Home / Rumah Tangga / RANJANG PANAS KAKAK IPAR / Bab 07. Kabar Buruk Itu.

Share

Bab 07. Kabar Buruk Itu.

Author: weni3
last update Last Updated: 2024-09-25 17:07:28

Zoya terdiam masih berdiri menunggu Gama yang terus sibuk tanpa memperdulikan dirinya.

Sudah hampir satu jam berlalu setelah pria itu menahannya untuk tetap di sana. Terus menunggu tetapi Gama nampak santai saja tanpa menyentuh berkas yang ia berikan.

Zoya frustasi sendiri, kakinya pegal sekali tetapi Gama tetap cuek seakan tak minat. Sengaja menahannya tanpa kejelasan. Rasanya Zoya ingin mengumpat pria itu tapi semua hanya di angan karena dia tak seberani yang dibayangkan.

Zoya mendengus kesal, terdengar helaan nafas kasar darinya yang ternyata bisa menarik hati pria itu. Gama melirik ke arahnya dan menyandarkan tubuh di kursi kebanggaannya.

"Bosan?"

"Anda masih sibuk, Pak."

"Tidak sabaran." celetuk Gama yang kemudian berdecak dan mengambil berkas yang Zoya berikan tadi. Meneliti beberapa saat dan kembali menatapnya dengan lekat.

Zoya menegakkan tubuhnya saat sadar Gama memperhatikan. Berharap tak ada yang harus kembali direvisi agar dia bisa mengerjakan pekerjaan lainnya, meskipun dia juga sudah siap mendengarkan komplain dari Gama karena Zoya sudah cukup hafal bagaimana pria itu dalam bekerja.

Zoya tersentak saat melihat Gama melempar berkas yang ia kerjakan tadi ke atas meja kerjanya. Zoya memang yakin ada yang salah dari apa yang ia kerjakan, tapi itu juga bukan salahnya, karena memang tenggat waktu berkas itu masih lama.

Seakan mengetahui apa yang sedang Zoya pikirkan, tatapan mata Gama yang tadi santai kini berubah menjadi tegas dan tajam. Pria itu mendadak berubah menjadi menyeramkan.

"Perbaiki."

"Baik, Pak." kata Zoya.

Tak ingin banyak bicara, langsung saja Zoya mengambil berkas yang tergeletak di meja Gama. Namun saat dia ingin berbalik hendak keluar dari ruangan itu, suara bariton dari Gama menghentikan langkahnya.

"Kerjakan di sini saja".

"Tapi Pak..."

"Kerjakan di sini, Zoya!" Tatapan Gama yang lekat dan penuh ketegasan membuat Zoya mau tidak mau duduk di hadapan pria itu.

Sumpah demi apapun, dia enggan berada sedekat ini apalagi hanya berdua saja dalam satu ruangan. Ruang geraknya seakan terbatas dan gerakannya pun tak bebas. Gama terus saja memperhatikan hingga dia risih dibuatnya.

"Maaf, Pak. Boleh saya mengerjakan di ruangan saya saja? Bapak membuat saya tidak nyaman."

"Lantas apa yang membuatmu nyaman, hhmm? Sikap lembut atau kasar yang kamu inginkan?" tanya Gama yang membuat Zoya menghela nafas berat.

"Maaf Pak, saya harap tidak ada pembicaraan yang menjurus ke arah pribadi. Kita sedang berada di kantor."

"Aku tidak tahu kalau pikiranmu itu ternyata sangat kotor," sahut Gama tambah membuat Zoya geregetan. Zoya berusaha tidak lagi perduli dan pria itu pun kembali fokus dengan pekerjaannya.

Dua jam mengerjakan hingga lelah merevisi sesuai inginnya Gama Prasetyo. Otak Zoya serasa panas sekali.

Usai memberikan hasilnya, Zoya pun bergegas kembali ke ruangannya. Zoya butuh istirahat sejenak setalah dibuat pusing menuruti bosnya.

Namun baru saja Zoya sampai di ruangannya. Pesan masuk di ponselnya dari salah satu teman yang bekerja satu kantor dengan Zein, membuat Zoya menghela nafas gusar.

Zoya melirik ke kiri dan kanan. Melihat karyawan lain, semua nampak sibuk dengan pekerjaan.

