Share

Selingkuhan Suamiku

Penulis: Gyuu_Rrn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-24 18:46:17

Seperti hari-hari biasanya, Amel selalu datang ke rumahku tiap kali pulang sekolah. Tak ada hal lain yang dia lakukan, selain menumpang makan dan internet yang ada di rumahku.

Katanya sih, di rumah Amel tak ada sambungan internet, sehingga dia lebih sering berada di rumahku.

"Mel, Tante boleh ngomong sesuatu, gak?" 

"Apa, Tante?"

Amel yang tengah bermain ponsel, hanya menjawabku tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari benda pipih tersebut.

"Jangan sering-sering ke sini, ya. Tante, gak enak sama tetangga, mereka sering membicarakan kalian."

"Biarin ajalah, Tante. Lagian Amel ke sini juga bukan buat maksiat, tapi mengerjakan tugas!"

"Kamu yakin, Amel?"

Sontak, Amel mendongak, menyoroti kedua netraku lekat.

"Tentu saja, Tante. Memangnya Tante pernah melihat aku aneh-aneh sama Panji?"

"Tidak."

Aku menghela napas panjang, lalu bergegas pergi dari hadapan Amel. Kadang aku merasa muak pada anak tersebut, karena tiap kali dinasehati selalu saja menjawab dengan seenaknya.

Lagipula, jawaban anak gadis itu cukup lucu! Hampir saja tawaku pecah, tetapi untungnya aku masih bisa menahan diri, bahaya kalau tak bisa.

 ***

"Panji!" sahutku seraya menghampiri anakku yang baru keluar dari kamarnya, habis berganti pakaian.

"Ada apa, Bu?"

"Jangan sering-sering bawa Amel ke rumah, ya!"

Panji tak langsung menjawab, melainkan malah menunduk seraya menggaruk tengkuknya.

Karena penasaran, aku pun justru memiringkan wajah, berusaha membaca eskpresi wajah yang Panji perlihatkan.

"Sebenarnya aku sudah bilang pada Amel, Bu. Tetapi ...."

"Apa?" tanyaku begitu cepat. Tak sabar ingin segera mendengar jawaban anakku.

"Amel, suka bersikeras ingin datang ke sini terus, Bu!" 

Dari nada bicara Panji, dapat kupastikan kalau anakku itu juga sudah sedikit kesal dengan Amel, tidak seperti dulu yang selalu membela Amel, bila aku nasehati. 

Mungkin Panji sudah mendengar, omongan para warga yang dilontarkan langsung untuknya. Sehingga dia berpikir ulang. 

"Kenapa kamu tak berusaha mencegahnya, Nak!"

"A-aku tak bisa, Bu."

"Kenapa?" Tanpa sadar aku berteriak, hingga membuat Panji memejamkan mata.

Cukup lama aku dan Panji saling terdiam. Pergolakan batinku kembali memuncak, bayangan demi bayangan video yang aku lihat tempo hari kembali berputar di kepala.

Ya Tuhan! Bisa-bisa aku g*la, bila terus teringat dengan kejadian tersebut.

"Cepatlah kamu keluar, Ibu ingin beristirahat!" Sembari memijat pelipisan, aku berjalan ke arah ranjang anakku, lalu menjatuhkan bobot tubuh di sisinya.

"Apa yang tengah Ibu pikirkan?"

Baru saja aku terpejam, Panji seakan-akan memaksaku untuk kembali membuka mata.

"Tidak ada, cepatlah keluar!"

"Katakan padaku, Bu!" desak Panji membuat darahku kembali mendidih.

Akan tetapi, sebisa mungkin aku menahan amarah yang siap meledak kapanpun itu. Aku tak ingin, bila Panji justru menjadi luapan kekesalanku.

"Keluarlah!"

Pada akhirnya, Panji pun menurut. Dia mengangguk pelan seraya keluar dari kamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.

***

"Mas, ke mana kue kering dan buah-buahan yang ada di kulkas, kok, gak ada?"

Mas Alif yang tengah bersantai di sofa, dengan entengnya menjawab dengan nada yang amat sangat santai.

"Tadi di bawa sama Amel, katanya di rumahnya gak ada buah-buahan."

Sontak, aku langsung menutup pintu kulkas dengan kasar dan menghampiri Mas Alif yang tengah sibuk dengan gawainya.

"Mas, kenapa kamu kasih ke Amel, sih. Aku mau bawa itu ke rumah Ibu!"

"Tinggal beli lagi, apa susahnya! Sesama manusia harus saling berbagi," ucap Mas Alif dengan bijaknya.

