Home / Horor / RAHASIA DUNIA GAIB / BAB 7 : Penjaga Altar

Share

BAB 7 : Penjaga Altar

Author: Cerita Nyata
last update Last Updated: 2024-11-27 10:07:04

Makhluk besar itu berdiri di tengah altar, tubuhnya mengeluarkan kilauan seperti bara api yang hampir padam. Udara di sekitar Arka terasa berat, seolah-olah energi dari makhluk itu menarik semua kekuatan di sekitarnya.

Ki Jarang, yang berdiri di samping Arka, memandang makhluk itu dengan mata tajam. "Itu adalah Penjaga. Dia tidak hanya melindungi inti ritual, tetapi juga terhubung langsung dengan kekuatannya. Kita harus menghentikannya sebelum ia menjadi lebih kuat."

Arka menggenggam pedangnya lebih erat. Meski tubuhnya terasa lelah setelah pertarungan sebelumnya, ia tahu bahwa tidak ada waktu untuk ragu. "Apa aku cukup kuat untuk menghadapinya?" pikirnya.

Makhluk itu menggeram, suaranya seperti gemuruh gunung. "Beraninya kalian memasuki wilayah ini. Aku adalah pengawal dunia ini, dan kalian tidak akan pernah berhasil melewati aku!"

Pertarungan Dimulai

Tanpa peringatan, Penjaga itu mengangkat tangannya, menciptakan gelombang energi yang menghantam tanah. Retakan besar muncul, mengeluarkan percikan cahaya oranye yang membuat Arka melompat mundur.

"Arka, jangan ceroboh!" seru Ki Jarang sambil bergerak cepat, melemparkan cahaya biru dari tangannya untuk menahan serangan tersebut. "Dia menggunakan energi dari altar. Kita harus melemahkannya sebelum menyerang langsung."

Arka mengangguk, mencoba menenangkan pikirannya. Ia memusatkan energinya pada pedang di tangannya, seperti yang diajarkan Ki Jarang. Pedangnya mulai bersinar lembut, memberikan kehangatan yang aneh di tengah aura mencekam di sekeliling mereka.

Makhluk itu kembali menyerang, kali ini dengan lompatan besar. Ia menghantam tanah dengan cakar besar, menciptakan gelombang kejut yang hampir menjatuhkan Arka. Tapi Arka berhasil menahan diri, melompat ke sisi lain dan mengayunkan pedangnya ke arah tubuh Penjaga itu.

Serangan itu berhasil mengenai bahu makhluk tersebut, menciptakan luka kecil yang memancarkan cahaya merah. Tapi bukannya mundur, Penjaga malah tampak semakin marah. Ia mengeluarkan suara melengking, memanggil energi dari altar untuk menyembuhkan lukanya.

"Dia terlalu kuat," kata Arka, merasa frustrasi.

"Tidak," jawab Ki Jarang dengan tenang. "Dia hanya bergantung pada altar. Jika kita bisa menghancurkan hubungan itu, dia tidak akan memiliki sumber kekuatannya lagi."

Strategi Baru

Mendengar kata-kata Ki Jarang, Arka mulai mengubah taktiknya. Ia tidak lagi fokus menyerang makhluk itu secara langsung, melainkan mencoba mendekati altar. Namun, Penjaga tidak tinggal diam. Ia terus menghalangi Arka dengan serangan bertubi-tubi, memaksa Arka untuk melompat dan menghindar tanpa henti.

Sementara itu, Ki Jarang menggunakan waktu yang ada untuk mempersiapkan serangan besar. Ia membentuk segel-segel cahaya di udara, mengarahkan energinya untuk melemahkan hubungan antara Penjaga dan altar.

Ketika segel itu selesai, Ki Jarang melemparkannya ke arah altar. Segel itu menempel di permukaan altar, menciptakan retakan kecil yang membuat Penjaga terhuyung.

"Arka, sekarang! Gunakan kekuatan pedangmu untuk menghancurkan altar!" seru Ki Jarang.

Arka berlari sekuat tenaga, menghindari serangan terakhir dari Penjaga yang mencoba menahan langkahnya. Ketika ia sampai di depan altar, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, memusatkan seluruh energinya ke dalam bilah pedang itu.

