Share

Bab 4

Bab 4

Lebih baik aku ke rumah Mas Reno saja, memberikan informasi ini, bahwa istrinya ada main dengan suamiku. 

Akhirnya aku suruh taksi online untuk kembali ke lokasi penjemputan. Ya, aku akan labrak istrinya Mas Reno nanti. Begitu juga dengan Mas Taka, jika ia pulang nanti, akan kumarahi abis-abisan di rumah. Sudah lama mulut ini tidak memberikan ceramah panjang padanya.

Aku duduk bersandar sambil melipat kedua tangan. Teringat masa-masa bersama Mas Taka, ia orang yang sabar, tidak pernah neko-neko, tiap kali aku memarahinya, pasti ia hanya diam, justru malah berbalik memelukku. Namun, bayang-bayang nama Amira kini tersemat di hatiku, otak ini tak berhenti berprasangka buruk padanya. 

Setibanya di rumah Mas Reno, aku pun segera masuk, khawatir ada tetangga depan atau samping yang melihat kedatanganku.

Aku ketuk pintunya, kulihat Mas Reno sedang menggiling pakaian di mesin cuci, ternyata ia rajin sekali di rumah, melakukan aktivitas wanita saja ia tidak malu.

"Kok kamu ke sini?" tanya Mas Reno sambil menarik lenganku, kemudian menutup pintunya dengan cepat.

"Aku ke sini mau bicara sesuatu," ucapku sambil melipat kedua tangan, sedangkan Mas Reno sibuk membuka bajunya yang terlihat basah. "Pakai baju sana! Ada aku malah buka baju, nanti aku kepengen gimana?" ejekku membuat Mas Reno justru menarik lenganku ke sofa hingga jatuh di pangkuannya. 

Jantungku berdetak kencang sekali, pesonanya mulai menggoda lagi. Namun, kali ini aku masih ingat dan sadar bahwa tujuanku saat ini justru membicarakan istrinya.

"Kok malah menghindar?" tanyanya di saat aku turun dari pangkuannya.

"Aku ke sini mau kasih tahu kamu, bahwa Amira ada hubungan gelap dengan Mas Taka," ujarku membuat Mas Reno tertawa lepas.

"Nggak mungkin, Amira itu istri penurut, dia nggak neko-neko, Amira sangat mencintaiku, buktinya aku nganggur sebulan ini saja ia tidak mempermasalahkan hal itu," sanggahnya membuatku sedikit cemburu. Ia memuji Amira di hadapanku, sedangkan aku adalah wanita yang pernah tidur dengannya juga.

"Kan ada video juga ia sedang duduk berdua," timpalku.

"Duduk doang, itu nggak masalah, dia nggak mungkin melakukan itu," sanggahnya lagi.

Aku menggelengkan kepala, lalu duduk kembali di sebelahnya.

"Kamu puji-puji Amira di hadapanku, Mas. Berati selama ini aku hanya jadi pelampiasanmu? Hah!" sungutku di hadapannya persis. 

"Nggak begitu juga, maksud aku tuh, kalau kamu nilai istriku mau dengan suamimu, itu salah. Amira tidak akan berbuat kotor seperti itu, ia wanita karir, ettitude nya sangat baik, sebelum berangkat kerja ia membuat sarapan layaknya seorang istri, jadi sepertinya kamu salah," timpal Mas Reno masih memuji Amira. Kali ini aku benar-benar emosi, kenapa ia bandingkan aku dengan Amira?

"Kenapa kamu bandingkan aku dengan dia, Mas? Bukankah kamu menikmati saat bersamaku?" tanyaku memastikan. Sembarangan saja mulutnya membandingkan aku dengan Amira.

"Buktikan kalau memang kamu lebih baik dari Amira, ayolah Sayang, aku sudah buka baju nih," ajaknya. 

Benar-benar Mas Reno menantangku, tujuan awal mau melaporkan Amira dan Mas Taka, justru sekarang aku terjebak dengan rayuannya.

Perasaanku saat melihat ketampanannya memang tidak bisa diajak kompromi, akhirnya aku dan Mas Reno malah bermesraan lagi di rumahnya. Hingga aku terbuai dalam dekapannya.

Waktu sudah hampir sore, sudah beberapa jam aku berada di rumah Amira. Mas Reno mengintip jendela supaya aku bisa keluar dari rumah ini. Namun, ibu-ibu sedang kumpul di depan rumah Mas Reno sambil menyuapi anak-anak mereka.

"Aku nggak mungkin keluar, malah sudah sore gini," bisikku pelan.

"Iya, di sini aja dulu, lagian Taka kan ke luar kota," celetuknya membuatku teringat apa yang dikatakan orang kantor tadi.

"Mas, kan tadi aku ke sini karena tahu dari orang kantor bahwa suamiku tidak ada jadwal ke luar kota hari ini, justru ia meeting dengan PT. Jaya Kosmetik, tempat istrimu bekerja," jelasku dengan suara pelan. Sebab, khawatir tetangga dengar.

 "Kenapa kamu nggak bilang dari tadi?" tanya Mas Reno balik.

"Tadi sudah mau bilang, tapi kamu tuh yang malah ngajakin," timpalku gemas. 

Kemudian, Mas Reno melihat ke arah jadwal istrinya. Lalu sambil menghela napas, ia menepuk keningnya.

"Ternyata Amira tuh ke luar kota bulan depan, aku salah lihat bulan," tuturnya membuatku kesal.

"Lalu suamiku? Kenapa ia pamit ke luar kota?" Pertanyaan yang kulontarkan membuat bola mata Mas Reno berputar.

Kemudian, aku coba hubungi Mas Taka sekali lagi. Namun, ponselnya masih tidak aktif. Begitu juga dengan Mas Reno, ia melakukan hal yang sama sepertiku, menghubungi Amira, tapi hasilnya juga sama.

"Berati kita selingkuh, malah dibalas selingkuh?" tanya Mas Reno membuatku merengut.

"Kita nggak selingkuh, aku hanya nyaman di dekat kamu, untuk masa depan, aku tetap ingin bersama Mas Taka," sanggahku. Ya, aku memang salah telah bermain api, tapi aku tidak rela jika Mas Taka menduakanku, apalagi dengan Amira, beda jauh kelasnya, aku cantik dan modis, makanya Mas Reno pun mengejarku, yang jelas-jelas stri orang.

Mas Reno menarik pergelangan tanganku. "Kamu pikir, aku menggodamu karena cinta? Nggak! Aku hanya ingin memuaskan n*fsuku saja," celetuknya membuatku marah.

"Kamu ...." Ucapanku terhenti karena dengar suara berisik di depan. Mas Reno pun segera mengintipnya, kulihat matanya membulat dan tubuhnya terlihat kaku ketika melihat ke arah luar. Kemudian, ia menghampiriku dan menarik pergelangan tangan ini.

"Kenapa, Mas? Di depan ada apa? Ada tamu, ya?" tanyaku padanya yang terlihat panik dan sontak menyeretku setelah melihat ke depan.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status