Arga semakin kalap memukuli Adelia, bahkan sampai menendang dan menginjak punggungnya. Wanita itu hanya menggigit bibirnya, agar bisa menahan rasa sakit dan tidak mengeluarkan suara.
Setelah puas menyiksa Adelia, laki-laki itu pergi meninggalkan rumah dan kembali ke rumah sakit.
"Dasar wanita sialan! Bisa-bisanya dia diam saja, padahal sudah ku siksa separah itu!" dengus Arga.
Dia pun membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit.
"Allah ... ampuni semua dosaku. Tidak ada yang bisa aku minta pertolongan selain kepadaMU," bisik Adelia lemah.
Susah payah Adelia berusaha bangun. Dengan langkah sempoyongan, akhirnya bisa sampai ke tempat tidur juga. Serasa remuk seluruh badan, Arga benar-benar sadis menyiksanya.
Dia duduk bersandar pada headboard, kepala terasa pusing, perutnya mual, pandangan mulai kabur. Pada akhirnya, Adelia jatuh pingsan tanpa seorangpun tau.
"Bangun perempuan sialan! Enak banget tidur nyenyak semalaman, setelah kamu bunuh anakku!" bentak Arga.
Dia baru pulang dari rumah sakit, dan akan pergi kerja. Tapi dia tidak menemukan sarapan seperti biasanya. Arga pun pergi ke kamar Adelia dan emosinya kembali memuncak, ketika melihat Adelia masih meringkuk di tempat tidurnya. Ditariknya tubuh Adelia secara kasar sambil memakinya.
"Ah, sakit!" teriak Adelia, ketika Arga melemparkannya ke lantai.
"Oh, jadi bisa merasakan sakit juga ya! Kamu tau gak seperti apa sakitnya hati Indah, karena kehilangan bayinya!" maki Arga tanpa belas kasihan.
Adelia hanya diam dan tidak menyanggah semua ucapan suaminya itu. Dia berusaha bangkit biarpun badan terasa sangat sakit, akibat memar-memar di tubuhnya.
"Sana bangun, buatkan aku sarapan. Jangan kamu pikir bisa tinggal gratis di sini!" dengus Arga.
Dengan tertatih Adelia pergi ke dapur, menggunakan sisa tenaga untuk berusaha membuatkan sarapan suami biadabnya itu. Karena sudah mati rasa, wanita itu pun memilih diam dan tak menjawab apapun ucapan Arga.
Tiga puluh menit akhirnya selesai masak juga. Adelia pun menyajikannya di meja makan. Selagi Arga sarapan, Adelia berniat untuk kembali ke kamarnya. Tapi lagi-lagi Arga berteriak membentaknya.
"Berhenti! Mau kemana kamu! Aku gak mau tau, kamu harus bereskan seluruh rumah ini! cuci baju kami dan masak untuk makan siang, Indah akan pulang siang ini!" perintah Arga mutlak, tidak boleh di bantah.
"Satu lagi! Kamu harus melayani semua kebutuhan Indah dengan baik! Karena kamu sudah membunuh bayinya!" dengus Arga lagi.
Adelia hanya diam saja tanpa menjawab semua ocehan Arga. Hatinya sudah benar-benar mati untuk laki-laki itu. Yang ada saat ini hanya amarah dan kebencian yang begitu dalam.
"Sekarang kamu bisa berbuat seenaknya padaku Arga! Tapi lihatlah nanti, setelah semua bukti-bukti yang aku butuhkan sudah lengkap, akan ku tendang kalian ke jalanan! Tunggu sampai aku punya bukti kejahatan kalian berdua , karena tentu saja aku gak akan rela pelacur itu lepas dari hukumanku!" batin Adelia.
Arga selesai sarapan dan bergegas mau pergi. Dia mengulurkan tangannya ke Adelia, maksudnya supaya istrinya itu mencium tangannya seperti biasa, tapi wanita itu diam saja, tidak menerima tangan Arga.
Plak! Tangan Arga melayang mengenai pipi Adelia, dia marah karena istrinya di anggap tidak mau menghormatinya lagi.
