Adelia tak bergeming dari tempatnya duduk. Dipeluknya kedua lutut, serta dibenamkan wajahnya di sana. Dia menangis, mengeluarkan sesak yang begitu menghimpit dada.
Pintu kamar terbuka kembali dan muncul Arga dari sana. Adelia yang baru saja ingin menoleh ke arah pintu itu, jadi terkejut karena tiba-tiba Arga melemparkan dua koper besar ke hadapannya.
"Itu semua barang-barang kamu yang ada di kamar ini! Silahkan bawa ke kamar lain, dan mulai saat ini, kamu tidak berhak lagi untuk masuk ke kamar ini!" bentak Arga.
Adelia tidak menjawab apapun, dia hanya diam dan memandangi dua koper yang ada di hadapannya. Hatinya terlalu sakit, perasaan yang selama ini tumbuh subur untuk Arga, kini sudah berubah menjadi sayatan-sayatan luka tak kasat mata. Tidak ada sedikitpun keinginan Adelia untuk menjawab. Seketika itu juga hatinya telah mati untuk laki-laki yang ada di depannya.
"Del, aku akan tetap menyayangi kamu seperti sebelum-sebelumnya. Tapi aku mohon sama kamu, tolong bersikap baik ke Indah. Dia itu adik madumu, calon Ibu dari anakku, yang akan jadi anakmu juga nantinya. Kita bisa bahagia bersama Del, asal kamu bisa menerima Indah dan bayi yang ada dalam kandungannya." ucap Arga dengan lembut, sambil mengelus kepala Adelia.
Adelia masih tidak bergeming. Rasanya sudah sangat malas untuk berbicara dengan laki-laki yang tidak tau diri itu.
Arga pun tidak lagi bicara, dia langsung kembali ke kamar dan mengunci pintunya. Sementara Adelia kembali membenamkan wajahnya ke lutut, dan terlena oleh rasa sakit yang bertubi-tubi itu.
"Mama, Papa, Adel kangen kalian. Ingin rasanya dipeluk sama Mama dan Papa. Adel sedih, udah gak punya siapa-siapa lagi. Bawa Adel bersama kalian Pah, Mah." bisik Adel dalam isak tangisnya.
Adelia yang kelelahan karena banyak menangis dan juga beban pikiran yang terlalu berat, akhirnya tertidur dalam posisi duduknya. Entah berapa lama dia tertidur, tau-tau badannya digoyang-goyang kan seseorang dengan kasar, perlahan dia membuka matanya, dan tampaklah Indah di depannya.
"Heh, ngapain tidur di depan kamarku? Merusak pemandangan saja. Cepat bangun! Pergi dari sini dan bawa barang-barang kamu!" hardik Indah.
Adelia yang sudah lelah, merasa malas untuk berdebat lagi, tak ada gunanya. Dia hanya menurut apa yang dikatakan Indah. Lalu bangun dan membawa dua kopernya ke kamar tamu yang ada di lantai satu.
Indah yang melihat itu pun kegirangan karena mengira Adelia takut padanya. Dia mengikuti kakak madunya itu ke kamar tamu , dan tampaklah Adelia sedang duduk di tepi tempat tidur.
Tanpa permisi, Indah langsung masuk dan berteriak," Siapa yang menyuruhmu untuk duduk hah! Sekarang juga kamu pergi ke dapur dan siapkan hidangan untuk makan malam kami!" bentak Indah.
Adelia langsung berdiri dan tak menjawab sepatah kata pun. Dia berjalan ke arah Indah yang berdiri di dekat pintu. Tanpa berkata apa-apa Adelia langsung menarik tangan perempuan itu dan mendorongnya keluar kamar.
Indah yang tidak siap akhirnya terlempar hingga jatuh ke lantai, dan berteriak kesakitan.
"Ah! Sakit bego!" bentaknya.
"Bagus kalau masih bisa merasakan sakit, itu artinya kamu masih hidup! Dari pada bisa berjalan tapi seperti bangkai sudah tujuh hari, busuk!" dengus Adelia.
Brak! Pintu ditutup dengan sangat keras oleh Adelia, dan hal itu membuat Indah semakin emosi.
Perempuan itu berusaha berdiri sambil memegangi perutnya yang terasa sakit. Tiba-tiba dia merasakan ada yang mengalir di pahanya, serta rasa sakit yang semakin luar biasa di perutnya.
"Mas Arga tolong! sakit banget, ah!" teriak Indah.
Arga yang mendengar teriakan Indah pun segera keluar dari kamarnya. Dia sangat terkejut melihat darah yang sudah mengalir di kaki Indah.
"Sayang, kamu kenapa? Kenapa ada darah?" tanya Arga cemas.
"Mas, sakit banget!" rintih Indah.
