Keesokkan harinya aku kembali ke kampus, menyusuri jalan dengan membawa sebuah paper bag berisi jaket dari Yusuf Akbar.
Sambil melangkahkan kaki aku berdoa dalam hati semoga tidak ada yang menyadari bahwa aku sedang membawa jaket seorang preman Apa yang akan terjadi akan jadi rumor yang beredar jika mereka tahu bahwa aku kemarin sore sempat mengobrol dan diobati oleh preman yang paling berbahaya di kota ini, mereka akan mengolok-ngolokku menggunakan isu itu dan membuatku jauh dari target pria yang kuidamkan, Kak Gerald. Lagipula diantara banyak gadis yang mengidolakan Kak Gerald, aku adalah satu-satunya mungkin yang paling tergila gila. Senyumnya membuat ku menerawang dan bagaimana cara ia menatap dan berbicara melelehkan perasaanku. Aku mungkin terlalu menyukainya. "Hai, kamu ...." Kebalikan badan dengan cepat karena merasa bahwa suara yang memanggilku sudah familiar, ternyata benar dia adalah pria yang sedang aku pikirkan, dari balik kaca mobilnya dia tersenyum dan menyapaku, sekali lagi melelehkan perasaan kesalku kemarin. "Hmm, kamu mau ke kampus kan?" "I-iya." "Ayo barengan." Apa? Dia ngajak barengan, wah luar biasa! "Uhm, gak usah kak, aku jalan kaki aja," balasku tersipu. "Dekat lagi kok, sekalian aku mau minta maaf karena kemarin bikin kamu keluar dari kelas," balasnya. Tiba tiba dia bersikap semanis ini, apakah karena hari ini dandananku cukup berbeda dari sebelumnya? "Kamu cantik sekali hari ini, maaf karena aku tak bisa menahan diri untuk tak memuji," ujarnya sambil mengedipkan mata. Bagaimana pun aku harus tetap menjaga kehormatan dan tidak bersikap gampangan, langsung setuju ikut hanya karena pujian, ah, malu pada jilbab. "Terima kasih kak, saya hanya ingin ganti suasana," jawabku sambil memundurkan diri. "Ayo berangkat denganku," ujarnya turun dan membukakan pintu lantas hatiku dilema harus ikut atau menolaknya. "Eh, gimana ya ...." "Ikut aja, gak apa apa kok," ujarnya menarik tanganku dan memaksaku masuk ke mobilnya. Sementara dari seberang jalan tanpa sengaja kulihat pria bermata tajam danpunya rahang tegas itu berdiri dan menatap dengan delikan tajam, ia mengawasiku yang pura pura tak melihatnya. "Astaga, Yusuf, dia pasti mencari jaketnya," gumamku sambil memegang erat paper bag di tangan. "Btw, kamu bawa apaan di tas itu?" "Anu, ja-jaket, takut kehujanan kayak kemarin," jawabku gugup. "Hmm, begitu ya? Aku minta maaf ya, udah bikin kamu kesal. Aku tahu kok kalo kamu sangat baik dan perhatian." Seolah mendapat durian runtuh entah kenapa pria idamanku ini mengucapkan kalimat yang begitu manis. Aku tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa ini akan terjadi, dalam waktu dekat. "Tapi jujur kamu sangat berubah, dari gadis yang hanya memakai hijab biasa, kini berubah begitu stylish dan nyentrik, kamu keren lho." " Gak juga kak, aku cuma coba aja, ingin tampil beda kayak style yang banyak beredar di sosmed tapi tentunya menyesuaikan dengan kebutuhan." "Aku cuma merasa bahwa perubahan ini memang ditujukan buat aku, entah kenapa ya, tapi aku merasa suka dengan itu._" "Ah, gak juga Kak._" aku tersenyum gugup. "Jangan menyela, aku ingin bahagia dalam beberapa detik saja," ujarnya sambil menggenggam tanganku, untungnya aku segera menepis karena menyadari bahwa seorang pria menggunakan motor Chopper sedang mengekor di belakang mobil Brio Kak Gerald. Dia terus mengawasiku, dengan seksama, seolah tak membiarkanku lepas dari tatapannya. Perlahan perasaan ini jadi khawatir dengan berbagai praduga mengerikan tentang seorang preman, jangan jangan dia menyukaiku dan ingin menculik lantas mengurungku seperti seorang psikopat. Ngeri sekali membayangkannya! Sesampainya di kampus, seperti yang kuduga tadi, terjadi kehebohan di lokasi parkir karena melihat seorang wanita turun dari mobil pria paling keren di kampus ini tentu saja orang orang melihat dengan tatapan terpana. Perlahan dalam hati bangga padahal aku juga tahu ini hanya kebanggaan semu, dan yang baru terjadi hanya skenario numpang ke kampus saja. "Makasih ya Kak, aku ke kelas dulu," ujarku sambil menjauh dari mobilnya. "Gak mau sarapan bareng aku?" Tanyanya dengan senyum