"Itu hukuman karena kamu tidak mau menghormati suamimu!" marah Arga.
Plak! Plak! Plak! Arga kembali melayangkan tamparan ke pipi Adelia sebanyak tiga kali. Emosinya sudah di ubun-ubun setiap kali berhadapan dengan Adelia yang hanya diam saja.
"Itu tiga tamparan untuk Indah dan anak kami yang sudah kamu bunuh!" geram sekali Arga dibuatnya.
"Kamu dengar baik-baik, setelah Indah pulang, kamu harus minta maaf padanya. Bila perlu kamu sujud di kakinya!" dengusnya
Adelia tetap tak bergeming, bahkan dia tidak mengusap pipi yang tadi ditampar Arga. Diam adalah cara terbaik untuk melawan Arga yang emosinya meledak-ledak.
Setelah menampar dan memaki Adelia, Arga pergi dengan langkah cepat. Adelia ambruk ke lantai. Pipinya terasa sangat perih, badannya terasa sakit semua, dia merintih menahan sakit.
"Sakit ya Allah ... sampai kapan aku kuat menjalani ini?" ucapnya pelan.
Dengan tubuh gemetar, Adelia bangun dan berusaha merapikan meja makan. Setelah membersihkan dapur dan meja makan, dia pun kembali ke kamarnya.
Dia duduk bersandar sambil membuka HP-nya. Melihat foto-fotonya bersama Arga, hatinya terasa semakin nyeri. Seperti sebuah luka yang disiram air garam.
"Aku gak pernah menyangka kalau kamu akan sekejam ini padaku Mas! Kamu bukan hanya tega mengkhianati pernikahan kita, tapi kamu juga sangat kejam menyiksaku!" keluh Adelia.
Dia letakan kembali HP-nya dan membaringkan tubuh untuk istirahat. Adelia pun tertidur karena terlalu lelah pikiran dan hatinya, juga kondisi badannya yang penuh dengan memar. Serasa baru memejamkan mata, tiba-tiba dia merasakan sebuah pukulan dan bentakan yang sangat keras. Adelia pun terduduk karena kaget.
"Heh, bangun wanita mandul! Kalau kamu tidak berguna sebagai istri, paling tidak bisa berguna jadi babu untuk suami dan madumu ini!" bentak Arga kasar.
"Bangun, sana masak untuk makan siang! Siapa yang suruh kamu tidur? Sebelum pergi aku sudah suruh untuk bersihkan rumah dan masak, tapi tidak satupun kamu kerjakan! Bangun sekarang!" teriak Arga, sambil melayangkan tangannya untuk memukul Adelia.
"Ah!" jerit Adelia.
Bukan sebuah pukulan yang membuatnya sakit, tapi perlakuan Arga yang terlampau kejam itulah yang telah menorehkan luka teramat perih. Hatinya benar-benar hancur, bahkan mungkin akan menyisakan trauma yang sangat dalam, untuk hidup Adelia selanjutnya.
"Cepat masak sialan! kami sudah lapar!" bentak Arga lagi.
"Jangan lupa meminta maaf dan cium kaki Indah, karena kamu sudah membunuh bayinya!" lanjutnya.
Jedar! Sakit itu semakin parah, dengan keluarnya ucapan Arga itu. Adelia bangkit, dan dengan susah payah, dia pergi ke dapur untuk memasak. Setelah selesai, segera Ia susun di meja makan, di hadapan Indah dan Arga. Baru saja selesai Adelia meletakan semua makanan itu, tiba-tiba Indah mengamuk. Dia mendorong semua makanan di meja, sambil berteriak-teriak.
"Aku gak mau makan! Aku mau bayiku!" teriaknya.
Indah bangkit dan mendekati Adelia. Tiba-tiba tangannya terulur dan mencekik leher Adelia.
"Kembalikan anakku! Kamu wanita sialan yang sudah membunuh anakku!"
Arga segera meraih tangan Indah, agar tidak membunuh istri pertamanya. Dipeluknya tubuh Indah dengan sayang, dan pemandangan itu tidak luput dari tatapan Adelia. Begitu cengkraman Indah terlepas, tubuh Adelia pun ambruk, karena hampir kehabisan nafas.