"Berbagi katamu. Lantas, kenapa kamu malah marah-marah, ketika aku memberikan dua piring makanan pada seorang pemulung dan anaknya?"

Mas Alif yang tengah bersandar pada kursi, lantas menjauhkan punggungnya, lalu menatap ke arahku lekat.

"Lah, mereka 'kan gak kita kenal!"

"Memangnya kamu kenal sama, Amel?" tanyaku tak kalah sengit.

Di mana Mas Alif justru terdiam, lalu mengalihkan kembali perhatiannya pada gawai.

"Sudahlah, aku malas denganmu! Makin hari, malah makin suka marah-marah. Tak betah aku berada di rumah."

Detik berikutnya, Mas Alif bangkit dari kursi, dari melangkah keluar rumah, meninggalkan aku seorang diri di dapur.

Aku sendiri tak kehabisan akal, di mana aku langsung bergegas mengikutinya dari belakang secara diam-diam.

Karena sebelumnya Mas Alif menjawab ucapanku tadi, ekor mataku secara tak sengaja melihat ada sebuah panggilan masuk ke gawainya.

"Ada apa, hm?" 

Seketika saja, keningku mengkerut, kala mendengar nada bicara Mas Alif yang berbuat seratus delapan puluh derajat.

"Mau berapa? Biar nanti Mas kirimkan."

Deg!

Aku langsung meremas dadaku kasar, berusaha meredam rasa sesak yang tiba-tiba aku rasakan.

Pantas saja, selama ini Mas Alif pelit dan perhitungan padaku, ternyata itulah sebabnya.

"Iya, Mel. Nanti Mas kirimkan, bagaimana buah dan kue keringnya, sudah kamu nikmati, 'kan. Enak rasanya?"

Tubuhku membeku di tempat, detik berikutnya nyawaku seperti perlahan meninggalkan raga.

Aku sungguh tak bisa berpikiran jernih, ketika mendengar obrolan Mas Alif dengan Amel.

Ya, Amel. Kekasih anakku yang tak lain juga adalah selingkuhan suamiku. Di mana video panas keduanya, memenuhi laptop Mas Alif. Entah, sudah berapa lama mereka mengkhianatiku dan melakukan hubungan badan.

Gadis yang terlihat polos itu, Ternyata adalah selingkuhan seorang pria berusia empat puluh lima tahunan.

Sungguh, sangat miris!

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Urusan Pribadi

    Hari demi hari semakin berlalu, tak terasa sudah satu bulan saja semenjak Mas Alif meninggal. Aku sudah bisa sepenuhnya ikhlas akan kepergiannya, begitupun dengan Panji.Anakku yang awalnya sampah murung tersebut, perlahan kembali ceria. Senyumnya sudah mulai kembali merekah, semangat yang ada di dalam dirinya pun tampak sudah kembali.Satu bulan pula, Ibu memilih untuk tinggal denganku. Tentu saja aku merasa senang, karena seperti mendapatkan teman mengobrol tiap kali hendak berangkat ataupun pulang kerja."Bu, aku berangkat dulu, ya!"Ibu yang tengah menikmati sarapan, lantas menoleh ke arahku, seulas senyuman tergambar di bibirnya."Iya, Melda. Hati-hati di jalan.""Iya, Bu."Setiap akan pergi kerja, aku tak lupa untuk bersalaman pada Ibu, meminta doa restu padanya."Kalau sudah sampai tempat kerja, kamu kaba

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Bersandiwara

    Ibu dan Rifky sudah pulang lebih awal ke rumah, mereka sengaja ingin menginap di rumahku. Sementara itu, aku dan Panji menginap di rumah mendiang Mas Alif, hendak mengaji selama tujuh malam berturut-turut.Kondisi Panji sendiri sudah lebih baik dari sebelumnya. Anakku yang awalnya lebih banyak terdiam itu, perlahan sudah mulai mengobrol bersama kakeknya.Aku yang tengah berada di dapur, sesekali memperhatikannya yang tengah mengobrol. Meskipun masih sedikit tersirat kesedihan di dalamnya, tetapi Panji nampaknya berusaha untuk tetap terlihat tegar."Mbak!" sapa Andin yang membuat aku langsung menoleh ke arahnya."Ya, ada apa, Andin?""Mbak, baik-baik saja, 'kan?" tanya Andin dengan mata sedikit menyipit."Aku baik-baik saja, Andin. Memangnya kenapa?"Andin menggeleng pelan, seulas senyuman tergambar di bibirnya yang sedikit pucat.

