Home / Romansa / Racun Mertua / Bab 4 (Permintaan bekerja)

Share

Bab 4 (Permintaan bekerja)

Author: El-Haz
last update Last Updated: 2021-09-01 20:54:18

Di perjalanan kucoba memulai pembicaraan dengan Bang Hasan mengenai kabar dari Ratih.

Tapi jawaban Bang Hasan sungguh di luar dugaanku.

 

"Mir, bukannya kita sudah sepakat untuk kamu resign setelah menikah? Lagi pula kamu harus istirahat dan bahagia agar kita segera mendapat anak. Abang sudah sangat menantikannya. Mir."

 

Sungguh jawaban Bang Hasan sangat membuatku lemas.

 

"Tapi, Mira mau bantu Abang, lagi pula jika sudah tiba waktunya, Allah pasti kasih kita rezeki anak. Sudah tujuh bulan kita menikah, toh aku belum hamil juga kan, padahal aku juga sudah di rumah tidak bekerja. Ya, karena memang Allah belum memberi kita rezeki anak, Bang," jawabku diantara deru angin.

 

"Abang sungguh masih sangat sanggup menafkahimu lahir dan batin, Mir. Di rumah saja, ya."

 

"Tapi Ibu minta aku kerja, Bang." Aku masih berusaha meyakinkan Bang Hasan untuk memberiku izin.

 

"Ibu biar menjadi urusan Abang, kamu tenang saja, ya." 

 

"Abang janji?" 

 

"Janji."

 

"Baiklah." Aku mengalah dan mencoba percaya pada Bang Hasan.

 

***

 

"Kamu datang sama siapa, San?"

 

Kudengar Ibu bertanya, usai Bang Hasan masuk kedalam rumah Ibu.

Aku memang belum masuk rumah, masih berbicara dengan tetangga Ibu yang tadi menyapaku.

 

"Sama Mira, Bu, siapa lagi?" 

 

"Oh itu istrimu? Ibu pikir tadi siapa."

 

Setelah berbincang pada tetangga Ibu, aku izin untuk masuk ke dalam rumah.

 

'Assalamua'alaikum, Bu." Aku mengulurkan tangan.

Yang ingin di salam malah mematung melihatku.

 

"Bu. Mira mau salam Ibu," panggil Bang Hasan.

 

"Eh, iya, San. Kalian darimana?" tanya Ibu sembari menerima uluran tanganku.

 

"Dari rumah, Bu. Memang sengaja singgah kesini, antar uang untuk Lina."

 

"Mau kesini saja penampilanmu begini, Mir?" Telunjuknya naik turun menilaiku.

 

"Kami mau sekalian undangan, Bu setelah dari sini."

 

Aku diam saja dan memilih duduk.

 

"Oh, ya sudah mana uangnya?" pinta Ibu, namun matanya tetap tidak lepas memperhatikanku.

 

Bang Hasan pun mengambil dompetnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah, lalu memberikannya pada Ibu.

 

"Kamu sudah makan, San? Ibu masak enak itu, masak ayam semur kesukaan kamu," tawar Ibu pada Bang Hasan sambil menghitung lembaran uang di tangannya.

 

"Sudah, Bu, tadi di rumah, lagi pula nanti di tempat undangan, kan makan lagi."

 

"Lusa beri Ibu uang lagi ya, San. Hari Jum'at, Ibu mau arisan di rumah Bu RT, gamisnya kembaran warna biru langit, Ibu belum punya warna itu.

 

"Berapa, Bu?"

 

"Nggak banyak, dua ratus ribu saja.

 

"Hasan usahakan ya, Bu," jawab Bang Hasan ragu.

 

"Harus ada," tegas Ibu.

 

Dan Bang Hasan hanya diam saja tanpa berusaha menjelaskan kondisi keuangan kami.

 

Tidak lama Lina datang menghampiri.

 

"Mas, baru datang?" tanyanya sambil bergelayut manja di lengan Bang Hasan.

