Share

04. HARAPAN YANG PUPUS

Author: Ryanty_tian
last update Last Updated: 2025-07-22 08:24:02

Suara Max menggelegar, mengguncang seluruh rumah utama Gregory.

“Kurung Athena di ruang bawah tanah! Jangan ada yang berani melepaskannya sampai aku kembali!”

Teriakan itu menghentak semua yang hadir yang membekukan udara, membuat waktu seolah berhenti.

Athena mencoba mengejar Max yang mengangkat tubuh Celine menuju pintu, namun lututnya goyah. Ia terjatuh, tangannya mencengkeram lantai dingin marmer.

“Aku tidak bersalah! Aku tidak mendorong Celine!” isaknya pecah, suaranya parau penuh luka. Tapi tak seorang pun peduli.

Hudson menjadi yang pertama menghampiri. Tatapannya seperti api yang hendak membakar.

“Sudah kukatakan sejak dulu, dia wanita beracun! Harusnya dia tidak pernah menginjakkan kaki di rumah ini!”

Emery berdiri di samping suaminya, menggenggam lengannya dengan tatapan jijik pada Athena. “Max terlalu baik dan lihat balasannya? Dia mencoba membunuh Celine dan bayinya.”

Athena menggeleng, panik. Air matanya jatuh tak tertahan, tapi kata-katanya seperti menabrak dinding batu.

“Tidak ... aku—aku berusaha menolongnya. Celine terpeleset sendiri, aku tidak bermaksud menyakitinya.”

“Cukup! Darah seorang pembunuh memang akan terus mengalir dalam keturunannya.”

Suara Nenek Daisy terdengar dingin dan kejam. “Seharusnya dulu Max membinasakan seluruh keluarga Harrington, tanpa menyisakan satu pun!”

Athena membeku. Kata-kata itu seperti cambuk panas yang menghantam jantungnya. Pembunuh? Ia menggeleng, suaranya lirih dan penuh luka.

“Aku bukan pembunuh,” bisiknya. Bahkan sebagian kalimat Daisy tadi belum sempat benar-benar ia cerna.

“Penjaga!” Daisy berseru, menunjuk ke arah Athena seolah wanita itu bukan manusia. “Seret dia ke ruang bawah tanah. Laksanakan perintah Max!”

“Tidak! Tidak, aku mohon!”

Athena menjerit, meronta saat dua penjaga mendekap kedua lengannya. “Aku tidak melukai Celine! Aku tidak mendorongnya! Aku hanya ingin menolong!”

Tangisnya pecah. Matanya mencari satu saja tatapan penuh belas kasih tapi yang ia temukan hanya dinding batu, dingin dan membisu.

“Nenek ... Nenek Daisy... tolong aku. Aku mohon,” suaranya mengerut, tubuhnya gemetar hebat saat mereka menyeretnya menyusuri lorong belakang rumah utama.

Namun Daisy hanya tersenyum tipis, menikmati penderitaan yang ia anggap pantas diterima wanita "kotor" itu.

Langkah-langkah berat membawa Athena menuju pintu besi tua, ruang bawah tanah keluarga Gregory. Ruangan yang bahkan pelayan pun enggan mendekat kecuali diperintah. Tempat itu seperti sel neraka yang tidak layak ditinggali manusia.

Athena berteriak panik, menendang, mencoba lepas. Tapi sia-sia.

Pintu dibuka. Kegelapan menyambut seperti lubang kematian.

“Jangan, aku mohon,” ucapnya tercekat, namun tak ada ampun.

Tubuhnya didorong masuk paksa. Suara pintu besi ditutup dan dikunci terdengar seperti akhir dunia.

“Tidaaak! Bukaaa!!”

Athena berlari, menggedor pintu itu sekuat tenaga. “Aku bukan pembunuh! Aku tidak melukai Celine! Tolong ... buka! Aku mohon...!”

Tak ada jawaban. Tak ada yang peduli. Hanya gelap. Hanya hening.

Athena terjatuh, tubuhnya ambruk ke lantai dingin yang berdebu. Lututnya dipeluk erat. Ia memukul kepalanya sendiri sambil terus bergumam lirih, seolah ingin menghapus semua yang baru saja terjadi.

