Share

Awas Nanti Jatuh Cinta

Kenshi berdecak kesal, berkali-kali teleponnya ditolak Rinai. Sejak sore kemarin wanita itu bersikap aneh, dia lebih banyak diam dan membuang wajah setiap kali bersitatap dengannya, membuatnya urung untuk menggoda wanita tersebut. Hari ini pun sama, Rinai meminta izin untuk keluar seharian. Dia beralasan ingin menemui keluarganya. Kenshi penasaran, apa wanita itu berkata jujur atau tidak. Meski belum terlalu lama mengenal Rinai, tapi pria tersebut mampu mengenali bahasa tubuh seseorang dan dia tahu si wanita berbohong. Oleh karena itu Kenshi menghubungi seseorang untuk mengawasi Rinai. Dia tak mengerti mengapa wanita itu menarik perhatiannya.

Saat Kenshi ingin menghubungi orang suruhannya, sebuah taksi berhenti tepat di depan rumahnya. Dari jendela kamarnya, pria itu bisa melihat sosok Rinai keluar dari sana. Wanita itu berjalan dengan cepat sambil menunduk. Kenshi bisa merasakan sesuatu yang tidak beres sedang menimpa sang wanita. Setelah sosok Rinai hilang dari pandangan, sang pria menggerakkan jarinya kembali di atas layar ponsel, lalu menempelkan benda tersebut ke daun telinga. Tak berapa lama, seseorang menjawab panggilan tersebut.

"Gimana?"

"Wanita itu bertemu seorang pria di restoran. Sepertinya mereka punya masalah serius, sampai si pria mengejar keluar restoran."

"Kamu dengar mereka ngomong apa?"

"Maaf, enggak Pak. Jarak saya cukup jauh, tapi saya sempat memotret keduanya."

"Kirimkan padaku." Kenshi menghela napas perlahan, otaknya tengah berkecamuk menerka siapa pria yang ditemui Rinai dan apa hubungan keduanya. Apa pun itu, pasti si pria bukan orang baik karena telah membuat seorang wanita menangis.

*

Rinai terbangun ketika ketukan pintu terdengar semakin keras dan berulang. Dia menggosok matanya yang terasa perih, lalu menatap langit-langit kamar. Setelah menemui Reinart tadi siang, Rinai pulang sambil menahan tangis. Dia masih berusaha tegar menerima semua perlakuan sang pria. Namun, dia tetaplah seorang wanita. Tangis itu pecah saat dia sendirian.

Rinai tidak menyesali pernikahan atau perpisahan dengan Reinart, karena dia tahu segala sesuatu pasti akan berakhir. Entah melalui hati yang beralih maupun oleh takdir kematian. Yang dia sesali adalah cara pria tersebut. Reinart tahu jika dia melukai hati Rinai dengan pengkhianatan, bukannya terlihat menyesal pria itu malah meminta Rinai untuk memperbaiki hubungannya dengan Amanda. Rinai tak habis pikir, apa Reinart sudah tak waras?

"Rin! Kalau kamu enggak keluar juga, aku dobrak pintunya."

Rinai mengembuskan napas kasar saat mendengar suara Kenshi di luar kamarnya. Saat ini wanita tersebut sedang malas meladeni pria tersebut. Dia takut kesabarannya hilang karena dia tahu sifat Kenshi.

"Aku hitung sampe sepuluh. Kalau enggak keluar beneran kudobrak!"

Rinai menekan wajahnya dengan kedua telapak tangan. Lalu berjalan untuk membuka pintu kamar. Dia memilih mengalah karena tahu pria tengil di luar sana tak akan menyerah mengganggunya.

"Ada apa? Bukankah hari ini aku udah izin sama Buk Kusuma?" ujar Rinai setelah pintu terbuka, matanya segera menangkap sosok Kenshi yang tepat berada di depan pintu kamarnya.

"Napa kamu enggak izin sama aku? Aku, lho, yang harus kamu perhatiin. Jadi, kalau izinnya juga sama aku." Kenshi membalas ucapan Rinai seraya bersedekap. Dia juga melihat mata sang wanita bengkak, bisa dipastikan karena menangis.

Rinai melengos. Ini yang membuat dia tak bersemangat berhadapan dengan Kenshi sekarang. Suasana hatinya sedang tidak stabil, dia takut Kenshi bercanda keterlaluan dan dia kelepasan bicara. Apalagi Rinai tipe yang suka mengeluarkan isi hatinya tanpa berpikir terlebih dahulu.