 

"Iya, ada perlu sama Ibu," jawab Bang Hasan sambil mengacak rambut adik semata wayangnya tersebut.

 

"Mas, bagi duit dong, paket internetku sudah mau habis."

 

"Mir, kasih ke Lina lima puluh."

 

Aku pun lantas membuka tas, mengeluarkan dompet lalu memberikan Lina uang yang di mintanya.

Dari ekor mataku melirik, sangat terlihat Ibu benar-benar memperhatikan gerak-gerikku.

 

"Wah, gamisnya Mbak Mira cakep bener," ucap Lina, dan duduk di sampingku, "lihat merknya dong, Mbak."

Lina menarik gamisku yang kebetulan merknya terdapat di bagian sisi samping.

 

"Wah, ini mehong loh, Mbak", ia berdecak kagum, "kapan-kapan aku pinjam ya Mbak," ucapnya lagi, tapi pandangannya seperti menyiratkan sesuatu pada Ibu.

 

"Ini uang yang Ibu minta dari mana, San? Kata Mira kalian nggak punya simpanan. Hanya pas buat makan sampai kamu gajian. Kenapa baru semalam Ibu minta, siang ini sudah ada?"

Tiba-tiba Ibu menyela ucapan Lina.

 

"Itu uangnya dari koperasi, Bu," jawab Bang Hasan.

 

"Kamu begini sama mertuamu, Mir? Perhitungan sekali, ya? Tampilanmu begini hanya akan ke rumah mertua, tapi kamu bilang nggak punya uang. Lina hampir saja kuberhentikan sekolah karena nggak bisa bayar uang studytournya. Kamu sengaja menghina Ibu?" ucap Ibu sembari telunjuknya di arahkan padaku.

 

Aku terkejut, jantungku berdetak tak berirama.

Darahku berdesir, antara takut dan ingin melawan.

 

"Kami mau pergi undangan setelah ini, Bu. Bukan hanya mau ke rumah Ibu." Aku masih berusaha menenangkan diri.

 

"Pantes ya gaji anakku yang empat juta itu nggak kelihatan, ternyata begini caramu mengelola uang anakku?" ucap Ibu semakin menjadi.

 

"Ini bukan pemberian Bang Hasan, Bu, ini Mira—" Aku berdiri dari duduk.

 

"Anakku cuma kamu kasih makan kangkung, tampilanmu begini hanya akan pergi undangan bak istri pejabat saja. Hebat kau, ya Mir!" Ibu berdecih.

 

Belum sempat aku menjawab apa pun, Ibu sudah menghujaniku dengan berbagai tuduhan.

 

"Bang." Aku memanggil Bang Hasan untuk meminta bantuan menjelaskan pada Ibu.

Tapi yang di panggil hanya diam mematung di sudut kursi bagian sana.

Entah karena terkejut sepertiku, atau karena masih memaklumi sikap Ibunya.

 

"Dari awal Ibu memang sudah nggak setuju Hasan menikahimu. Terlebih setelah tahu, kamu anak piatu. Entah apa yang ada di pikiran anakku sehingga dia memilihmu. Dan ternyata dugaanku benar! Istri pengeretan! Harusnya kamu juga bekerja, tapi kamu berleha-leha di rumah sedangkan anakku kau jadikan sapi perahan. Lalu keringatnya kamu belikan barang-barang bagus dan mahal, sangat terlihat memang kamu nggak di didik Ibumu dengan baik."

 

Mataku memanas.

Lagi dan lagi dia membawa-bawa Ibuku.

Sudah cukup, ini sudah cukup.

Dan mana janji Bang Hasan yang ia ucapkan sewaktu di jalan tadi?

Padahal jarum jam saja belum jauh berdetak.

 

Aku tidak tahan lagi.

Aku menghampiri Ibu, mensejajarkan tubuh dengannya.