Pukulan Penentu

Dengan satu ayunan keras, pedang Arka menghantam altar, menciptakan ledakan cahaya yang memancar ke seluruh lembah. Penjaga melolong keras, tubuhnya mulai retak dan menghilang menjadi serpihan cahaya kecil yang melayang di udara.

Altar itu runtuh sepenuhnya, menyisakan kehancuran di tempatnya. Portal merah di langit yang sebelumnya tampak besar kini mengecil, sebelum akhirnya lenyap sepenuhnya.

Arka jatuh ke tanah, tubuhnya lelah tak terkira. Tapi saat ia menoleh ke langit, ia bisa melihat bintang-bintang kembali bersinar. Dunia telah kembali tenang.

Ki Jarang berjalan mendekatinya, memberikan senyuman kecil. "Kau sudah melakukan hal yang luar biasa, Arka. Tapi ingat, ini baru awal perjalananmu. Masih banyak yang harus kau pelajari."

Arka mengangguk, meskipun tubuhnya terlalu lelah untuk menjawab. Dalam hatinya, ia tahu bahwa ia telah mengambil langkah pertama menuju takdirnya sebagai pelindung dunia manusia.

---

Arka merasakan jantungnya berdebar kencang. Setiap langkah yang ia ambil menuju altar terasa semakin berat, seperti ada beban yang mengikat tubuhnya. Cahaya yang bersinar dari altar semakin menyilaukan, seakan menguji keberaniannya.

"Ini lebih dari sekedar altar," bisik Ki Jarang, matanya tetap tertuju pada struktur misterius di tengah lembah yang hening. "Ini adalah pintu menuju dunia lain, dunia yang tidak seharusnya terhubung dengan dunia kita."

Arka mengangguk, memerhatikan bentuk altar yang tampaknya memancarkan energi gaib yang sangat kuat. Ada aura kegelapan yang terbungkus rapat di dalam cahaya itu, seolah-olah altar itu hidup dan mengamati setiap gerakan mereka.

"Penjaga itu terikat dengan altar ini," ujar Arka, memegang pedangnya lebih erat. "Jika kita menghancurkan altar ini, kita bisa menghentikan makhluk itu."

Ki Jarang mengangguk perlahan, tapi raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Benar, namun hati-hati. Keberadaan altar ini tidak hanya mengikat Penjaga. Ia juga menahan kekuatan-kekuatan besar yang bisa mengubah segalanya. Menghancurkannya bisa berisiko lebih besar daripada yang kita bayangkan."

Arka tahu apa yang dimaksud Ki Jarang. Altar ini bukanlah sekadar objek magis biasa. Itu adalah sumber kekuatan yang lebih dalam dan lebih berbahaya. Menghancurkannya bisa membebaskan lebih dari sekadar Penjaga yang mereka hadapi. Namun, jika mereka membiarkannya, dunia mereka bisa jatuh ke dalam kegelapan.

Penjaga, makhluk besar yang mengerikan, berdiri di depan mereka dengan tatapan yang penuh kemarahan. Tubuhnya terbuat dari batu hitam yang padat, dengan cahaya merah yang memancar dari setiap retakan di kulitnya. Cakar-cakarnya berkilau tajam, dan setiap langkahnya membuat tanah bergetar.

"Setiap kali kalian menghancurkan bagian dari altar, aku akan tumbuh lebih kuat," raung Penjaga, suaranya seperti gemuruh petir yang memecah keheningan. "Tidak ada yang bisa menghentikan aliran kekuatan ini."

Ki Jarang mengangkat tangannya, menciptakan sebuah perisai energi biru yang menyelimuti mereka berdua. "Kami akan melihat sejauh mana kekuatanmu bertahan, Penjaga."

Arka memandang makhluk itu dengan penuh tekad. Ia tahu ini adalah ujian yang lebih besar dari sebelumnya. Namun, ia tidak mundur. Pedangnya berkilau terang di tangannya, siap untuk beraksi.

