Share

3. Pernikahan yang gagal

"Astagfirullah, Vi. Kamu basah kuyup gini." Suara lembut sang ibu menggema di ruang tamu.

Diana dan Santia segera datang menghampiri Vitaloka. Diana mengambil alih plastik hitam yang berisi label yang dibeli. Lalu Santia memberikan handuk kering kepada Vitaloka. Kemudian, menuntun perempuan itu masuk lebih dalam lagi.

"Mandi dulu, gih. Biar enggak demam," kata Santia dengan lembut.

Vitaloka mengangguk, menaiki tangga agar bisa sampai di kamarnya. Pintu tertutup, dia membuka jaket di tubuhnya. Sorot mata Vitaloka terpaku pada jaket tersebut, wajah sanggar, rahang kokoh, sikap dewasa, serta tegas sangat kentara. Belum lagi wajahnya tampak seperti orang blasteran. Namun, sayang cara berpakaian laki-laki itu sama seperti berandal atau preman lebih tepatnya.

Setelah selesai mandi, Vitaloka memutuskan merebahkan diri di atas ranjang. Tangannya sibuk mengecek gawai, membaca chat random dari teman pekerjaannya. Entah apa yang sedang mereka bahas sampai beribu-ribu.

[Vi, kamu sudah tahu belum? Berita yang tengah menghangat di kantor kita?]

Pesan masuk dari Amelia mengambil fokus Vitaloka. Alisnya berkerut, tidak tahu menahu mengenai berita atau gosip hangat yang tengah viral di kantor. Selain bukan pekerjaan, Vitaloka sangat enggan untuk mencari tahu.

[Enggak, memangnya berita apa?]

Belum satu menit, Amelia sudah lebih dulu membalas. Membuat Vitaloka membuka link artikel yang dibagikan oleh perempuan itu. Selain satu sekolah bersama, dia dan Amelia satu pekerjaan bersama. Walaupun berbeda departemen.

Saat tengah asik membaca, tubuh Vitaloka sontak saja langsung bangun. Matanya membulat, menutup mulut yang terbuka karena terkejut. Berita yang mengejutkan sekaligus membuat jantung Vitaloka berdetak lebih cepat.

[Rajaswala Laksamana anak konglomerat asal Jakarta kini telah dinyatakan bebas setelah dipenjara selama 10 tahun]

Mata Vitaloka tertuju ke depan. Dia masih belum percaya dengan apa yang dibacanya tadi. Laki-laki yang menyampirkan dan memberikan jaket padanya merupakan seorang mantan narapidana. Vitaloka tidak membaca semua artikel tersebut, dia benar-benar takut karena telah menyinggung perasaan Rajaswala dengan mengatakan 'berandal'. Takut jika laki-laki itu menyimpan dendam.

Dering panggilan masuk membuyarkan lamunan Vitaloka. Segera dia mengangkat telepon tersebut dari Sebastian.

Senyum Vitaloka merekah mendengar suara sapaan dari sang calon suami. Meski masih ada yang mengganjal di hati mengenai foto yang tak sengaja dia temukan.

"Kamu tenang aja, Tian. Semua pilihan tempat pelaminan dan dekorasi sudah Ummi tetapkan sama Mama kamu. Kita hanya menunggu acara sakral itu tiba," ucap Vitaloka.

"Aku sudah enggak sabar, Vi. Setelah sekian lama kita jalin hubungan. Akhirnya bisa sampai ke jenjang yang lebih serius." Sebastian berujar dari seberang telepon sana.

Vitaloka mengangguk sekilas. "Oh ya. Aku boleh bertanya padamu satu hal?"

"Jika pertanyaanmu mudah maka akan kujawab," kata Sebastian.

"Ada di mana kamu setelah isya tadi?" Alis Vitaloka menyatu, menunggu jawaban dari Sebastian. Dia hanya ingin memastikan saja.

Matanya tidak salah melihat. Dia yakin bahwa mobil pajero yang dilihat di toko roti tadi ialah mobil Sebastian.

"Aku ada di perjalanan pulang, Vi." Nada bicaranya seperti tidak menyakinkan.

Vitaloka hanya mengiakan. Telepon mereka berlangsung lama. Kemudian, dimatikan oleh Sebastian karena harus berdiskusi mengenai siapa saja yang diundang di pernikahannya nanti.

Pernikahannya dengan Sebastian sebentar lagi tiba. Perasaan ganjal dan berbagai pikiran negatif kini bersarang di kepala. Rasa ragu menyelimuti benak. Benar-benar membuat Vitaloka pusing saja.

***

Pernikahan yang ditunggu-tunggu oleh Vitaloka malah menjadi mimpi buruk baginya. Gaun pengantin dengan desain sendiri kini malah dipakai oleh orang lain. Rasa sakit hati dan sesak menyelimuti benak.

Ramainya tetangga dan handai tolan pun masih hilir-mudik membantu menyajikan acara dan pangganan agar resepsi pernikahan kali ini berjalan dengan sempurna.

Seharusnya kemeriahan ini milik Vitaloka, tetapi kejadian lima hari yang lalu sebelum pernikahan dilaksana membuat tantanan pernikahan itu berubah seutuhnya.