Suara dengungan di telinganya tak kunjung hilang. Nafasnya sesak. Kegelapan menelannya perlahan. Air matanya tak berhenti mengalir, membasahi wajah yang mulai pucat. Athena menggigil.

Bukan karena udara dingin tapi karena ketakutan yang mencekam hingga ke tulang.

“Max ... tolong aku,” ucap Athena lirih, hanya Max yang dia ingat dalam keadaan ini.

Sementara itu, di balik kaca ruang ICU, Max berdiri mematung. Bajunya telah ternoda oleh noda darah Celine. Tangannya mengepal di sisi tubuh, kaku. Wajahnya pucat. Tatapannya kosong, tapi bola matanya merah, berair, seperti sedang menahan amarah atau kehancuran.

Seorang dokter keluar dari ruang operasi dengan ekspresi berat. “Dok?” suara Max terdengar serak.

Dokter menunduk pelan. “Kami berhasil menghentikan pendarahannya, tapi…”

Max maju satu langkah. “Tapi apa?” desaknya.

“Janin tidak bisa diselamatkan. Dan karena pendarahan terlalu parah, kami terpaksa harus melakukan histerektomi radikal. Kami angkat rahimnya untuk menyelamatkan nyawa Nyonya Celine.”

Dunia Max seolah berhenti berputar. Suara dokter memudar. Perlahan, Max jatuh terduduk di bangku terdekat. Matanya menatap kosong ke lantai, sementara hatinya terjun bebas dalam kehampaan.

Selama ini, mereka menunggu. Mimpi kecil mereka tentang membesarkan keluarga bersama, tentang menggendong bayi pertama mereka. Dan semuanya hancur. Dalam satu insiden. Karena satu orang.

Athena.

Kini Max berdiri di samping ranjang, memandangi wajah pucat Celine yang belum sadarkan diri. Tangannya menggenggam tangan istrinya erat sekali, seolah tak ingin kehilangan lagi.

Dia mengecup punggung tangan itu. Matanya memerah lagi. “Maafkan aku, Sayang.”

Wajah Max berubah. Dari sedih menjadi gelap. Dingin. Dia berdiri, menoleh pada Elio yang menunggu di sudut ruangan.

“Jaga Celine. Aku pergi dulu.”

“Baik, Tuan,” jawab Elio, singkat tapi penuh makna.

Max berjalan keluar tanpa menoleh lagi, langkahnya berat tapi penuh amarah yang membara.

Sampai di sana, pintu besi itu yang sejak tadi tertutup rapat kini berderit pelan. Cahaya dari lorong luar menyusup masuk, membelah kegelapan seperti harapan kecil yang nyaris padam.

Athena yang tergeletak di sudut ruangan, langsung tersentak. Tubuhnya gemetar, pucat seperti mayat. Matanya menyipit, menyesuaikan diri dengan cahaya yang tiba-tiba hadir.

Perlahan, ia merangkak. Kedua tangannya gemetar menopang tubuhnya yang lemah. Seluruh tubuhnya terasa beku, namun ia seretkan juga kakinya, satu per satu. Bahkan untuk sekadar berdiri pun dia tak mampu. Gelap yang mencekam selama berjam-jam itu telah menguras semua kekuatannya.

Tapi harapannya menyala ketika dia melihat sosok itu berdiri di ambang pintu.

“Max?” suara Athena nyaris tak terdengar, parau dan lirih. “Kau datang?”

Max tak menjawab. Sosok tegapnya berdiri diam di ambang pintu. Namun sorot matanya seperti bara yang siap membakar apa saja.

Athena tersenyum samar, mencoba mendekat dengan sisa tenaga. “Aku ... aku tidak bermaksud menjatuhkan, Celine. Aku berusaha—”

Tarikan pada rambutnya membuat Athena menjerit, lalu tubuh lemah Athena terjerembab kembali ke lantai.

Athena mengerang. Tangannya menahan lantai yang dingin. Tapi bukan dingin itu yang paling menyakitkan. Melainkan dinginnya sorot mata Max.

