Beranda / Romansa / RInai (Cinta Tak Sesakit Ini) / Sandiwara yang Sempurna

Share

Sandiwara yang Sempurna

Penulis: Maheera
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-14 20:10:34

Rinai masih tak percaya dia menyetujui permintaan Kenshi. Apa rasa kecewa pada Reinart membuat otaknya juga tak bisa berpikir logis. Bagaimana dia bisa menjalin hubungan dengan seseorang yang baru dikenal dalam hitungan hari. Bahkan, dia tak tahu siapa nama lengkap pria tersebut. Sebenarnya dia buta tentang Kenshi. Bagaimana karakter dan masa lalu pria itu.

Wanita berambut panjang bergelombang itu memperhatikan Kenshi yang sedang tertidur. Pria itu baru saja terlelap setelah meminum obat dan dipijat kakinya oleh Rinai. Dia bilang, pijatan sang wanita merilekskan kondisi tubuhnya. Entah benar atau tidak, tapi Kenshi benar-benar tertidur. Rinai bangkit dari pembaringan, gerakannya sangat pelan seolah-olah takut mengganggu tidur si pria.

Setelah menyelimuti Kenshi, Rinai masih sempat memperhatikan wajah pria tersebut. Saat tidur Kenshi terlihat seperti bocah. Raut wajahnya begitu tenang, tak terlihat gundah yang terkadang ditangkap mata Rinai. Deru napasnya pun sangat tenang dan entah mengapa si wanita merasa sangat tenang hanya dengan melihat pemandangan itu. Sangat pelan langkah Rinai keluar dari kamar yang didominasi warna putih itu. Begitu membuka pintu, dia sedikit terkejut melihat seorang wanita sedang berdiri di depan kamar Kenshi.

"Kamu siapa?" tanya wanita itu dengan tatapan menyelidik ke arah Rinai.

"Aku Rinai, perawat Kenshi."

"Perawat?" Wanita tersebut menaikan alisnya, "Sepertinya baru, ya?"

Rinai tersenyum, dia menutup pintu kamar setelah melirik ke arah sesaat. "Iya, baru dua minggu. Maaf, Anda mau bertemu Kenshi?"

"Tadinya iya, tapi sepertinya dia sedang istirahat. Nanti saja."

Rinai hanya menggangguk saat wanita itu berlalu begitu saja. Dia lebih memilih ke kamar untuk beristirahat. Dia tidak tahu hal apa yang akan dilakukan Kenshi nanti, yang pasti dia akan menyiapkan tenaga ekstra karena berurusan dengan pria itu seperti mengasuh bayi besar saja.

*

Kenshi kembali memicingkan mata ketika cahaya matahari menyentuh irisnya. Sepertinya Rinai sengaja membuka gorden pelapis agar cahaya masuk ke dalam kamarnya melalui kisi-kisi jendela.

"Udah siang, Ken. Sepertinya perawat barumu lupa membangunkanmu."

Kenshi menoleh dan mendapati Nailah sedang duduk di sofa tepat di sebelah pembaringan.

"Kamu? Sejak kapan di sini? Trus Rinai mana?"

"Oo, jadi namanya Rinai? Cantik juga, ya," goda wanita yang bernama Nailah tersebut.

"Kamu belum jawab pertanyaanku."

Nailah tertawa kecil hingga memperlihatkan barisan giginya yang rapi persis biji mentimun. "Baru aja. Aku datang sekitar dua jam yang lalu. Ngobrol sama Mama, trus naik ke kamarmu."

Kenshi terdiam sesaat. Dia menikmati tawa dan raut bahagia yang terpancar dari bibir Nailah. Cukup lama dia tak melihat senyum favoritnya, senyum yang dulu selalu jadi penyemangatnya. Tapi, bersamaan dengan itu bayangan Riyad melintas, membuat Kenshi memalingkan wajah dengan cepat. Dia sadar tak seharusnya mengagumi berlebihan, tetapi hati tak bisa secepat itu melupakan.

"Tumben kamu ke sini? Ngga kerja?" Kenshi berusaha berbasa-basi karena keadaan terasa mulai canggung.