Zoya pun memutuskan untuk beranjak dari sana tak ingin dirinya menganggu. Ijin ke toilet untuk menghubungi temannya demi memastikan kabar yang menyesakkan tadi.

"Hallo, Ren. Maaf aku ganggu. Mengenai pesan kamu tadi. Kamu serius lihat suamiku dengan wanita lain?" tanya Zoya dengan debaran jantung yang tak terkendali.

Istri mana yang tak gelisah mendengar suaminya dekat dengan wanita lain. Hal itu pun semakin membuat Zoya yakin jika sikap Zein selama ini ada kaitannya dengan kabar yang temannya berikan.

Pantas saja Zein tidak memperbolehkan dia untuk pindah kerja di kantor pria itu. Ternyata ada sesuatu yang selama ini Zein tutupi darinya.

"Aku sich baru lihat tadi, tapi gosip ini tuh udah rame, Zoy. Hanya saja aku mau kasih tau kamu tuh maju mundur gitu. Aku takut kamu nggak percaya. Akunya juga belum lihat sendiri sebelumnya dan pagi tadi aku baru lihat dengan mata kepala aku sendiri. Pak Zein datang membawa wanita sexy yang kata anak-anak sich itu selirnya."

Semakin kencang saja debaran di jantung Zoya. Salah apa dia hingga Zein tega bermain gila di belakangnya.

Ingin tak percaya tetapi dia tak boleh naif hingga abai padahal sudah ada buktinya. Temannya tak hanya memberi kabar tapi juga mengirimkan foto sebagai bukti, yang sayangnya wajah wanita itu tak jelas terlihat.

"Halo, Zoya. Apa kamu masih disana?"

"Eh iya, maaf Ren aku malah diam. Aku nggak tau harus bicara apa." Zoya sampai berpegangan sisi wastafel karena kakinya yang tiba-tiba lemas membayangkan Zein dengan wanita lain.

"Maaf ya kalau apa yang aku katakan membuat kamu syok berat, tapi ini aku lakukan karena aku nggak tega sama kamu, Zoya."

"Oh iya tapi aku minta sama kamu, tolong jangan katakan pada siapapun jika kamu tau kabar ini dari aku ya. Aku masih butuh pekerjaan ini, Zoya. Aku yakin Pak Zein pasti akan marah kalau tau aku yang mengadukannya sama kamu."

"I.. Iya, kamu tenang aja! Aku nggak akan menyeret kamu dalam masalah ini. Aku justru mau berterimakasih sama kamu. Lain kali jika ada info tentang Mas Zein lagi, tolong kamu kasih tau aku ya, Ren!"

Zoya tak akan buru-buru menghakimi. Dia ingin mengumpulkan bukti terlebih dahulu.

Namun tetap saja hatinya perih mendengar kabar buruk ini. Zoya berharap, jika memang benar Zein melakukan itu. Bukti semakin kuat agar dia bisa membongkar kebusukan suaminya.

"Iya, Zoya. Aku akan kabari kamu beserta buktinya agar kamu juga percaya kalau aku nggak ada niat untuk menghancurkan rumah tangga kalian. Kamu yang sabar ya, Zoya. Ya udah kalau gitu. Aku mau lanjut kerja dulu.

" Iya, makasih banyak ya, Ren."

"Sama-sama."

Selepas panggilan itu terputus. Zoya tertunduk menekan dadanya.

Ujian apa ini? Sakit sekali ya Tuhan. Apa ini karma setelah kesalahan satu malam itu ia lakukan, tapi tadi Iren mengatakan jika gosip ini sudah lama beredar.

"Mas, aku salah apa sama kamu?" Zoya terisak di sana. Sungguh ini sangat sakut sekali. Di yang mati-matian menutupi kesalahan untuk menjaga hati Zein, ternyata pria sudah berkhianat lebih dulu.

Usai jam kantor berakhir, Zoya pun bergegas untuk pulang ke rumah.

Sejak tau kabar itu, hatinya terasa tak tenang. Pikirannya berkecamuk hingga dia tak fokus dalam bekerja.

Beruntung masih bisa menyelesaikan meskipun dia harus bersusah payah membagi hati dan pikirannya. Berusaha tetap profesional padahal air matanya sudah menumpuk di pelupuk mata.