Arga yang marah, tidak berniat menolong, tapi dia malah menendang punggung Adelia dengan kasar.
"Hey, bangun! Kamu gak akan mati segampang itu! Terlalu mudah kalau kamu cepat mati!" bentak Arga, sambil kembali melayangkan tendangan yang lebih keras.
Adelia yang setengah sadar, merasakan sakit yang luar biasa di punggungnya, tapi dia tidak bisa apa-apa.
"Wanita sialan, bangun! Jangan pura-pura pingsan!" teriak Arga tak sabar lagi.
Waktu berjalan sangat cepat, kini Rani dan Gita sudah lulus SMA, dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi tempat Azim dan Azzam dulu menuntut ilmu.Dua laki-laki kembar itu sudah selesai dengan kuliahnya, Azim mengambil alih Delia Group, karena Ayah Arga ingin pensiun lebih cepat. Sementara Azzam menjadi CEO di kantor pusat Samudra Group."Mi, gimana persiapan resepsinya?" tanya Azzam, suatu sore saat dia pulang kantor lebih awal."Sudah tujuh puluh persen. Tinggal undangan sama catering yang belum. Untuk gaunnya, kalian datang sendiri ke butik, supaya bisa menyesuaikan yang pas buat kalian.""Terima kasih ya Mi, Mami memang the best."Adelia tersenyum, sambil menepuk-nepuk punggung Azzam yang sedang memeluknya."Oh ya, dimana duo menantu kesayangan Mami itu?"Karena sejak pulang tadi, Azzam sama sekali tidak melihat kehadiran sang istri."Lagi belajar bareng Gita di balkon kamar Gita.""Kalau begitu aku mandi dulu ya Mi."Adelia hanya menjawab dengan anggukan kepala. Dan Azzam pun pe
"Jadi bagaimana?" tanya Azzam lagi. "Apanya?" tanya Rani bingung."will you marry me?"Sejenak Rani menunduk, tapi wajahnya sudah merah merona menahan malu dan bahagia. " Ya, aku bersedia."Begitu mendengar jawaban Rani, semua orang bersorak gembira. Begitu juga dengan Azzam, dia bersorak dan akan memeluk Rani, tetapi sebuah tangan langsung mencegahnya, "Halalkan dulu, bru boleh peluk anak Abah."Ternyata Ayah Rani dan Ibu tirinya sudah berdiri di dekat dua sejoli itu. Dan Abah langsung menjewer telinga Azzam, sehingga membuat semua orang tertawaan melihat tingkah kedua orang itu."Pak Syafiq, minta nikahkan saja mereka sekarang juga. Aku takut anakku bunting duluan sebelum dihalalkan oleh anakmu." ucap Abah."Setuju Bah, semua sudah siap tinggal menunggu pengantinnya di make over dulu." jawab Syafiq, yang membuat semua orang tersenyum, termasuk sepasang calon pengantin itu."Papi, kok make over sih?" "Lah terus apaan dong itu namanya yang dibikin cantik?""Make up Papi." sela Adel
"Adik saya bernama Gita Indira, dia kelas tiga SMA, satu kelas dengan Rani, ada Azani Baskara dan Azahra Salsabila, mereka kelas tiga SMP di yayasan ini juga."Seketika raut wajah Pak Kepala Sekolah menegang, tangannya gemetaran. "A ... apakah Anda Nak Azim Baskara Samudra?"Azim mengangguk sambil tersenyum ramah, tapi masih dengan mode diamnya."Berarti Adik Anda Gita Indira Baskara Samudra, Azani Baskara Samudra, dan Azahra Salsabila Samudra?"Azim kembali mengangguk, hal itu membuat Pak KepSek semakin pucat pasi."Oh ya Tuhan." gumamnya penuh kegugupan. Beliau akhirnya memanggil Guru BP, untuk mengurus hukuman yang pantas untuk Nana dan teman-temannya. Setelah ke empat anak itu dibawa ke ruang BP, Pak KepSek langsung meminta maaf kepada Azim dan Rani."Nak Azim, saya meminta maaf atas kelalaian saya dalam mengawasi murid-murid di sini. Bahkan saya tidak pernah tau kalau di sekolah ini terdapat anak-anak hebat dari keluarga Samudra. Siapa yang sangka jika Pak Azzam, yang bekerja ja