"Kerja, tapi tadi udah ijin. Mas Riyad bilang kamu udah mendingan. Mau balik terapi. Aku senang kamu udah punya usaha untuk sembuh."

"Makasih," jawab Kenshi singkat.

Nailah hanya menanggapi ucapan Kenshi dengan senyum canggung. Entahlah, dulu mereka sahabat dekat. Ke mana-mana selalu berdua. Bukan Nailah tak menyadari perasaan Kenshi padanya, hanya saja dia takut salah meletakan hati dan merusak persahabatan keduanya. Apalagi sejak mengenal Riyad, pria itu sangat tampan dengan perawakan tinggi dan kemapanannya. Gayung bersambut, Riyad pun memiliki ketertarikan kepada sang wanita hingga keduanya sering bertemu di belakang Kenshi.

Seharusnya tak ada rasa bersalah di hati Nailah. Namun, entah mengapa setelah Kenshi mengalami kecelakaan dan divonis tidak bisa berjalan untuk waktu yang tak bisa ditentukan, wanita tersebut menyesal. Harusnya dia bisa mempertegas hubungan mereka sejak awal hingga sang sahabat tak perlu duduk di kursi roda. Bukannya sok percaya diri, tapi dia yakin kecelakaan yang dialami sang pria karena frustasi dengan pernikahannya dengan Riyad.

Perhatian keduanya teralihkan ketika pintu terbuka dari luar. Sosok Rinai terlihat hendak masuk, tetapi ketika melihat ada wanita lain di kamar Kenshi, si wanita menahan langkahnya.

"Masuk aja, aku butuh bantuanmu, Sayang," pinta Kenshi dengan senyum manis.

Bukannya masuk, Rinai malah melebarkan kelopak matanya. Wanita itu merasa harus memastikan pendengarannya. Sayang?! Sejak kapan pria tengil itu memanggilnya semesra itu. Lagipula keduanya baru membuat kesepakatan, itu pun belum seratus persen. Apalagi ada orang lain. Rinai merasakan panas merambati pipinya.

"Malah bengong, sini masuk," perintah Kenshi lagi.

Dengan langkah pelan dan canggung karena diikuti sorot mata wanita yang ada di kamar Kenshi, Rinai berjalan menunduk. Rasanya tatapan si wanita hendak mengulitinya. Pasti wanita itu mengira dia adalah penggoda tuannya sendiri. Seperti drama dari negeri Lee Min Ho, di mana pria kaya jatuh cinta dengan gadis miskin. Rinai tanpa sadar menggelengkan kepala membayangkan jika konfliknya nanti juga sama seperti drama tersebut.

"Napa, sih, jalannya nunduk gitu," tegur Kenshi lembut begitu Rinai sampai di hadapan.

"Emm, enggak papa. Kamu butuh sesuatu? Biar aku ambilin."

"Aku ngga butuh apa-apa kalau cinta kamu udah buat aku." Kenshi menaik-turunkan alisnya sambil memasang senyum termanis, membuat dada Rinai mengalirkan gelatar halus ke dinding hati.

"Jangan gombal! Sepertinya kamu harus mandi, biar waras," gerutu Rinai.

Melihat reaksi sang wanita, Kenshi semakin gemas hingga berani menghadiahkan satu cubitan pelan ke pipi si wanita. Namun, sebelum sampai Rinai menepis tangan sang pria. Tapi, bukan Kenshi namanya jika tak bisa mengerjai Rinai. Ditepis tangan kanan, malah tangan kiri yang bereaksi.

Nailah hanya diam menonton interaksi keduanya. Terlihat Kenshi sangat bahagia bersama wanita yang bernama Rinai tersebut. Tawa sang pria selepas biasa sebelum kecelakaan itu terjadi. Apakah itu artinya Kenshi sudah tidak lagi menaruh rasa padanya? Meski ada kelegaan mengalir ke rongga dada, tak dipungkiri ada sedikit nyeri menggores. Ternyata dia bukan lagi matahari Kenshi, bukan lagi awan yang meneduhkan, apalagi air yang menyejukkan.

