Share

Bab 6

Bab 6

Mas Reno memegang kalungku yang tidak sengaja terjatuh dengan tangan terlihat bergetar. Pasti ia bingung harus jawab apa. Sementara mertuanya tampak menyecarnya dengan mata penuh menyoroti wajah menantunya.

"Mah, ini kalung untuk Amira, aku mau kasih ia surprise, tapi kelihatannya tadi jatuh, aku lupa," jawab Mas Reno membuatku menghela napas lega. Akhirnya, aku selamat. Kulihat mulut mertuanya sedikit bulat membentuk huruf O seraya ia percaya dengan apa yang menjadi alibi Mas Reno.

"Oh, gitu. Ya sudah Mama pulang dulu, itu belanjaan Amira taro di kulkas, Mama pulang, ya, sopir sudah nunggu," ucapnya sambil melambaikan tangan.

Kuperhatikan wanita tua itu hingga tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Setelah itu, barulah aku keluar menghampiri Mas Reno kembali. Sepatu high heels membuatku agak sedikit kesulitan melangkah dengan cepat.

"Huft." Mas Reno tampak mendengus kasar seraya lega atas kepergian mertuanya. Aku tahu pasti tadi ia sangat tegang menghadapi mertuanya.

"Sudah aman, Mas. Aku pulang saja ya," ucapku sambil meraih kalung yang tadi mertuanya temukan. Ini akibat ulah Mas Reno yang sangat liar, kalung putus pun tidak terasa.

"Tunggu sebentar, aku curiga Amira tahu perselingkuhan kita, buktinya tetangga saja sudah pada tahu, ia kan ikut grup di RT sini." Mas Reno memikirkan juga apa yang telah tetangganya ucapkan.

"Ah sudahlah, aku tidak mau urusin itu, yang penting sekarang aku mau pulang, jantungan kelamaan di sini, tiap kali ada yang datang harus cari tempat sembunyi," tuturku sembari tangan ini meraih tas yang kubawa. Lalu segera aku kecup pipi dan juga bibir laki-laki tampan yang ada di hadapanku.

Tanganku ditariknya, lalu berbisik. "Hati-hati ya, jangan sampai ketahuan tetangga," bisiknya. Aku pun tersenyum mengembang mendengar pesan yang ia lontarkan barusan.

Sebenarnya aku tinggal di Cluster ini sudah cukup lama. Namun, belum pernah bertetangga, kenal sama Mas Reno pun karena sering dengar para ABG membicarakannya ketika sedang berada di taman yang ada di dekat rumah.

Aku keluar dari rumah Mas Reno mengendap-endap seperti maling. Kutengok sudah sepi tak ada orang yang nongkrong di sudut manapun. Mungkin karena mau Maghrib jadi mereka pulang untuk mempersiapkan ibadahnya.

Ditutupnya pintu alternatif, buatku sangat melelahkan, ketika rumah di belakang tapi harus putar melewati gang sebelah. Namun, lelahku berubah panik ketika melihat mobil Mas Taka terparkir di pelataran rumah.

Aku menghela napas panjang, bersiap menemui suamiku. Ya, aku akan melabraknya yang telah membohongi istrinya.

Ketika aku hendak masuk, terdengar suara rayuan Mas Taka di dalam. Astaga, ia bicara dengan siapa di dalam?

"Kamu adalah wanita yang sangat kucintai, Sayang," ucapnya kedengaran mesra. Rasanya aku benar-benar marah pada Mas Taka, tanpa berpikir panjang, aku buka pintu dan melihat Mas Taka sedang membelai rambut wanita dari belakang yang sedang duduk.

"Mas," sapaku pelan. Ia tidak menoleh, Mas Taka sibuk menyisir rambut wanita yang duduk di depannya membelakangi tubuh suamiku.

Langkahku semakin cepat, karena penasaran siapa wanita yang membuat suamiku jadi tuli seketika.

"Mas," sapaku sekali lagi sambil colek punggungnya. Ia pun menoleh dan berteriak. "Surprise!" Ternyata patung manekin yang ada di depannya.

Aku terkejut, ia memberikan aku surprise seperti itu untuk apa? Lagi pula aku kan nggak ulang tahun?

"Ini patung manekin untuk apa?" tanyaku menyelidik. Mas Taka bertingkah aneh segala membeli patung wanita yang dari belakang mirip dengan Amira.

"Aku ingin mengejutkan kamu, Diana, sudah lama tidak melihatmu marah, dari pada aku buat dosa dengan membawa wanita ke rumah ini, lebih baik aku bawa patung saja."

Deg! Aku langsung merasa tersindir atas ucapan yang ia katakan. Persis dengan chat candaan aku dan Mas Reno kemarin. Apa Mas Taka melakukan hal ini karena dengar gosip dari tetangga?

"Kamu nggak ke luar kota, Mas? Jadi kamu sengaja bohongi aku untuk apa?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Ini jalan satu-satunya agar ia tidak termakan gosip yang sudah tersebar.

"Siapa yang bohong, aku hanya salah jadwal, ternyata tadi meeting bersama Amira," ucapnya enteng.

"Oh ya, apa tadi kamu yang kirim lingerie merah?" tanyaku lagi.

"Ya, itu dari aku, bagus nggak?" tanyanya sembari meletakkan patung itu di pojokan.

"Aku belum coba, tapi tadi ada flashdisk juga di dalamnya, dan isinya kamu dan Amira duduk mesra." Mata Mas Taka menyorotiku tajam. Lalu ia tertawa lepas seraya mengejekku.

Mas Taka tepuk tangan, lalu ia berdiri dan melepaskan jas biru yang ia kenakan. Setelah itu, ia melepaskan dasinya, dan perlahan kemejanya pun dibuka olehnya.

"Mas kamu mau mandi?" tanyaku agak sedikit takut. Sebab, ia mulai melepaskan ikat pinggang yang ia kenakan. Lalu mengurutkan di tangannya seraya ingin memecut menggunakan ikat pinggang. Astaga, apa Mas Taka ingin bertindak kasar terhadapku?

"Mas, ampun. Kamu mau berbuat apa padaku, Mas?" Aku benar-benar ketakutan. "Tolong buang ikat pinggang itu, kalau kena tubuhku yang indah ini, nanti memar, Mas," lirihku seraya memohon. Namun, ia terus mendekat sambil membawa ikat pinggang berwarna hitam pekat dan tebal sekitar dua centi. Jangan-jangan ia ingin melucuti tubuhku ini dengan ikat pinggang karena gosip yang disebar tetangga. 

"Mas, kamu mau apa? Jangan-jangan ada gosip yang kamu telan mentah-mentah, ya?" Aku terus membela dirinya. Namun, matanya membulat tak berkedip. Saat ini jarak kami hanya setengah meter. Ia tampak sangat marah jika dilihat dari tatapannya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status