Penjaga bergerak dengan kecepatan luar biasa. Cakar besar itu meluncur ke arah Arka, dan dengan gerakan cepat, Arka menghindar, melompat ke samping. Tanah di bawahnya meledak saat cakar Penjaga menghantamnya. Arka berlari ke belakang, menghindari serangan berikutnya yang datang secepat kilat.

Sementara itu, Ki Jarang tetap berada di tempat, mengarahkan perisai energi ke arah Penjaga untuk menahan serangan-serangan mematikan yang dilancarkan makhluk itu. Namun, perisai itu tidak bertahan lama. Setiap serangan dari Penjaga semakin kuat, dan cahaya biru yang melingkupi mereka mulai memudar.

Arka merasakan kepanasan di sekitar tubuhnya. Ia tidak bisa bertahan lama jika terus menerus menghindari serangan Penjaga. Namun, ia tahu ia harus bertahan cukup lama untuk menemukan celah, untuk bisa menyerang dan menghancurkan altar.

"Ki Jarang," teriak Arka, "Aku butuh waktumu. Aku harus menghancurkan altar itu sekarang!"

Ki Jarang mengerutkan kening, lalu mengangguk dengan cepat. "Aku akan menarik perhatian Penjaga. Waktu ini milikmu."

Dengan gerakan cepat, Ki Jarang melepaskan perisai energi dan menyerang langsung ke Penjaga, menciptakan ledakan energi yang besar. Penjaga terhuyung mundur sejenak, membiarkan Arka menemukan celah untuk menyerang.

Arka segera berlari menuju altar. Dengan setiap langkah, energi gaib yang mengalir di sekitarnya semakin terasa menekan tubuhnya. Setiap detik terasa semakin lama, dan Arka tahu bahwa ia hanya memiliki sedikit waktu sebelum Penjaga kembali menyerang dengan kekuatan penuh.

Pedangnya berkilau dengan cahaya biru yang semakin terang. Arka mengarahkan pedangnya ke altar, berusaha mengalihkan aliran energi yang mengelilingi tempat itu. Dengan sekali gerakan, ia menancapkan pedangnya ke dasar altar.

Sebuah ledakan energi memancar keluar dari altar, menghantam Arka dan Ki Jarang dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Tanah di bawah mereka retak, dan langit di atas mereka dipenuhi oleh kilatan cahaya yang begitu terang. Arka hampir terjatuh akibat dampak ledakan tersebut, tetapi ia berhasil menahan diri.

Namun, ketika asap dan debu mulai menghilang, Arka melihat bahwa altar itu tetap berdiri, meskipun sebagian besar telah hancur. Cahaya merah yang memancar dari retakan-retakan altar semakin terang, dan Penjaga itu berdiri kembali, lebih kuat dari sebelumnya.

Penjaga meraung dengan suara keras, suaranya semakin menggelegar. "Kalian tidak bisa menghentikan takdir ini! Altar ini adalah kunci dari dunia yang lebih besar!"

Arka menatapnya dengan penuh kebingungan. Apa maksud makhluk itu? Apa yang sebenarnya tersembunyi di balik altar ini?

"Ki Jarang!" teriak Arka, memanggil sang mentor yang berdiri di dekatnya. "Apa yang terjadi? Kenapa altar itu belum hancur sepenuhnya?"

Ki Jarang, yang tampak terengah-engah, mengerutkan keningnya. "Ini bukan hanya altar. Ini adalah sebuah gerbang, sebuah portal yang menghubungkan dunia kita dengan dunia lain, dunia yang lebih gelap. Ketika kita menghancurkannya, kita hanya memecah sebagian dari struktur ini. Portal itu masih utuh."

Arka merasa hatinya mencelos, Ini lebih dari yang ia bayangkan. Mereka tidak hanya menghadapi Penjaga, tetapi juga entitas yang jauh lebih besar, sesuatu yang tersembunyi di balik altar itu. Mereka harus menghentikan gerbang itu sebelum semuanya terlambat.

"Satu-satunya cara untuk menghentikan semua ini adalah dengan menghancurkan inti dari portal ini," kata Ki Jarang, mengarahkan pandangannya ke altar yang masih berdiri kokoh. "Namun, kita harus berhati-hati. Setiap tindakan bisa membalikkan segalanya."