penuh makna. Para mahasiswa yang kebetulan sedang duduk tak jauh dari taman tempat mobil diparkir kan langsung heboh karena mendengar ucapan Kak Gerald menawariku. "Duh, gimana ya, aku ada tugas yang harus disalin sekarang juga Kak." Sepertinya bodoh sekali sudah menolak permintaan pria yang paling diidamkan semua orang di sini. "Kalau gitu kita pulangnya barengan ya," tawarnya. Aduh, mimpi apa diri ini semua orang karena Mbak mendapatkan durian runtuh yang tidak terduga. "Boleh Kak, terima kasih sebelumnya," jawabku sambil melambai kecil. "Uhm, tunggu!" Kubalikkan badan, dan kembali meleleh oleh senyumnya. "Paper bagmu," ujarnya sambil menyodorkan barang yang tertinggal itu. panik seketika melanda karena jika dia tahu aku membawa jaket seorang pria dengan sedikit aroma minuman yang tertinggal, tentu akan jadi apa skenario saling menarik perhatian ini, duh, bisa gagal semuanya. "Te-terima kasih Kak," balasku sambil menyambar tas itu dengan cepat. Aku berlari menuju bangunan utama setelah melambai lagi padanya, lalu diam-diam mengendap lewat samping dan menuju gerbang, mencari pemilik motor Chopper yang mengikuti tadi. "Aih, kenapa juga dia kengijuti sampai kampus, kan ambyar kalo ada yang tahu," batinku sambil merutuk kesal. Tak jauh dari kampus, aku melihat ia memarkirkan motornya di samping kedai kopi, kuhampiri segera danenyerahkan paper bag tersebut padanya. "Ini jaketnya, terima kasih ya," ujarku sambil menyodorkan itu. "Terima kasih," jawabnya dingin, namun tatapannya lekat, menatap dari atas ke bawah. "Tapi, kenapa mengikutiku?" "Kakimu sudah baik?" "Aduh untuk apa juga dia tahu? Ngeselin banget!" "Sudah. Makasih ya," balasku melambai. "Kau kau masih harus bertanggung jawab karena sudah menabrakku!" Astaga, ucapannya seketika menghentikan langkahku. Gawat ini .... "A-apa yang harus aku lakukan Bang?" "Kau harus pulang denganku!" "Gak bisa Bang," balasku gemetar. "Kenapa, kamu janjian untuk pulang bareng dengan pria yang tadi kan?" tanyanya sambil tersenyum sinis. "Bukan begitu Bang, tolong ampuni saya ... lepaskan kami...." "Aku akan melepaskan kalian, asal kau mau pulang denganku!" Ia menyalakan mesin motornya lalu menarik gas dengan kencang dan meluncur pergi meninggalkan asap kendaraan yang membumbung tinggi. Astaghfirullah, musibah apa ini?"Perbaiki dirimu, posisikan menatapku, peluk aku erat dan fotografer akan menjepret kita," bisiknya ketika momen pre wedding untuk undangan digital dalam amplop pernikahan kami."Aku malu, Bang," ungkapku Pelan."Mana mungkin kau malu pada calon suaminya sendiri, jangan pergi kau dan ganggu karena aku bisa menciummu di depan semua orang," godanya tertawa."Sudahlah, Abang ...." Aku merajuk dan cemberut sedang ia tertawa."Apa hari ini orang tuamu akan datang dan bergabung membuat foto keluarga?""Iya tentu saja, berikut juga orang tuamu," jawabnya."Bagaimana kamu menyakinkannya Bang?""Menikah denganmu adalah kehendakku mereka tidak akan menentang, apalagi kau adalah wanita baik-baik yang melindungi harga diri dan kehormatan.""Aku masih takut Bang," jawabku lirih."Kamu tidak perlu memikirkan itu kita tidak akan tinggal serumah dengan mereka hanya kau dan aku dan kebahagiaan kita saja. Jadi pejabat acara pernikahan agar kita bisa segera bulan madu," godanya sambil menyenggol bahu
"Alhamdulillah Abang, akhirnya ayah merestui hubungan kita," ucapku dalam pelukan Abang."Iya, Alhamdulillah, betapa senangnya aku hari ini, aku sangat bersyukur balasnya dengan bola mata yang berkaca-kaca karena bahagia."Terima ayah," ucapku melepas pelukan Abang lalu beralih kepada ayah dan mencium tangannya."Iya, anakku, aku tahu bahwa kau akan bahagia dengan pilihan hidupmu sendiri," jawab ayah dengan menahan perasaan dan air matanya."Aku tahu ini berat untuk ayah, tapi aku akan menjaga amanah dan kepercayaan aku juga akan mencoba melindungi martabat Ayah meski nantinya suamiku adalah ....""Tidak perlu disebutkan Hassa, Ayah percaya bahwa kalian akan berubah menjadi manusia yang lebih baik." Lalu Ayah berani kepada Abang dan berbicara padanya."Aku percaya padamu bahwa kau akan menghentikan semua perbuatan tidak baik dan berubah menjadi manusia yang akan menjaga kehormatan istri dan keluargamu.""Insya Allah, Pak, hidup saya saat ini akan didedikasikan untuk membantu orang