Zoya sampai lebih dulu di rumah. Masih sepi, Gama dan Zein belum ada yang menginjakkan kakinya di rumah ini.

Bergegas Zoya masuk kamar kemudian terduduk di pinggir ranjang seraya membuka ponselnya yang nampak kosong dari notifikasi pesan atau panggilan yang masuk. Mustahil perhatian itu ia dapatkan dari Zein.

Bukannya ini sudah biasa ia dapatkan?

"Aku tidak boleh buru-buru menuduh. Aku yakin Mas Zein tidak akan mengakui. Aku harus bisa tahan. Kuat, Zoya! Aku mohon jangan menangis lagi!"

Zoya berusaha menenangkan dirinya sampai dimana dia dikejutkan dengan suara pintu kamar yang terbuka dengan kasar.

"Mas."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Arogan banget sih si gama ini ,sebel.deh Bilang aja mupeng sama Zoya lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 188. Menghukum

    "Sembunyikan apa?" Gama terlihat santai berbeda dengan Zoya yang tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Zoya mendadak bingung dalam bersikap, panik juga, khawatir semua terbongkar meskipun Zoya tau pasti ada masanya semua akan tau apa yang terjadi pada Sena. "Mas... " Zoya menyentuh lengan Gama tetapi pria itu justru meraih tangannya kemudian melepaskannya begitu saja. Zoya bungkam mengikuti langkah Gama yang terlihat maju mendekati Bara. "Apa yang Om curigakan? Katakan saja sekiranya aku bisa meluruskan atau menjelaskan. Tidak masalah! Aku akan menjawabnya," kata Gama tanpa takut. Bara pun melangkah mendekati hingga keduanya saling berhadapan. Bara menatap Gama dengan tatapan menyelidik. "Dimana Sena? Apa kamu menyembunyikannya? Selama menikah kamu tidak pernah datang membawa Sena. Kamu juga lebih sibuk dengan istri pertamamu itu." "Ingat Gama! Kamu sendiri yang meminta Sena padaku. Seharusnya kamu lebih bertanggung jawab dengan putriku! Bukan pilih kasih dengan ha

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 187. Busuk

    "Apa aku sehina ini, Dito? Aku hanya ingin mencintai dan dicintai oleh orang yang aku sayang. Bukan diperlakukan seperti ini." Suara Sena terdengar lemah dan tatapan wanita itu begitu mengiba dan memelas. Kedua mata Sena pun semakin tak henti mengeluarkan air mata hingga terlihat sangat menyedihkan. Memang Sena sangat-sangat menyedihkan sekali. Selain berantakan dan kotor seperti tak terurus. Sena juga terlihat seperti orang yang tidak waras. Padahal wanita itu masih bisa diajak berpikir. Hanya saja mungkin ada gangguan mental karena ambisi dan obsesi hingga merusak otak dan hati Sena. Penyakit hati memang sangat-sangat berbahaya bagi penderitanya. Maka dari itu dianjurkan menjadi manusia yang baik-baik saja. Tidak bisa diraih ya ikhlaskan. Bukan malah terus menginginkan hingga memicu perbuatan yang tercela. "Aku ingin bebas, Dito." "Aku sudah mengajakmu untuk berubah, Sena. Aku juga sudah menjanjikan untukmu bebas jika kamu mau berubah." Dito menarik nafas dalam dan se

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 186. Menurutlah

    Kedua insan yang tengah dimabuk cinta kini sama-sama terlena dengan gelombang cinta yang mereka buat. Hasilnya, tubuh gemetar hebat di kala pelepasan yang sangat melenakan. Gama cukup berhati-hati meskipun hal itu membuat Zoya geregetan sendiri. Namun keduanya sama-sama menikmati dan kini tengah terengah menikmati denyutan kecil yang membuat keduanya tersenyum senang. "Mas... " "Hhmm... Makasih Sayang." "Ya," kata Zoya. "Apa ada yang sakit? Bagaimana dengan anak kita? Dia baik-baik saja?" tanya Gama yang kemudian memiringkan tubuhnya untuk menjangkau Zoya. "Sepertinya sangat suka dikunjungi oleh Ayahnya," jawab Zoya dengan senyum tipis dan tangan mengusap rahang Gama. Wajahnya mungkin saat ini masih terlihat sangat seksi. Buktinya Gama mengecup tangannya hingga Zoya kemudian beralih pada tengkuk Zoya dan berbisik di sana. "Wajah kamu sangat menantang sekali, Sayang. Apa kamu tau jika setelah mengejang, kamu sangat seksi?" "Apa yang ada di dalam pikiranmu hanya