"Kita langsung ke rumah sakit saja sekarang. Jangan sampai kandunganmu kenapa-kenapa!" tegas Arga dan segera membawa Indah ke mobil, dan membaringkannya di jok belakang.
"Kamu tunggu sebentar, aku ambil kunci sama dompet dulu." lanjutnya, kemudian segera berlari kembali ke kamar dan tak berapa lama Arga kembali dan langsung menjalankan mobilnya.
Setelah mendengar mobil Arga menjauh, Adelia segera keluar dari kamar yang dia tempati dan masuk ke kamar utama, yang kini menjadi kamar Arga dan Indah.
"Aku harus mengambil semua surat-surat penting yang aku simpan dikamar ini," gumam Adelia.
Dia pun segera membuka brankas yang ternyata password nya belum diganti sama Arga. Dengan mudah wanita itu bisa membuka brankas dan langsung mengeluarkan semua isinya.
"Aku harus segara menyimpan semua di luar rumah ini. Di sini sudah tidak ada tempat yang aman untuk menyimpannya," ucap pelan Adelia.
Saat sedang mengambil sertifikat rumah itu, tanpa sengaja mapnya terbuka dan tampak di sana kalau nama pemilik rumah sudah berganti menjadi atas nama Arga.
"Dasar laki-laki kurang ajar! Dia diam-diam sudah mengganti nama pemilik rumah ini menjadi atas nama dia! Pantas saja sekarang sudah berani macam-macam sama aku! Tidak akan aku biarkan harta peninggalan orang tuaku dikuasai oleh iblis itu!" geram Adelia.
Dia segera membereskan semua isi brankas tanpa ada yang tertinggal, dan dengan cepat membawanya keluar dari rumah itu. Dia harus segera kembali sebelum Arga dan perempuan itu pulang. tujuannya sekarang adalah Bank, ya dia akan menitipkan barang-barang itu di sana. Tidak ada lagi yang bisa dia percaya, selain dirinya sendiri.
Setelah menitipkan semua barang berharga miliknya, Adelia segera pulang dan kembali mengunci diri di dalam kamar tamu.
Sementara Arga murka, setelah tau Indah kehilangan bayinya," Semua ini gara-gara perempuan mandul itu! Awas kamu Adelia! Lihat saja, aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang tidak akan pernah bisa kamu lupakan seumur hidup kamu!" geram Arga.
Dia dengan cepat pergi meninggalkan rumah sakit, dan pulang ke rumahnya. Dalam hatinya, dia ingin sekali menghajar Adelia, membuatnya menyesal karena telah membuat Indah keguguran.
Tak lama kemudian, mobil sudah terparkir di halaman rumahnya. Arga segera turun dan berjalan cepat masuk ke rumah,"Adelia ... keluar kamu!" teriaknya.
Tidak ada jawaban apa pun dari Adelia, karena itu dia pun menuju ke kamar tamu dan menggedor pintunya, "Adelia! Keluar kamu wanita sialan!" murkanya. Brak! Brak! Arga terus menggedor pintu dengan sekuat tenaga.
Adelia yang berada di dalam kamar hanya duduk tak bergeming di tempat tidur, tanpa ada niat untuk membuka pintu sama sekali, sementara Arga yang di luar semakin marah karena tak ada respon dari dalam.
"Heh wanita mandul, keluar kamu! Atau aku dobrak pintunya!" geramnya, emosinya sudah memuncak.
Tidak menunggu waktu lagi, Arga langsung mendobrak pintu itu, dan akhirnya pada tendangan ketujuh pintu pun terbuka. Dengan cepat Arga masuk ke kamar dan semakin murka saat melihat Adelia yang duduk tak bergeming di tempat tidurnya.
"Bangun perempuan sialan, akan aku kasih kamu pelajaran berharga yang tak akan pernah bisa kamu lupakan seumur hidupmu!" bentak Arga.
Adelia tetap terdiam, hingga hal itu semakin menyulut api amarah di hati Arga.
Ditariknya tangan perempuan itu dan didorong hingga jatuh ke lantai. Buk! Adelia jatuh telungkup dan bibirnya berdarah. Tapi dia masih tetap diam, tak ada komentar apapun. Arga semakin sewot, akhirnya menjambak rambut wanita itu dan memakinya.
"Perempuan sialan! sudah mandul kebanyakan tingkah! Kamu senang kan sekarang,Karena Indah kehilangan bayinya? dan kamu akan mendapatkan balasannya dariku!" bentak Arga lagi.