"Emm, Ken, aku pulang dulu. Takut kemalaman di rumah." Nailah yang merasa canggung melihat interaksi sepasang anak manusia itu segera pamit.

"Eh, iya. Maaf, aku kalau ada dia suka lupa." Kenshi menggenggam tangan Rinai sambil tersenyum. "Rin, kenalin ini Nailah. Nai, kenalin ini Rinai. Dia perawat sekaligus calon istriku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • RInai (Cinta Tak Sesakit Ini)   Dan Akhirnya

    Sebuah Villa berdiri sangat kokoh di daerah perbukitan. Satu-satunya bangunan yang berada di tengah-tengah perkebunan teh itu terlihat sangat mencolok, baik dari bentuk maupun catnya. Bangunan yang lebih mirip sebuah kastil di abad pertengahan tersebut milik Kenshi. Tanah itu sengaja dia beli setahun yang lalu saat berkunjung ke rumah Nailah. Tanah itu dia bangun dalam waktu enam bulan, sambil menanam harapan kelak tempat tersebut akan menjadi tempat liburan bersama Rinai dan anak-anak mereka.Kenshi percaya jika kata-kata memiliki kekuatan magis. Oleh karena itu dia selalu mengucapkan semua keinginannya setiap saat. Dia yakin semua ucapannya akan menjadi kenyataan suatu hari nanti. Penantian dan semua harapan pria tersebut dikabulkan Sang Mahakuasa, bangunan megah yang berdiri di atas tanah seluas dua hektar tersebut, kini dipenuhi kendaraan roda empat. Mereka hadir untuk menjadi saksi pernikahan Rinai dan Kenshi. Setelah drama percintaan yang panjang, akhirnya sang wanita menerima l

  • RInai (Cinta Tak Sesakit Ini)   Will You Marry Me?

    Rinai bergegas mengayuh sepedanya. Mujur, hujan semalam sudah berhenti sejak subuh, meninggalkan jejak basah di jalanan dan genangan air di lubang-lubang yang berlumpur. Andai saja semalam dia tak tidur larut malam, mungkin tak akan terlambat mengantar kepergian Ayu menuju tempat kuliahnya.Gadis itu memberi kabar bahwa dia diterima di universitas yang direkomendasikan Rinai. Wanita tersebut memenuhi janjinya membayar uang pangkal masuk ke universitas itu dan berjanji sesekali akan mengunjungi Ayu nanti."Mbak Rinai!" Ayu berseru begitu melihat kedatangan Rinai, dia menyongsong seraya tersenyum melihat Rinai memarkirkan sepedanya. "Aku pikir Mbak enggak jadi datang."Rinai tersenyum, dia memperbaiki anak rambut yang dimainkan semilir angin. "Jadi dong. Mbak enggak akan lewatkan kesempatan ngantar kamu, meski cuma sampai terminal ini.""Makasih, ya, Mbak. Kalau enggak ada Mbak, enggak mungkin Ayu bisa kuliah di tempat sebagus itu." Lirih Ayu, di menggenggam tangan Rinai erat dan menata

  • RInai (Cinta Tak Sesakit Ini)   Masih Adakah Cinta Itu?

    Rinai menunduk melihat jemarinya yang terjalin erat di atas pangkuan. Sesekali melihat ke depan, di mana dua orang pria beda usia sedang bercengkerama, mereka ayah dan anak yang sedang bermain di taman rumah sakit. Sang ayah yang memiliki profil wajah bukan keturunan Indonesia murni itu, sedang berlari-lari kecil dikejar putranya yang masih berumur satu tahun. Sesekali bocah itu terjatuh, tapi bangkit lagi begitu si ayah mendekat."Mereka seperti anak kecil, kan?" ujar Nailah sembari tersenyum. Dia tahu Rinai memperhatikan putra dan suaminya.Rinai mengangguk, dia juga mengulas senyum. "Ya, anakmu lucu sekali.""Iya, dong. Karna ayahnya juga lucu. Coba kalau Kenshi jadi ayahnya, tentu enggak seganteng itu anakku." Nailah sengaja menyebut nama Kenshi, dia ingin memancing reaksi Rinai."Pasti gantenglah, Kenshi ganteng gitu." Tanpa sadar Rinai menyelutuk.Nailah tertawa mendengar ucapan Rinai. Memang, alam bawah sadar tidak akan berdusta tentang apa yang kita pikirkan dan rasakan. Saat