“Jangan pernah menyebutkan namanya dari mulutmu yang kotor itu,” desis Max tajam. “Karena dia ... kehilangan anakku. Anak yang sudah kutunggu bertahun-tahun.”

Athena menatapnya, berlinang. “Itu bukan salahku, aku tidak menjatuhkannya.”

“Cukup!” Max membentak, suaranya menggema di ruang sempit itu. “Mataku sendiri yang melihatmu menyentuhnya di dekat tangga. Kau pikir aku akan percaya kau hanya ‘menolong’? Kau pikir aku bodoh?!”

Athena menangis, suaranya tercekat. Tapi Max tak peduli. Ia mendekat, mencengkeram wajah Athena dengan kasar, memaksanya menatap.

“Rahimnya,” gumam Max dengan suara yang gemetar oleh amarah dan luka, “sudah diangkat. Karena ulahmu.”

Air mata Athena semakin deras.

“Bayi kami, impian kami, semuanya hancur karena kesalahanmu.” Max menahan napas, lalu mendorong Athena ke lantai.

Athena memeluk tubuhnya, tak mampu melawan. “Maaf, aku mohon percaya padaku.”

Max mendekat sekali lagi, menunduk di sampingnya. Bisikan dinginnya menusuk telinga Athena.

“Kau harus membayar segalanya, Athena,” desis Max, penuh bara dendam di matanya. “Dan aku akan menciptakan neraka yang bahkan tidak pernah bisa kau bayangkan sebelumnya.”

Athena menggeleng lemah, air matanya membasahi pipi yang penuh luka. “Tidak, aku tidak bersalah, Max. Aku tidak—”

Suara perempuan itu pecah, menggantung dalam ruang bawah tanah yang dingin. Dengan sisa tenaga, Athena merangkak, lalu memeluk kaki Max. “Tolong dengarkan aku, kalaupun kau tidak percaya, setidaknya lihat aku. Ingat aku,” isaknya lirih, menyayat.

Tapi Max berdiri kaku. Matanya tidak berkedip. Dingin. Mati rasa.

Di saat itu, ponselnya berdering. Ia mengangkatnya cepat. Suara Elio terdengar di seberang, “Tuan, Nyonya Celine telah sadar.”

Sejenak Max terdiam. Rahangnya mengeras.

“Kurung dia lagi,” katanya dingin, memutus panggilan, dan menepis tangan Athena dari kakinya.

“Jangan! Max! Aku mohon! Aku bersumpah aku tidak menjatuhkannya!”

Max tak menoleh sedikit pun. Langkahnya mantap meninggalkan ruangan. Athena berusaha mengejarnya, menyeret tubuhnya dengan isak tertahan.

“Max! Kumohon ... jangan pergi ... Max!” jeritnya terakhir kali, sesaat sebelum pintu besi berat itu kembali tertutup brak!

Gelap kembali menyelimuti ruang itu. Tapi kali ini gelap yang menyesakkan itu bukan hanya karena tak ada cahaya, melainkan karena tak ada lagi harapan. Tubuh Athena gemetar, apa dia mampu melewatinya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
Thor , coba sapa aku.. pengen tau balesan komentar di platform ini kaya gimana
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
pasti gag ada cctv di area saat Celine terjatuh.. huhu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   31. TERLALU MANIS

    Max menggertakkan gigi, tapi jemarinya sudah bergerak, hampir menyentuh pinggang Athena, sebelum cepat-cepat dia tarik kembali. “Aku tidak akan tergoda padamu.”“Shhh.” Athena menempelkan jari di bibir Max. “Tapi, aku tidak yakin. Apa kau tidak kasihan pada bayimu, mereka hanya menginginkan ciuman manis dari ayahnya.”Dan tanpa memberi kesempatan Max berpikir, Athena menutup jarak. Bibirnya menyergap bibir Max dengan kelembutan yang sekaligus berani. Ciuman ini manis dan dingin, ada sisa rasa es krim, ada juga panas yang segera membakar di balik dinginnya.Max akhirnya goyah. Tangan yang tadinya menahan berubah menjadi menggenggam pinggang Athena lembut, menariknya lebih dekat. Ciuman yang awalnya lembut berubah semakin dalam, semakin rakus, tapi tetap Athena yang menuntun irama. Dia yang memimpin, Max hanya mengikuti, tunduk pada ciuman yang ia ciptakan.Max menggeram, ciuman ini sungguh berbeda dan membuat ia terlena. Dia hanyut dalam ciuman panas Athena, padahal ciuman ini terb