Arga semakin kalap memukuli Adelia, bahkan sampai menendang dan menginjak punggungnya. Wanita itu hanya menggigit bibirnya, agar bisa menahan rasa sakit dan tidak mengeluarkan suara. Setelah puas menyiksa Adelia, laki-laki itu pergi meninggalkan rumah dan kembali ke rumah sakit. "Dasar wanita sialan! Bisa-bisanya dia diam saja, padahal sudah ku siksa separah itu!" dengus Arga. Dia pun membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. "Allah ... ampuni semua dosaku. Tidak ada yang bisa aku minta pertolongan selain kepadaMU," bisik Adelia lemah. Susah payah Adelia berusaha bangun. Dengan langkah sempoyongan, akhirnya bisa sampai ke tempat tidur juga. Serasa remuk seluruh badan, Arga benar-benar sadis menyiksanya. Dia duduk bersandar pada headboard, kepala terasa pusing, perutnya mual, pandangan mulai kabur. Pada akhirnya, Adelia jatuh pingsan tanpa seorangpun tau. "Bangun perempuan sialan! Enak banget tidur nyenyak semalaman, setelah kamu bunuh anakku!" bentak Arga. Di
Adelia tergeletak pingsan di lantai, dan Arga sama sekali tidak peduli dengan kondisi istrinya itu. Dia pergi meninggalkan Adelia yang terbaring sendiri dalam keadaan pingsan. Entah berapa lama Adelia pingsan, hingga tiba-tiba byur! Seseorang menyiramkan air ke tubuhnya. Pelan-pelan Adelia membuka matanya, akan tetapi sebelum dia sadar sepenuhnya, tiba-tiba seseorang telah menjambak rambutnya dengan kasar. "Woy! Bangun kamu perempuan mandul!" teriak orang itu yang ternyata Indah. Dengan kasar dia menarik rambut Adelia supaya bangun. "Denger baik-baik ya perempuan bodoh! Mulai sekarang, akulah nyonya di rumah ini! Dan kamu itu cuma pantas jadi babu!" sungut Indah, seraya menghentakkan kepala Adelia hingga wanita itu terhuyung. Sakit! Itu yang Adelia rasakan. Bukan cuma fisik yang disakiti, tapi mental pun dipermainkan. Untungnya, sejak kedua orang tuanya meninggal saat dia berumur dua belas tahun, Adelia tumbuh jadi orang yang kuat dan tak mudah menyerah. "Perempuan mandul! Sana pe
Prang! Prang! Tiba-tiba jendela kamar Adelia pecah, dihantam kursi oleh Arga dan Indah. Tak lama kemudian kedua orang itu masuk lewat jendela, dan menghampiri Adelia."Bangun bangsat! Perempuan mandul tidak tau diri!" bentak Arga. Tangannya langsung bergerak meraih rambut Adelia, dan menjambak wanita itu dengan sangat kasar."Ah!" jerit Adelia yang merasakan perih karena rambutnya ditarik dengan kuat oleh Arga."Ternyata kamu masih bisa merasakan sakit juga hah! Katakan di mana surat-surat penting itu disimpan!" murka Arga.Adelia hanya mengatupkan bibir dan berusaha menahan rasa sakit agar tidak berteriak, karena semakin Adelia terlihat kesakitan, Arga dan Indah akan semakin kasar padanya."Mas, kalau cuma dibentak, dia mana mau ngasih tau kita! Pukul dong biar dia jera!" bentak Indah.Arga tidak menjawab ucapan Indah, tapi tangannya langsung bergerak menampar pipi Adelia berkali-kali sampai bibir wanita itu pecah dan berdarah. Tak puas dengan menampar, laki-laki itu mencengkram dagu
Adelia bangun dengan kondisi semua badan terasa sakit, dan tulang-tulangnya seperti remuk. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berusaha untuk kembali mencari jalan keluar, tapi hasilnya tetap nihil. Gudang itu benar-benar tanpa jalan keluar, karena satu-satunya jalan, adalah jendela yang berteralis. Adelia terus berpikir keras, bagaimana caranya supaya bisa keluar dari tempat itu. "Allah ... gimana caranya aku bisa keluar dari sini?" gumam Adelia. Dia duduk kembali, sambil terus memikirkan cara untuk keluar. Penyiksaan yang dia alami, meninggalkan rasa sakit yang luar biasa. Bukan cuma fisik yang tersakiti, tapi luka dalam hatinya jauh lebih parah. "Bagaimana caranya aku minta tolong? Dan pada siapa?" gerutu wanita itu. Terdengar suara langkah-langkah kaki, mendekati ruangan tempatnya berada. Adelia dengan cepat bereaksi, dia celingukan mencari sesuatu, sebagai alat untuk melindungi dirinya. Langkah kaki itu semakin dekat, tapi Adelia belum juga menemukan sesuatu yang bisa digunakan.