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 185. Firasat

    Di rumah besar keluarga Atmanegara, Bara terduduk menyesap kopi buatan sang istri. Diam terlihat banyak beban sampai di mana sang istri mendekati dan duduk di samping pria paruh baya itu. "Ada apa, Mas? Aku lihat kamu sedang banyak pikiran. Apa yang sedang mengganggu pikiranmu?" "Aku merindukan Sena. Apa kamu melihatnya saat ke rumah Gama?" Bara menoleh ke arah sang istri yang menggelengkan kepala. Terlihat Santi pun sangat merindukan Sena meskipun ada rasa sakit mengingat Sena pernah membangkang. "Lalu kemana?" "Katanya Sena belum pulang, masih seperti dulu, Sena akan mencari kesenangan sendiri tanpa memikirkan orang di sekitarnya. Aku kadang tidak enak hati dengan Gama, Mas." "Gama pasti sangat membandingkan Sena dan Zoya. Sementara Zoya masih rajin dan ikut membantu Gama di kantor. Sifatnya sangat jauh sekali dengan Sena." Terdengar Bara mendesah kasar mendengar penuturan dari sang istri. Diam keduanya sama-sama saling berpikir sampai dimana Bara memutuskan untuk

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 184. Sentuhan-sentuhan nakal

    "Mas kamu sungguh tidak ada malu! Aku nggak enak hati dengan Asisten Dito, tapi kamu malah sengaja banget. Lagian mau ngapain, Mas?" Sepertinya Zoya pura-pura tidak tau, padahal kalau sudah begini, mau apa lagi jika bukan bercinta tujuannya. Sayangnya wanita kadang suka sekali menutupi hanya untuk sebuah kejelasan. "Mau apa lagi jika bukan untuk mengeksekusi kamu, hhmm? Bersiaplah Sayang! Kamu sulit aku abaikan," kata Gama dengan langkah yang membawa mereka ke dalam kamar. Tak lupa Gama pun mengunci pintu kamar agar tidak ada yang menganggu kegiatan mereka. Namun Zoya mengalihkan inginnya Gama. Padahal niatnya hanya iseng, tidak taunya kepancing sampai ingin digemesin begini. Pria memang suka tidak tahanan. "Mas kamu nggak mau makan dulu? Mandi gitu? Gemesnya sama aku pending dulu! Jangan begini!" Namun Gama tidak bisa dinanti-nanti. Pria itu merebahkan tubuh Zoya ke ranjang yang menjadi media untuk bercinta. Ya, bercinta. Mau apa lagi? Gemasnya Gama tidak lagi bisa d

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 183. Digemesin

    Zoya menahan tawa kala Gama kembali menghubunginya. Bolak balik menelpon membuatnya geli sendiri. Ya ampun Mas suami kalau sedang tantrum begini banget. "Maaf Mas, aku sudah mengerjaimu. Lagian kamu bikin aku pengan usil. Hihihi.... " Gama menghubungi dengan nada dering yang malah membuatnya ingin menari. Iseng banget emang bumil satu ini. Ampun dech, minta dicipok depan belakang atas bawah. Tidak tau saja suaminya sudah menahan gemas. Andai tidak ada banyak pekerjaan, pasti Gama sudah meluncur pulang. "Loh Nyonya kok seneng banget kelihatannya. Malah joget-joget. Itu bukannya Tuan yang telepon, Nyonya?" "Iya, Bi. Biarin aja, dia lagi tantrum Bi. asyik buat digodain," jawab Zoya santai dan Bibi hanya menggelengkan kepala mendengar itu dan terkekeh melihat kelakuan bumil satu ini. "Duh, Nyonya. Telepon rumah berdering. Itu pasti Tuan yang menghubungi." "Biarkan saja, Bi." "Nanti kalau Tuan marah gimana, Nyonya?" "Nggak akan Bi. Udah Bibi tenang aja ya! Serahka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status