Arka mengangguk, merasakan tekanan yang semakin besar. Ini adalah ujian terakhir, dan jika mereka gagal, dunia mereka bisa jatuh ke dalam kegelapan yang abadi. Namun, ia tahu bahwa ia tidak akan mundur. Ia akan berjuang, sampai akhir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RAHASIA DUNIA GAIB   Bab 31 : Jejak Cahaya di Dunia yang Retak

    Arka dan Loran melangkah keluar dari Hutan Bayangan Abadi dengan hati yang terasa lebih ringan. Mereka telah berhasil mengalahkan kegelapan di tempat itu, tetapi peta yang diberikan Lyra masih menunjukkan banyak wilayah lain yang perlu dipulihkan. Langkah mereka menuju dunia yang lebih baik baru saja dimulai.Di ufuk timur, matahari mulai terbit, memancarkan warna keemasan yang menghangatkan tubuh mereka setelah perjalanan panjang di hutan yang dingin. Namun, di depan mereka terbentang dataran yang rusak, dengan pepohonan mati dan sungai-sungai kering yang menggambarkan penderitaan dunia.“Semua ini akibat kegelapan,” gumam Loran sambil memandangi lanskap yang muram.Arka mengangguk. “Tapi kita akan memperbaikinya, selangkah demi selangkah.”---Pertemuan dengan Penduduk DesaPerjalanan mereka membawa mereka ke sebuah desa kecil di kaki bukit. Desa itu tampak hancur; rumah-rumahnya reyot, dan penduduknya tampak letih, seperti telah kehilangan harapan. Ketika Arka dan Loran memasuki de

  • RAHASIA DUNIA GAIB   Bab 30 : Cahaya Baru di Tengah Kegelapan

    Arka dan Loran melangkah keluar dari istana megah dengan hati penuh harapan. Dunia yang sebelumnya terasa suram kini mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan baru. Langit yang kelabu perlahan berubah menjadi biru cerah, dan udara di sekitar mereka dipenuhi aroma segar, seperti musim semi yang baru lahir.Namun, mereka tahu bahwa tugas mereka belum selesai. Meskipun kekuatan besar kini ada dalam genggaman mereka, tantangan sebenarnya adalah bagaimana mereka menggunakannya untuk membawa perubahan bagi dunia yang telah lama dirundung kehancuran.---Panggilan BaruSaat mereka berjalan menuruni tangga istana, sebuah suara menggema di udara, memanggil mereka dengan lembut.“Arka, Loran…”Mereka berhenti, saling bertukar pandang sebelum menatap ke arah sumber suara. Dari balik kabut tipis, sosok seorang wanita muncul. Dia mengenakan jubah putih bercahaya dengan aura damai yang menyelimuti dirinya.“Siapa kau?” tanya Loran dengan hati-hati.Wanita itu tersenyum. “Namaku Lyra. Aku adalah penja

  • RAHASIA DUNIA GAIB   Bab 29 : Ujian Terakhir Sang Penguasa

    Ketika Arka dan Loran melangkah melalui portal emas, mereka disambut oleh keheningan yang luar biasa. Tidak ada suara, tidak ada angin, hanya kekosongan. Mereka berdiri di atas lantai yang memantulkan tubuh mereka seperti cermin, dan di hadapan mereka berdiri sebuah istana megah dengan gerbang yang menjulang tinggi, dihiasi ukiran rumit yang memancarkan cahaya.Istana itu tampak seperti tak tersentuh oleh waktu, penuh dengan keagungan, namun mengandung kesan dingin yang tak ramah."Apakah ini tujuan akhir kita?" tanya Arka, suaranya nyaris berbisik.Loran mengamati gerbang besar di depannya. "Sepertinya begitu. Tapi aku merasakan sesuatu... sesuatu yang aneh. Ada kekuatan yang jauh lebih besar di sini."Saat mereka melangkah mendekat, gerbang istana perlahan terbuka, memancarkan cahaya keemasan yang begitu terang hingga mereka harus menutupi mata mereka sejenak.---Pertemuan dengan Sang PenguasaDi dalam istana, mereka menemukan sebuah aula besar. Lantainya terbuat dari marmer putih