Sang Bos, berjalan memasuki ruangan, begitu sampai di samping ranjang pasien, matanya membulat sempurna, mulutnya menganga, dan tubuhnya terpaku. "A ... Adelia? Benarkah ini Adelia?" ucap Lelaki itu, ragu. "Bos kenal wanita ini?" tanya Pak Isman. "Gimana ceritanya, Pak Isman bisa sampai bertemu dia dan menolongnya?" tanya si Bos, tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaan sang sopir. Pak Isman pun menceritakan semua detail kejadian, yang barusan dialami, hingga akhirnya dia memutuskan untuk membawa Adelia ke Rumah Sakit. Bosnya mendengarkan dengan seksama. "Apa Bos tau siapa wanita ini?" tanya Pak Isman, memberanikan diri, bertanya kembali. "Apa Bapak sudah lupa dengan Dia?" tanya balik Bosnya. Pas Isman yang mendapatkan pertanyaan, kembali memandang wanita malang yang ada di hadapannya. Dia me mengernyitkan alis, mencoba untuk mengingat, tapi tidak juga bisa mengingat siapa orang itu. Pak Isman, membuka mulutnya, ingin menanyakan kembali ke Bosnya, tapi suara pintu dibuka, membu
Dengan enggan Arga melangkah ke arah pintu. Tidak lama kemudian dia kembali lagi bersama Indah dan Roni."Siapa Mas?" tanya Indah."Pak RT, ngasih undangan buat pertemuan rutin lingkungan sini," jelas Arga, tanpa menunggu ditanya kembali.Indah hanya mengangguk saja, tidak menjawab kembali ucapan Arga. Sementara Roni, duduk diam sambil memperhatikan interaksi antara Arga dan Indah.Di Rumah Sakit, Syafiq duduk terpaku di samping tempat tidur pasien. Matanya menatap lekat, pada tubuh kurus yang belum juga sadarkan diri. Kedua tangannya menggenggam erat tangan kanan Adelia."Sayang, bangunlah. Kamu harus ceritakan semuanya padaku. Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan semua ini padamu?" gumam Syafiq, pilu.Lelaki itu selalu berusaha untuk mengajak bicara Adelia, dengan harapan, wanita itu mendengar semuanya, tetapi lagi-lagi dia masih harus bersabar, karena yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Adelia masih terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit, dengan mata terus terpejam.Sy
"Adeliaaaaaa ...!" teriak Syafiq, sekeras yang dia bisa.Syafiq memejamkan matanya, dan tertunduk lesu di lantai. Kedua tangannya terkepal kuat, hatinya hancur karena tidak bisa menolong orang yang sangat dicintainya itu. Untuk beberapa saat Syafiq larut dalam kesedihan, hingga dia tersadar dan langsung mengangkat kepalanya, lalu mengarahkan pandangannya ke arah Adelia terjatuh.Lelaki itu terperangah melihat pemandangan di depan matanya. Ternyata ranjang yang membawa Adelia tersangkut, dan tidak jatuh ke dasar gedung. Dengan cepat Syafiq berdiri, lalu berlari ke arah ranjang itu."Adelia, mana Adelia?" ucap gugup Syafiq, begitu melihat ranjang itu kosong.Hatinya hancur ketika tidak mendapati Adelia di ranjangnya. Dalam pikirannya, Adelia terpelanting dari ranjang, dan jatuh ke bawah. Hatinya tiba-tiba hancur, dan harapannya sirna seketika. Dengan pelan, Syafiq mendekati seorang Ibu yang ikut berkerumun disitu, dan menanyakan tentang Adelia padanya. "Pak, Bu, di mana pasien yang ter
Saat ini, yang ada dalam hati Adelia adalah rasa ketakutan yang luar biasa, akan semua siksaan yang dia terima selama ini. Dan akibatnya, dia jadi memasang sikap waspada ke siapa pun, apa lagi ke Syafiq, orang yang baru dia lihat saat ini. Tapi melihat ke sekeliling, cuma ada lelaki itu yang selalu merawatnya, jadi pelan-pelan, wanita itu berusaha mempercayai lelaki itu.Kembali Adelia menatap wajah Syafiq, dia tersenyum, lalu berkata," Aku takut, tolong jangan tinggalkan aku sendirian.""Kamu tenanglah, aku pasti akan menolong dan melindungi mu, jangan takut," ucap Syafiq, sambil membawa Adelia ke dalam pelukan posesifnya.Adelia mengangguk, kemudian menenggelamkan wajahnya ke dada bidang Syafiq, dan mencari rasa nyaman di sana. Wanita itu merasa terlindungi, saat merasakan pelukan hangat dari Syafiq.Lelaki itu mengelus lembut punggung Adelia. Dia tersenyum samar, lalu memejamkan mata. Tanpa terasa ada bulir bening muncul dari sudut matanya. Syafiq merasakan sesak dan nyeri dalam