  • RInai (Cinta Tak Sesakit Ini)   I Still Love You

    "Gimana keadaan Rinai?" Nailah bertanya lewat saluran telepon.Kenshi melirik sebentar ke arah brankar rumah sakit, di mana Rinai terbaring lemah. Di tubuh wanita itu terpasang infus untuk menyalurkan cairan."Dia baik-baik aja. Dokter bilang dia mengalami shock saja.""Aku harap dia segera siuman. Kasihan dia, sebagai seorang wanita aku bisa merasakan apa yang dia rasakan. Kadang, kita enggak butuh mendengar keluhan, cukup menatap ke dalam mata, kita sudah bisa melihat seperti apa keadaan hatinya. Ada kalanya, wanita yang terlalu banyak senyum dan terlihat kuat, adalah wanita yang sangat rapuh."Kenshi bergeming mendengar penjelasan Nailah. Dia sangat paham luka di dada Rinai, mengerti hancurnya hati wanita itu. Oleh karena itu dia bertekad untuk memperjuangkan lebih. Meski Rinai menolak sekalipun, dia akan akan memaksa. Sebab Kenshi yakin, jauh di hati sang wanita cinta untuknya masih sangat besar."Em, Nai, aku matikan telepon dulu. Sepertinya Rinai mulai sadar." Kenshi mengakhiri

  • RInai (Cinta Tak Sesakit Ini)   Cinta yang Tak Lekang

    Kenshi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, kebetulan jalanan menuju tempat tinggal Nailah tidak terlalu ramai. Kata-kata Nailah memantul-mantul di gendang telinganya. Rinai ... benarkah Nailah bertemu wanita itu? Setelah sekian lama mencari, membongkar setiap sudut kota, pulau, dan mendatangi rumah yang dicurigai menjadi tempat tinggal Rinai, semua berakhir sia-sia.Rupanya, keputusan Nailah memilih tinggal di kota kelahirannya bertahun yang lalu, adalah takdir yang telah digariskan Tuhan. Di kota itulah ternyata wanita yang selalu Kenshi cintai, berada. Bagaimana bisa dia melewatkan kota tersebut, padahal hampir setiap akhir pekan Kenshi menyambangi rumah Nailah untuk bertemu Damian. Toko bunga, Kenshi mencurigai toko bunga yang sering dia lalui saat mengunjungi rumah Nailah. Setiap melewati toko bunga tersebut, dia selalu memelankan laju mobilnya. Melihat banyaknya bunga mawar dan lili ditanam di luar toko. Bunga-bunga itu favorit Rinai. Dia juga berujar dalam hati, bila

  • RInai (Cinta Tak Sesakit Ini)   Aku Menemukannya, Ken!

    "Kamu sudah menemukannya?" Reinart merobek sepi yang membungkus ruang kerja Kenshi. Pria itu sengaja menemui adik tirinya itu kembali setelah pertemuan bisnis mereka selesai.Kenshi menggeleng pelan, dia masih sibuk menandatangani beberapa dokumen yang diletakkan oleh sekretarisnya. "Rinai seperti lenyap begitu saja. Sudah dua tahun, bayangannya saja tak pernah terlihat.""Apa mungkin dia ke luar provinsi?" tanya Reinart lagi. Kenshi meletakkan pulpelnya ke 'pen holder' setelah selesai dengan dokumen-dokumen tadi, lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Aku sudah mencari ke seluruh tempat, tapi enggak menemukan. Enggak mungkin juga Rinai ke luar negeri. Aku udah meminta bantuan temanku yang bekerja di imigrasi, mengecek nama Rinai. Tapi, enggak ada."Reinart terdiam. Dia tahu usaha Kenshi cukup keras mencari keberadaan Rinai. Besarnya cinta sang adik membuat Reinart malu pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia berpikir bisa berkompetisi dengan Kenshi, sementara niat untuk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status