena kamu tidak mau menghormati suamimu!" marah Arga.

Plak! Plak! Plak! Arga kembali melayangkan tamparan ke pipi Adelia sebanyak tiga kali. Emosinya sudah di ubun-ubun setiap kali berhadapan dengan Adelia yang hanya diam saja.

"Itu tiga tamparan untuk Indah dan anak kami yang sudah kamu bunuh!" geram sekali Arga dibuatnya.

"Kamu dengar baik-baik, setelah Indah pulang, kamu harus minta maaf padanya. Bila perlu kamu sujud di kakinya!" dengusnya 

Adelia tetap tak bergeming, bahkan dia tidak mengusap pipi yang tadi ditampar Arga. Diam adalah cara terbaik untuk melawan Arga yang emosinya meledak-ledak.

Setelah menampar dan memaki Adelia, Arga pergi dengan langkah cepat. Adelia ambruk ke lantai. Pipinya terasa sangat perih, badannya terasa sakit semua, dia merintih menahan sakit.

"Sakit ya Allah ... sampai kapan aku kuat menjalani ini?" ucapnya pelan.

Dengan tubuh gemetar, Adelia bangun dan berusaha merapikan meja makan. Setelah membersihkan dapur dan meja makan, dia pun kembali ke kamarnya.

Dia duduk bersandar sambil membuka HP-nya. Melihat foto-fotonya bersama Arga, hatinya terasa semakin nyeri. Seperti sebuah luka yang disiram air garam. 

"Aku gak pernah menyangka kalau kamu akan sekejam ini padaku Mas! Kamu bukan hanya tega mengkhianati pernikahan kita, tapi kamu juga sangat kejam menyiksaku!" keluh Adelia.

Dia letakan kembali  HP-nya dan membaringkan tubuh untuk istirahat. Adelia pun tertidur karena terlalu lelah pikiran dan hatinya, juga kondisi badannya yang penuh dengan memar. Serasa baru memejamkan mata, tiba-tiba dia merasakan sebuah pukulan dan bentakan yang sangat keras. Adelia pun terduduk karena kaget.

"Heh, bangun wanita mandul! Kalau kamu tidak berguna sebagai istri, paling tidak bisa berguna jadi babu untuk suami dan madumu ini!" bentak Arga kasar.

"Bangun, sana masak untuk makan siang! Siapa yang suruh kamu tidur? Sebelum pergi aku sudah suruh untuk bersihkan rumah dan masak, tapi tidak satupun kamu kerjakan! Bangun sekarang!" teriak Arga, sambil melayangkan tangannya untuk memukul Adelia.

"Ah!" jerit Adelia. 

Bukan sebuah pukulan yang membuatnya sakit, tapi perlakuan Arga yang terlampau kejam itulah yang telah menorehkan luka teramat perih. Hatinya benar-benar hancur, bahkan mungkin akan menyisakan trauma yang sangat dalam, untuk hidup Adelia selanjutnya.

"Cepat masak sialan! kami sudah lapar!" bentak Arga lagi.

"Jangan lupa meminta maaf dan cium kaki Indah, karena kamu sudah membunuh bayinya!" lanjutnya.

Jedar! Sakit itu semakin parah, dengan keluarnya ucapan Arga itu. Adelia bangkit, dan dengan susah payah, dia pergi ke dapur untuk memasak. Setelah selesai, segera Ia susun di meja makan, di hadapan Indah dan Arga. Baru saja selesai Adelia meletakan semua makanan itu, tiba-tiba Indah mengamuk. Dia mendorong semua makanan di meja, sambil berteriak-teriak.

"Aku gak mau makan! Aku mau bayiku!" teriaknya.

Indah bangkit dan mendekati Adelia. Tiba-tiba tangannya terulur dan mencekik leher Adelia.

"Kembalikan anakku! Kamu wanita sialan yang sudah membunuh anakku!"

Arga segera meraih tangan Indah, agar tidak membunuh istri pertamanya. Dipeluknya tubuh Indah dengan sayang, dan pemandangan itu tidak luput dari tatapan Adelia. Begitu cengkraman Indah terlepas, tubuh Adelia pun ambruk, karena hampir kehabisan  nafas.

Arga yang marah, tidak berniat menolong, tapi dia malah menendang punggung Adelia dengan kasar.

"Hey, bangun! Kamu gak akan mati segampang itu! Terlalu mudah kalau kamu cepat mati!" bentak Arga, sambil kembali melayangkan tendangan yang lebih keras.

Adelia yang setengah sadar, merasakan sakit yang luar biasa di punggungnya, tapi dia tidak bisa apa-apa.

"Wanita sialan, bangun! Jangan pura-pura pingsan!" teriak Arga tak sabar lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status