  • RAHASIA DUNIA GAIB   Bab 28 : Cermin Kebenaran

    Arka dan Loran berdiri di tengah ruang penuh cermin, dikelilingi oleh refleksi yang tidak hanya menampilkan diri mereka, tetapi juga kenangan, rasa bersalah, dan ketakutan terdalam. Bayangan dalam cermin tampak hidup, bergerak dengan cara yang tidak selaras dengan gerakan mereka."Arka," suara Loran terdengar pelan, menggetarkan keheningan. "Apa menurutmu ini hanya ilusi?"Arka memandang pantulan dirinya, seorang anak kecil yang tampak rapuh, berdiri di samping makam ibunya. Suara tangisannya menggema di dalam ruang cermin, membawa kembali kenangan yang selama ini ia pendam. "Mungkin," jawabnya. "Tapi aku rasa ini lebih dari itu. Pilar ini memaksa kita menghadapi sesuatu yang selama ini kita hindari."---Kenangan yang Mengungkap Luka LamaLoran mendekati salah satu cermin. Di sana, ia melihat bayangan dirinya memeluk seorang prajurit muda yang tubuhnya dipenuhi luka. Tangannya berlumuran darah, dan air mata mengalir deras di wajahnya."Ini kesalahanku," bisik Loran, hampir tak terden

  • RAHASIA DUNIA GAIB   Bab 27 : Jejak Pilar Keempat

    Melangkah keluar dari portal, Arka dan Loran menemukan diri mereka di sebuah tempat yang sama sekali berbeda dari apa yang mereka bayangkan. Bukannya dataran keras atau hutan lebat seperti sebelumnya, mereka kini berada di sebuah hamparan padang bunga. Ribuan bunga berwarna biru pucat melambai lembut di bawah angin sejuk, menciptakan pemandangan yang hampir menenangkan.Namun, mereka tahu lebih baik daripada merasa terlalu nyaman. Setelah tiga Pilar yang penuh tantangan, mereka menyadari bahwa keindahan ini mungkin hanya menutupi sesuatu yang lebih berbahaya."Ini terlalu tenang," gumam Loran sambil memegang erat tombak barunya, yang ia peroleh setelah mengorbankan senjata lamanya.Arka mengangguk, matanya menyisir horizon. "Ya, ini seperti jebakan. Tapi kita harus terus maju. Pilar Keempat pasti ada di sini."---Suara dari Bawah TanahKetika mereka mulai berjalan, Arka merasakan sesuatu yang aneh. Setiap langkah mereka di atas padang bunga itu terasa seperti menapaki sesuatu yang hi

  • RAHASIA DUNIA GAIB   Bab 26 : Kekuatan dalam Hati

    Arka dan Loran berdiri di hadapan penjaga Pilar Kedua, dikelilingi oleh medan energi yang berkilauan. Suasana sunyi, seolah-olah dunia di luar tempat itu tidak lagi ada. Penjaga, dengan tubuh bercahaya biru yang memancar seperti bintang, menatap mereka dengan tajam."Ujian kalian adalah memahami apa arti kekuatan sejati," suara penjaga menggema, mengguncang tanah di bawah kaki mereka. "Kekuatan bukan hanya tentang tubuh yang kuat atau senjata yang tajam. Ini tentang hati yang kokoh dan pikiran yang tidak tergoyahkan."Arka mengangguk, merasakan makna mendalam dari kata-kata itu. Ia memegang kunci emas yang berdenyut lembut di tangannya. "Kami siap menghadapi ujian ini," katanya dengan tegas.Penjaga mengangkat tangannya, dan tiba-tiba medan energi di sekitar mereka berubah. Tanah di bawah mereka bergetar, dan sebuah lingkaran besar bercahaya muncul di sekitar mereka. Di dalam lingkaran itu, muncul dua sosok.---Bayangan DiriArka dan Loran terkejut ketika melihat sosok-sosok yang mun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status