Share

RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU
RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU
Penulis: AirinNash

Bab 1

Rumah Baru Mantan Istriku?

**

 

"Mas, katanya tetangga baru kita dah sampai." 

 

Dahiku berkerut saat Siska mengatakan itu. Kutarik kursi dan duduk di depan meja makan yang berada di dapur. Siska melakukan hal yang sama. Dia juga menarik kursi sepertinya hendak melanjutkan ceritanya. 

 

"Emang siapa? Kamu udah ketemu?" tanyaku. 

 

"Belum sih. Tapi tadi ada undangan dari Bu RT katanya mereka undang tetangga kanan kiri buat baca doa gitu untuk rumah baru mereka." 

 

"Ya udah kamu datang aja," kataku santai sembari mengambil gelas, menuang air putih dan meneguknya. 

 

"Mas, kamu iri gak sih lihat rumah tangga yang udah bisa bangun rumah sendiri. Sementara kita kenapa gini-gini aja. Kapan kita bisa punya rumah sendiri?" kata Siska. 

 

Aku mendesah perlahan. Rumah tanggaku dengan Siska baru berjalan kurang lebih dua tahun. Selama itu kami belum di karunia anak. Dulu aku bekerja di Perusahaan yang cukup bergengsi. Gaji yang cukup dan kami memiliki rumah sederhana. Tetapi karena gaya hidup Siksa yang bak sosialita membuat aku harus menjual rumahku dan terpaksa kehilangan pekerjaan sebab ketahuan korupsi. 

 

Hubunganku dengan Siska nyaris cerai karena masalah ekonomi yang menghimpit. Namun, dia minta maaf dengan menangis tersedu sedu hingga aku luluh dan berusaha memaafkannya. Sisa uang itu kugunakan membangun usaha kecil-kecilan. Tak jauh dari rumah kontrakan, aku membuka usaha air minum isi ulang. Hasilnya lumayan untuk kebutuhan rumah tangga kami. 

 

"Dulu kita punya rumah sederhana tapi karena kamu royal akhirnya terjual. Apa kamu lupa? Sekarang usaha juga sedang seret karena udah banyak saingan. Bersyukur ajalah dengan apa yang ada." 

 

"Itu bukan rumah sederhana tapi gubuk derita. Kenapa dulu kamu nyaman sih, Mas tinggal di sana?" 

 

"Lebih derita ini lah karena kita masih ngontrak sampai sekarang!" 

 

"Andaikan kita bisa punya rumah kayak tetangga baru itu pasti bahagia banget, Mas." Aku menggaruk kasar kepalaku, kesal rasanya mendengarkan ocehan Siska. 

 

"Makanya kerja dong kamu. Kamu taunya cuma menuntut aja! Pokoknya aku gak mau ada kurir yang selalu datang ke rumah kita. Kalau mereka datang lagi kamu bayar pake uang kamu sendiri!" 

 

Aku berlalu dari hadapan Siska. Begitulah rumah tangga kami yang selalu disertai dengan pertengkaran. Aku nggak mengerti kenapa selama dua tahun menikah dengan Siska ekonomiku selalu seret. 

 

**

 

Aku menatap takjub rumah tetangga baru kami. Rumahnya ada di depan rumah kontrakan kami. Bangunan lantai dua dengan desain minimalis. Sepertinya dia membuat rumah itu memakai bantuan gambar dari arsitek. Rancangan bangunan nya bagus dan lain dari rumah warga sekitar sini. 

 

Mataku mengerjab seperti melihat sosok yang kukenal. Aku mengucek mataku lagi. Apakah tadi aku melihat Ervan? Dia sudah masuk ke rumah besar itu. Ah, mungkin hanya pikiranku saja. 

 

"Mas, kamu mau jaga air lagi?" tanyanya. 

 

"Ya," jawabku singkat. Aku hanya memiliki satu pekerja karena tak sanggup membayar banyak pekerja. 

 

Aku dengan cepat melajukan sepeda motorku agar Siska tak meminta yang macam macam padaku. 

 

Sampailah aku di ruko yang kusewa untuk usaha. Pekerja ku sudah menaikkan air galon ke becak yang akan di bawa buat pembeli. 

 

"Mau di bawa ke mana, Rif?" tanyaku pada Surip pekerjaku. 

 

"Ke rumah baru itu, Pak. Rumah tetangga di depan rumah Bapak," katanya. 

 

Aku berpikir sebentar tadi aku melihat Ervan masuk ke rumah itu. Apakah aku benar-benar melihat dia atau aku hanya berdelusi. 

 

"Rif, Biar saya aja yang membawa air ini ke sana." 

 

"Serius, Pak?" tanyanya heran. 

 

"Ya, jawabku." 

 

Jujur saja, aku hanya ingin memastikan apakah itu Ervan atau bukan. Aku membawa air-air tersebut ke rumah mewah tetangga baru. Hanya mau tahu saja siapa yang tinggal di sana. 

 

"Assalamualaikum."

 

Aku memberi salam ketika sampai di rumah itu. Perempuan tergopoh membukakan gerbang besinya. Dia menggunakan hijab berwarna hitam. 

 

Setelah gerbang di buka. Aku masuk dan menurunkan air yang di pesannya. 

 

"Mau di taruh ke dalam kah, Mbak?" tanyaku. 

 

"Iya, Mas." 

 

Ketika aku melihat wanita itu. Aku dan dia sama sama terkaget. Tak sangka aku bertemu dengannya lagi. 

 

"Nara ..." 

 

Belum selesai rasa terkejutku seorang anak laki-laki keluar dari rumah besar itu. 

 

"Bu, Ervan mau mengaji dulu," katanya. 

 

Aku terkaget luar biasa. Mereka adalah mantan istri dan anakku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status