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Pulang

    Duka masih terasa menyelimuti aku dan Panji, juga keluarga besar mendiang Mas Alif. Meskipun begitu kehidupan kami masih harus berjalan, karena memang inilah hidup, ada yang datang dan ada yang pergi. Bagaimanapun itu, aku harus bisa mengikhlaskan semuanya dan tentunya memaafkan semua kesalahan mendiang Mas Alif."Melda, jadi kamu mau pulang hari ini?" tanya mantan Ibu mertuaku."Iya, Bu. Aku harus pulang hari ini, aku tak enak pada bosku, bila harus mengambil cuti lebih lama."Wanita paruh baya yang memakai gamis merah maroon itu pun mengangguk pelan, seulas senyuman tergambar di bibirnya."Baiklah kalau begitu, lagipula Ibu gak bisa memaksamu untuk tetap di sini. Tetapi, terima kasih karena sudah mau tinggal di sini, meskipun hanya tiga hari tiga malam saja.""Sama-sama, Bu. Aku harap Ibu dan Bapak sehat-sehat, Andin juga sama.""Iya, Nak. Kamu dan Panji juga. Kalau semisalnya kamu ingin ke sini, datang saja, ya, jangan ragu.""Iya, Bu. Sesekali aku dan Panji pasti akan datang ke s

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Pemakaman

    Acara pemakaman mendiang Mas Alif akan segera di laksanakan. Aku yang sedari tadi duduk di samping tubuhnya sambil melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, sedikit terperanjat kala tak mendapati kebenaran Panji."Ya ampun, ke mana Panji?!" Aku sedikit memekik, sesekali ekor mataku mengamati sekeliling."Mencari siapa, Mbak?" tanya Andin yang baru datang dari dapur."Andin, apa kamu melihat Panji?"Sontak, Andin menggeleng pelan, dia yang awalnya berdiri segera menghampiri diriku. "Tidak, Mbak. Memangnya Panji tak ada di sini?""Tidak ada, Andin."Aku yang sudah cengeng, semakin bertambah cengeng, ketika mengetahui bila Panji tak ada di sekitarku. Ketakutan yang ada di dalam diriku sedikit memuncak, kala mengetahui bila Panji tak ada di sekitarku. Kejadian beberapa waktu silam membuat aku sedikit trauma."Mbak, jangan menangis, lebih baik kita mencari Panji saja," saran Andin yang langsung aku jawab dengan anggukan pelan.Mantan Bapak mertuaku yang tengah duduk di sofa sambil sesekali m

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Tangis yang Benar-benar Pecah (Panji POV)

    Dengan langkah gontai, aku turun dari mobil yang terparkir tepat di halaman rumah warga, karena halaman rumah nenek sendiri penuh ddenga yang para pelayat.Bendera kuning terbentang, menandakan sedang berduka. Satu demi satu para pelayat ada yang datang, ada pula yang pergi. Sesekali ekor mataku melirik ke arah Ibu, menatapnya yang tengah menunduk dalam. Bisik demi bisik mulai terdengar di telinga."Bukannya itu Melda, ya?""Oh, iya, itu anaknya juga tuh, si Panji yang katanya sempat masuk rumah sakit.""Masuk rumah sakit?" tanya yang lainnya. Aku tak terlalu memperhatikan mereka, aku hanya mendengarnya saja."Iya, pas mendiang Alif ketahuan berselingkuh, secara dia berselingkuh sama kekasih anaknya.""G*la banget! Kalau aku jadi anaknya, aku tak sudi datang kemari."Aku sempat ingin melirik ke arah Ibu-ibu yang tengah bergosip ria di tengah berita duka ini. Tetapi, Ibu yang sepertinya juga mendengar hal tersebut, justru menarik tanganku dengan sedikit kasar, membawaku menjauh dari t

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Kabar Duka (2)

    Drrt ... drrt ....Aku yang tengah mengendarai motor, merasa sebuah getara di saku hoodie. Dengan sengaja, aku menghentikan motor di pinggir jalan dan seger merogoh gawai.Tepat di layar ponsel, terpampang nama kontak Ibu. Aku sempat memicingkan mata, sebelum akhirnya membuka kunci ponsel, kemudian menggeser ikon telepon berwarna hijau dan segera menempelkan benda pipih itu di samping telinga."Halo, Bu. Ada apa?" sapaku pada melalui sambungan telepon."Panji, kamu di mana, cepatlah pulang."Sontak, aku langsung menyipitkan mata, kala mendengar suara Ibu yang cukup serak, seperti habis menangis, sangat berbeda dengan nada bicaranya yang seperti biasa."Aku masih di jalan, ada apa, Bu?""Bapakmu, Nak," lirih Ibu berhasil membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Kekhawatiran dalam diriku memuncak, takut Bapak kabur dari penja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status