 

"Bu, bertindaklah sesuai porsinya Ibu sebagai mertua. Ibu tidak berhak penuh atas diriku, apalagi jika selalu mengkait-kaitkan Ibuku yang sudah tenang disana dengan kekuranganku di mata Ibu, jadi kumohon jangan buat aku menjadi melawan padamu," jawabku meninggi.

 

"Mira ..." Terdengar suara Bang Hasan lirih.

 

Lina memilih pergi ke luar rumah, sedang Ibu terlihat melotot, mukanya memerah dengan nafas memburu.

Saat ini ia terlihat benar-benar seperti ingin menerkamku.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Tuh kan bener pasti dicaci maki
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Racun Mertua   Bab 64B (Memilih pergi)

    Pov LinaAku terbangun ketika kurasakan ponselku berdering kuat, pelan kuraih ponsel itu. Panggilan dari Tio."Ya, Halo?""Kamu udah makan?""Hm, belum.""Baru bangun ya?" tebaknya dan tepat."Iya, kok tahu?""Kecium asemnya, tapi aku suka.""Alah gombal," jawabku tapi jujur aku suka."Yaudah, udah jam sembilan, kamu makan ya. Aku jemputnya agak telat nanti ya sekitar jam dua belasan.""Kok lama?" protesku."Aku ada urusan sayang. Sabar ya. Aku pasti bantu, nggak akan lari. Janji," ucapnya meyakinkan."Oke, aku makan dulu ya, mau mandi juga. Aku gerah.""Sip," jawab Tio lalu mengakhiri sambungan telepon.Kupandangi jam di dinding yang tak berhenti berdetak, aku tahu, pasti kini Ma

  • Racun Mertua   Bab 64A (Usaha menggugurkan)

    Pov LinaAku baru saja bangun dari tidur, ketika kusadari rasa nyeri terasa di rahim bagian bawah, pelan aku meraba perut, memastikan apa semuanya sudah berjalan sesuai keinginanku. Rabaan dari perut yang tak rata menyadarkan bahwa semuanya sia-sia. Bayi sial ini tak kunjung pergi dari hidupku. Apa maumu, sial! Ocehku dalam hati. Semua cara rasanya sudah aku lakukan, memakan semua ramuan yang ku fermentasikan, memakan semua pantangan buah yang katanya membahayakan, namun janin sial ini tetap saja betah didalam. Hanya ada dua jalan terakhir yang bisa aku lakukan, pertama meminum pil yang kata Keke nomor satu dan mumpuni itu, dan cara kedua menggunakan cara yang lebih ekstrim, ab*rsi. Cara yang kedua, pasti lebih jelas, walau itu pasti membahayakan nyawa ku juga. Tapi tak ada cara lain, semakin lama janin ini akan semakin membesar. Aku akan melakukan apapun untuk membuangnya. Tapi bagaimana dengan biayanya? Aku tak punya uang. Jika aku punya uang sudah dari dulu a

  • Racun Mertua   Bab 63 (Harus ikhlas)

    Pov HasanDengan berat kulangkahkan kaki menuju rumah besar ini. Aku berdiri di depan pagar tinggi rumah dengan model lama namun tetap terawat. Disebelah nya ada sebuah bangunan Masjid yang indah, tempat yang pernah menjadi keinginan Mira untuk melaksanakan akad nikah kami. Tapi sayang, waktu itu Ibu menolak keinginan Mira, karena kata Ibu repot harus membawa seserahannya kesana, pun rombongan yang mengantarkan kami. Belum lagi amplop yang harus diberikan untuk masjid, karena tidak mungkin kami tidak memberikan apapun sedang kami menggunakan fasilitas dan tempatnya. Kupikir-pikir ada benarnya juga ucapan Ibu, akhirnya dengan sangat hati-hati aku menjelaskan pada Mira, tentu saja tidak aku katakan alasan dari Ibu, mengingat waktu itu Mira belum sah menjadi istriku, aku takut Mira membatalkan semuanya, jika ia benar-benar mengetahui bahwa Ibu sebenarnya menentang pernikahan kami, hanya kukatakan tidak adanya biaya untuk ucapan terimakasih ke masjid, jika dirumahku