"Aku minta maaf. Lain kali aku izin sama kamu," jawab Rinai dengan raut dingin.

"Enggak bisa seenaknya gitu. Salah trus minta maaf. Enak banget."

Rinai memejamkan mata sesaat, lalu menganjur napas dalam dan panjang. "Lalu kamu mau aku kek gimana?"

"Temenin aku jalan-jalan ke taman. Kemarin kamu nawarin, kan?"

"Aku lagi enggak enak badan," tolak Rinai.

"Badan atau hatimu yang lagi enggak enak?" todong Kenshi tanpa basa-basi,  membuat muka Rinai memerah.

"Maksud kamu apa, sih? Aku beneran enggak enak badan. Pusing."

"Yodah, kita ke dokter, ya?" Suara Kenshi berubah lembut, membuat mata Rinai memusatkan pandangannya ke wajah pria tersebut.

"Enggak usah, aku cuma butuh tidur," tolak Rinai masih tak percaya Kenshi berkata selembut itu padanya. Otak wanita itu mencari-cari, hal iseng apalagi yang akan dilakukan pria tersebut. Tetapi, melihat sorot mata Kenshi membuatnya harus menyingkirkan asumsinya itu.

"Rinai." Kenshi menggerakkan kursi rodanya lebih dekat pada Rinai. "Yang kamu butuhkan itu teman ngobrol. Tempat tidur, bantal, atau selimut enggak bakal bisa bantu. Aku juga butuh teman. Jadi, kenapa kita enggak saling bantu?"

Rinai tertegun mendengar rangkaian kalimat yang keluar dari bibir Kenshi.  Suaranya terdengar tulus, perlahan ada rasa hangat menjalari hati Rinai, membuat wanita tersebut menganggukkan kepalanya.

*

"Kalau aku jadi kamu, aku akan maki-maki mantan suami kamu. Trus labrak selingkuhannya, biar rame. Nanti sekalian viral di sosmed."

"Apaan, sih, kamu! Anarkis banget." Rinai menepuk bahu Kenshi ketika mendengar celutukan pria itu, sekaligus tertawa melihat ekspresinya.

"Lah, iya. Kamu itu sabar banget. Lagian seganteng apa, sih, mantan suamimu itu? Sampai mau buang berlian dan mungut pecahan kaca?"

"Mungkin karna aku ini berlian imitasi jadi enggak ada harganya di mata dia." Suara Rinai terdengar serak. Mau tidak mau semua ucapan Reinart kembali terngiang di gendang telinganya.

"Jangan nilai diri sendiri rendah. Walau aku enggak liat cewek pelakor itu kek apa, tetap aku milih kamu. Kamu itu istimewa, Rinai."

Rinai bergeming mendengar kata-kata Kenshi hingga tak bisa memalingkan wajahnya, membuat kedua iris mereka bertemu. Cukup lama keduanya terdiam, ditemani silir angin sore yang membuat udara terasa sangat sejuk.

"Kamu sedang modusin aku, ya?" Rinai tertawa kecil untuk mencairkan suasana yang mulai terasa canggung.

"Enggak, aku ngomong apa adanya. Rinai." Kenshi meraih tangan wanita tersebut dan menggenggamnya, "kurasa kita saling membutuhkan. Aku butuh seseorang untuk menyemangati, sedangkan kamu butuh seseorang yang bisa menghibur dan ngobatin luka kamu."

"Maksud kamu apa?" tanya Rinai sambil menarik tangannya, tetapi ditahan oleh Kenshi.

"Kenapa kita enggak coba bersama. Mungkin saja nanti kita bisa saling jatuh cinta dan bahagia."

Rinai tertawa kecil mendengar permintaan Kenshi. Menurutnya pria itu sudah tidak waras. Bagaimana sebuah hubungan dimulai dengan coba-coba. "Maaf, aku enggak bisa. Bagaimana jika suatu hari nanti kamu jatuh cinta benaran sama aku? Mau patah hati?"

Kenshi ikut tertawa. "Gimana kalau yang terjadi sebaliknya. Kamu yang jatuh cinta sama aku? Bagaimana kalau kita sama-sama jatuh cinta dan jodoh?" ujar Kenshi ringan sambil tersenyum dan mencuri cubitan kecil di pipi mulus Rinai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status