Di lain waktu, ayah mengantarku ke kampus, dengan motor matic milik adikku, ayah menurunkanku tepat di depan gerbang dan menyuruhku segera masuk."Ayah akan jemput, jadi jangan pulang sendiri.""Hanya ada dua blok dari sini ayah," sanggahku."Dua blok itu mendekatkan kamu dengan apa yang seharusnya tak kamu dekati.""Yah, apa ayah tidak mau menerima sisi baik orang lain?"Pria berkaca mata yang sebenarnya sangat menyayangiku itu hanya bisa menggeleng."Ayah tahu yang terbaik, Nak. Ayah tak ingin menjatuhkan kamu dalam kehancuran," jawabnya."Hassa enggak akan hancur ayah....""Ayah tahu yang paling benar, jangan sok pintar, ayah tak mau kamu salah pilih orang! Tunggu Ayah di depan gerbang sore nanti." Ayah menarik gas lalu pergi begitu saja dari hadapanku.*Sore hari ketika pelajaran dan kelas tambahan sudah selesai aku menunggu ayah di depan gerbang kampus. Di saat yang bersamaan Abang datang dan menyapaku, dia membawakan sekotak pisang coklat dan menawariku."Enggak usah, Bang, aku
"Apa?""Iya aku telah memergoki perbuatan kekasihmu yang mengendap-ngendap masuk kedalam kamar wanita yang notabene sangat religius. Ternyata jilbab yang kau kenakan hanya kamuflase agar orang lain tidak menghujatmu," ejeknya.Gubrak!Tanpa banyak bicara lagi dan seolah diberikan kekuatan, aku langsung menghantam muka si Gerald dengan tas yang kubawa."Kalaupun semua itu terungkap dengan jelas, maka akan ada orang yang juga ikut dipermalukan, yaitu orang yang menguntit kehidupan orang lain," jawabku."Kamu jangan coba-coba mengancam ya, kamu hanya gadis kecil yang lemah," ucapnya sembari mendorong tubuhku dengan keras.Namun seorang diberi kekuatan untuk berani dan kokoh, meski kuat dorongannya aku tidak terjatuh, malah kali ini aku menarik pergelangan tangannya dan memutarnya. Hingga pria itu kaget dan menjerit kesakitan."Kemarin aku lemah dan bodoh, iya. Tapi sekarang aku tidak akan tinggal diam pada orang-orang yang jahat padaku. Masih ingat bahwa kau ingin memperkosa diri ini? S
Pletak!Suara batu kecil menghampiri jendela rumahku, aku terbangun dan langsung mengintip pelakunya dari balik jendela.Ternyata Abang di sana, mengendap endap lewat sisi pagar dan memanggilku menggunakan kerikil. Perlahan kugeser kaca jendela dan bertanya ada apa."Apa yang Abang lakukan di situ?""Menemuimu?""Tapi ayah akan melihat?" bisikku."Tidak akan," balasnya. Wajah dan tubuhnya tidak terlihat, kecuali siluet kelabu yang tertutupi oleh bayangan rumahku yang berlantai dua."Abang, aku pun ingin melihatmu," ucapku."Apa ayahmu sudah tidur?""Sudah," balasku.Perlahan ia naik ke sisi tembok lalu memanjat genteng, untungnya material itu kuat sehingga mampu menopang tubuh Abang, perlahan pria itu merangkak menuju jendela tempatku berdiri, sementara aku menunggu dengan napas tertahan."Apa yang Abang lakukan, tolong, ayah akan tahu," bisikku panik."Diam dulu kamu, kalo kamu seribut itu maka ayahku pasti akan tahu," balasnya memberi isyarat jari di bibir.Dia masuk ke dalam
"Mari masuk, silakan duduk, Pak, Bu," ucap Ibu dengan sopannya.Keluarga Abang terlihat mengedarkan pandangan pada interior rumah kami, ibunya terlihat tersenyum tipis sedang ayahnya hanya nampak sinis sambil 1, kelihatannya dia meremehkan keadaan keluargaku."Silakan duduk, saya agak terkejut karena Bapak dan Ibu datang tanpa pemberitahuan, saya jadi tidak menyiapkan apa apa," ucap ibu berusaha ramah."Tidak apa, Kami tidak akan menyita waktu keluarga ibu, kami hanya ingin bicara sebentar saja."Aku dan abang yang duduk berhadapan saling memandang dan kembali diam. Sementara Ibu memanggil Rizal dan ayah untuk menemani keluarga Abang."Ayah, tolong masukklah," bisik ibu.Ayah yang terlihat malas dan sedikit tidak suka dengan keluarga Reinaldi, hanya mendecak kecil lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan orang tua Abang.Melihat gelagat ayah yang terlihat menunggu pria itu membuka pembicaraan akhirnya Bapak pengacara yang cukup terkenal itu membuka suaranya."Kami sekeluarga datang