"Aku sudah tidur sama Mas Sebastian, Teh. Bahkan kini sedang mengandung anaknya." Suara Nesya lirih terdengar. Bagaikan kilatan petir yang menggelegar.

Malu rasanya. Namun, Vitaloka tetap ikhlas saat mempelai laki-laki bersanding dengan adik bungsunya untuk mempertanggung jawabkan aib mereka.

Vitaloka tidak mau melihat Nesya menahan malu. Apalagi menderita kalau saja tidak ada laki-laki yang akan menikahinya. Dia merelakan sang calon suami untuk sang adik, meski hatinya retak tak terkunjung terbentuk lagi.

"Dek." Suara Teteh Ika mengejutkan Vitaloka yang sedang melamun di dalam kamar. Segera dia menyeka air mata yang membasahi pipi saat mendengar ijab qobul sudah terucap untuk Nesya. Seharusnya itu untuknya.

Vitaloka langsung menghabur ke dalam pelukan Ika. Menumpah tangis di dalam dekapan wanita itu. Ika mengerti perasaan hancur Vitaloka. Tangannya mengelus lembut punggung sang keponakan. Memberi semangat, bahwa tidak hanya Sebastian saja yang merupakan laki-laki di dunia ini.

"Kamu pasti bisa Vi melewati semua rasa sakit ini. Sebastian laki-laki brengsek. Dia tidak pantas untuk kamu," ucap Ika seraya menangkup wajah Vitaloka dengan sayang. Menghapus sisa air mata di wajah perempuan itu.

"Ayo, keluar. Ibumu dan Uwa menunggu di bawah."

Vitaloka menggeleng pelan. Dia belum siap mendengar berbagai bisikan pedas dari mulut tetangga. Apalagi saat mengetahui bahwa pengantinnya berbeda.

"Hei, bukankah kamu yang sering bilang, jangan dengarkan omongan orang lain apabila ingin terus melangkah maju. Tutup telinga dan fokuskan ke depan. Bukankah itu perkataanmu dulu? Teteh yakin kamu bisa masa bodoh dengan perkataan mereka." Ika mencoba menasihati. Dia khawatir kalau Vitaloka tetap berada di dalam kamar. Takut kalau perempuan itu berbuat nekat atau mengurung diri berhari-hari yang menyebabkan dirinya depresi.

Dengan sekali tarikan napas. Akhirnya Vitaloka mengangguk mengiakan ajakan Ika. Ika menuntun Vitaloka menuruni anak tangga. Dada Vitaloka bergemuruh hebat melihat betapa banyaknya tamu yang berkumpul.

Vitaloka menyelipkan anak rambut ke beakang telinga. Merasa risi ketika di tangga terakhir, tatapan para tamu kini tertuju padanya.

"Kasihan, ya. Seharusnya dia yang nikah. Eh, malah diloncatin sama adik sendiri."

"Kayaknya pembawa sial, deh. Dia selalu gagal kalau soal hubungan percintaan."

"Kasihan jadi perawan tua lagi."

Sungguh, hati Vitaloka kembali tercabik mendengar berbagai hinaan tersebut. Sadar dengan perubahan dan rasa tak nyaman Vitaloka, segera Ika menuntun Vitaloka ke meja di mana kerabat mereka berkumpul.

"Sayang, kamu pasti kuat." Seorang wanita paruh baya dengan gamis dan hijab besarnya memeluk Vitaloka dengan erat.

Vitaloka hanya mengulas senyum tipis memandang sang kakak dari ayahnya sendiri. Yusuf---sang ayah yang berdiri di samping Maria memeluk erat tubuh putri pertamanya. Tangis Vitaloka pecah, dia mencoba menahannya kembali.

Malu rasanya dilihat oleh para tamu undangan. Tatapan Vitaloka tertuju pada podium pelaminan. Di mana Sebastian tengah berdiri bersanding dengan Nesya. Sang ibu dan mertuanya pun ada di sana.

"Sekarang kamu ucapkan selamat untuk mereka. Kuatkan hati kamu," ucap Diana membisikkan kalimat itu pada Vitaloka.

Vitaloka mengangguk. Hatinya sudah mantap. Dia berjalan menuju pelaminan bersama Ika. Tepat di hadapan Nesya, senyum lebar terbingkai di wajah Vitaloka.

"Selamat, ya, Nes. Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah, wawadah, warahmah." Vitaloka mengucapkan dengan lancar. Senyum lebar masih terbingkai.

Nesya memeluk Vitaloka dengan erat. Mengucapkan maaf berulang kali di dekat telinga sang kakak. Lalu kini tinggal Vitaloka berhadapan dengan Sebastian. Senyum masih terbingkai di wajah, seakan-akan semuanya baik-baik saja.

"Selamat, ya. Jangan lupa jagain adikku."

Buru-buru Vitaloka turun dari podium pelaminan menuju prasmanan. Sungguh, hatinya terasa sakit bila bertatapan dengan terus dengan Sebastian.

"Aku ikhlas, Ya Tuhan."

"Memang begitu seharusnya, Vitaloka!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status