  • Racun Mertua   Bab 62 (Menyongsong hari bahagia)

    Pov Author"Kamu cantik, Mir ... Nggak kelihatan sama sekali jendesnya," ujar Ratih kagum melihat Mira dengan kebaya pernikahannya."Ish udah diangkat abis itu dijatuhin," jawab Mira dengan wajah yang ditekuk."Emang kenyataannya begitu. Mau gimana lagi. Tapi bersyukurlah Mir, karena status jendesmu, sekarang akan jadi istri lagi. Coba aja kalau kamu nggak jendes, apa bisa sama Pak Rezi," jelasnya lalu tertawa.Ada benarnya juga, pikir Mira."Aku cantik ya, Tih?""Sangat. Dan, akan segera menjadi perempuan bahagia. Kamu akan jadi pusat dunia Pak Rezi. Juga jadi menantu kesayangan dan satu-satunya keluarga Pratama. Aku lega Mir, akhirnya kamu memilih Pak Rezi."Mira sungguh terharu dengan apa yang diucapkan Ratih dan lantas memeluknya sahabatnya itu."Jangan nangis, aku nggak mau makeupmu rusak," pinta Ratih.

  • Racun Mertua   Bab 61 (Flashback)

    Suara ketukan pintu dan panggilan dengan tak sabar terdengar dari luar, aku yang sedang menyusui Kainan seketika kaget dan cemas karena ketukan dan panggilan dari Bang Raihan itu bisa membangunkan Kainan."Sssttt, sebentaaarr," ujarku berdesis pelan."Miraa, Mir. Tidur atau gimana ya," teriak Bang Raihan semakin menjadi. Kainan mulai menggeliat gelisah disampingku."Ssstt, sebentar Bang, masih nyusui Kainan," desisku lagi. Rasanya tidak ada hal yang lebih menjengkelkan selain saat dihadapkan pada situasi seperti ini. Kuraba sisi tempat tidur mencari ponselku. Kucari nomor Bang Raihan."Eh kenapa nelpon, lagi main game tahu, buka pintunya," jawab Bang Raihan begitu panggilan tersambung."Bisa diam nggak sih Bang? Mira masih nyusuin Kainan. Nggak tuli kok yang disini. Sebentar," jawabku lalu panggilan kuakhiri begitu saja.Pelan aku melepaskan diri dari Kainan,

  • Racun Mertua   Bab 60 (Sebuah Harapan)

    Pov HasanSudah sebulan sejak aku meminta Mira untuk kembali padaku, dan sejak malam tadi aku terus saja menghubunginya tanpa henti. Dan, pagi ini pun demikian. Entah mengapa ia tidak mengangkat teleponku, tidak biasanya. Aku rasa aku terlalu lama sudah menunggu."Assalamu'alaikum. Halo Bang.""Waalaikumsalam. Kamu baik-baik saja kan Mir? Kenapa sejak semalam tidak angkat-angkat telepon Abang?" tanyaku bertubi begitu telepon tersambung. Aku sungguh mengkhawatirkannya."Ya, maaf Bang. Mira sedang sibuk saja, banyak urusan. Maaf.""Oh iya, tidak apa-apa, asal kamu baik-baik saja. Hm, Abang mau tanya, soal keputusan kamu Mir. Bagaimana? Apa sudah ada?" tanyaku hati-hati. Jantungku berdetak tak karuan menunggu jawaban Mira. Terderngar helaan napasnya diseberang sana. Ah, apa ini, mendengar helaan napasnya saja membuat dadaku bergetar tak karuan."Mira menerima saran Abang. Kita akan membesarkan Kainan bersama."Cepat kupegang tembok rumah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status