Azzam terkekeh mendengar ucapan sarkas gadis di depannya. Tidak di sangka kalau Rani akan mengejarnya sampai parkiran."Hai muridku yang tersayang." jawab Azzam, dan spontan membuat raut wajah Rani jadi merah merona."Maaf Kak, cuma mau ngasih ini buat Kakak." ucap Rani, seraya menyodorkan box berwarna biru. "Ini tadi pagi aku buat sendiri, sebagai ucapan terima kasih karena kemarin sudah dibelikan buku yang dibutuhkan." lanjutnya.Kemarin secara tak sengaja bertemu dengan Azzam di toko buku, dan malunya saat mau bayar ternyata dompet Rani tidak ada dalam tasnya. Tadinya Rani mau kembalikan saja bukunya, akan tetapi Azzam tiba-tiba datang mau bayar buku juga, alhasil buku miliknya dibayarkan sekalian sama lelaki itu.Azzam terkekeh, "Jadi kamu sudah tau nih, kalau hari ini aku ngajar di sini?" godanya."Tidak! Tadinya ini mau aku titipkan ke Gita, tapi karena Kakak ada di sini, jadi ya diberikan langsung saja ke kakak."Azzam mengulurkan tangannya untuk menerima pemberian Rani itu. "
"Aku pernah beberapa kali lihat Gita diantar oleh Pak Azzam, bersama dua anak kembar laki-laki dna perempuan berseragam SMP, di sini juga." terang gadis itu."Wah, adiknya cakep juga gak yang cewek?" tanya teman laki-laki, yang duduk di depan gadis itu."Cantik banget, hidungnya mancung, wajahnya agak mirip orang timur tengah." urai gadis itu lagi."Wah, boleh juga aku pacarin adikmu ya Git." celoteh beberapa anak laki-laki.Gita sama Rani hanya diam dan saling lempar pandang, bingung mau menyikapinya bagaimana. "Kalian sudah pesan makanan?" Tiba-tiba sebuah suara bariton menyela obrolan para murid di kantin. Dan tanpa permisi, dia langsung duduk di sebelah Rani, dan berhadapan dengan Gita."Belum!" jawab Gita."Baru juga duduk, sudah dikerubuti sama penggemar Pak Azzam." seloroh Rani.Azzam terkekeh, dia lalu berjalan menuju stain makanan, dan pesan tiga porsi baso. Dia tau kedua gadis di depannya itu pecinta baso. Karena seringkali Gita dan Rani minta makan baso setiap kal diajak
Seketika kelas menjadi hening, semua mata menatap intens lelaki tampan yang berdiri di samping Bu Dinar. Guru itu tersenyum manis, sambil mengelus perut buncitnya, karena sedang hamil tua."Anak-anak, mulai hari ini Ibu sudah ambil cuti, karena sebentar lagi akan melahirkan. Dan untuk sementara, Pak Guru tampan ini, akan menggantikan tugas Ibu, selama cuti."Semua murid perempuan bersorak riang, kecuali Gita dan Rani, yang masih terbengong menatap lelaki itu bingung."Silahkan perkenalkan diri Anda Pak Azzam." ucap Bu Dinar, mempersilahkan."Halo, selamat pagi semuanya. Perkenalkan, nama saya Azzam Baskara Samudra, biasa di panggil Azzam, atau kalian juga boleh panggil saya dengan panggilan yang lain. Saya di sini sebagai guru pengganti untuk Bu Dinar, jadi selama Beliau cuti, kalan akan bertemu dengan saya saat pelajaran Matematika. Apa ada pertanyaan?"Salah seorang murid mengangkat tangannya, lalu bertanya, "boleh minta nomer HP-nya gak Pak?"Yang lainnya ikutan bertanya, "Boleh