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   30. SALING MENANTANG

    Malam semakin larut, dan pesta telah usai.Athena berdiam diri, memikirkan tentang Rosetta yang merupakan ibu tiri Max. Sepertinya keadaan akan semakin rumit, tapi dia sudah memilih sisi mana dan tujuannya memang hanya satu yaitu pergi dari kehidupan Max. Athena semakin yakin dia bisa lolos, Rosetta bukan wanita sembarangan. Pantas saja dia bisa menyusupkan seseorang di rumah ini, memiliki ponsel anti lacak, dan ditambah memiliki uang dan kuasa yang setara dengan Max.“Sepertinya aku harus menjalankan tugasku dengan baik supaya cepat selesai,” gumam Athena harus yakin pada dirinya.Athena menggunakan gaun tidur yang menggoda, padahal tak terlalu terbuka tapi membuat orang terpana kalau sudah melihat.“Kau sedang apa?” tegur Max saat melihat Athena di dapur sendiri.Athena berbalik, di tangannya ada seember es krim cokelat strawberry. Dia tersenyum, tebakannya benar kalau Max pasti akan datang saat tengah malam untuk mengambil air minum. Sebelum ini, Athena sudah mendapatkan i

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   29. TERLALU BIASA

    Athena berlagak tak tahu, “maksudmu apa, Max? Aku tidak mengerti.”Max semakin menekan tubuhnya. “Jangan pura-pura bodoh, apa yang kau bicarakan dengan Rosetta?”“Aku tidak berbicara apa pun, aku dari toilet dan berpapasan dengannya saat keluar. Aku tidak mengenal dia, bagaimana mungkin aku berbicara dengannya?” jelas Athena tanpa rasa gugup, karena dia mulai memutar balikkan keadaan.“Aku akan lihat CCTV koridor ini, dan kau tidak bisa mengelak lagi,” tunjuk Max.Athena menelan saliva dengan susah payah. “Lihat saja, aku tidak berbohong.”Dan benar, setelah melihat CCTV tersebut apa yang dikatakan Athena adalah benar. Mereka sama sekali tak berinteraksi, dan tak berbicara apa pun. Sementara itu, Athena tak percaya dengan apa yang dia lihat. CCTV memperlihatkan hasil lainnya, ini sungguh hebat. Pasalnya sebelum keluar dari ruangan tadi, dia memberitahu kalau Max bisa melihat keadaan ini.Namun, Rosetta tampak santai dan memintaku untuk fokus pada tugasnya saja. Jika ada hal ya

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   28. DUA SINGA BUAS

    Max yang sejak tadi sibuk berbincang dengan para tamu mendadak merasa gelisah. Tatapan tajamnya menyapu setiap sudut ruangan yang penuh gemerlap cahaya, dari meja hidangan, kerumunan tamu dengan gelas anggur di tangan, hingga ke panggung orkestra. Namun sosok yang ia cari tak juga ditemukan.Athena.Alis Max berkerut tajam, tanda kalau dia sedang kesal. Sial.Dengan langkah cepat ia memanggil Elio, yang segera mendekat dan menunduk hormat. “Cari Athena. Sekarang juga. Jangan kembali sebelum kau menemukannya,” perintah Max dengan suara rendah namun penuh tekanan.“Baik, Tuan,” jawab Elio sigap, lalu segera menyelinap di antara kerumunan tamu untuk menjalankan tugasnya.Max menarik napas kasar, lalu berbalik mencari keberadaan Peony. Ia tahu, Athena terakhir bersama adiknya, dan itu satu-satunya petunjuk yang bisa ia andalkan.Peony berdiri tak jauh dari meja kue, sedang berbincang ringan dengan salah satu tamu wanita muda yang seusia dengan adiknya. Senyum manis terlukis di wajah

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   27. SEPAKAT

    Athena hanya tersenyum. “Maaf, hadiahku tidak begitu berguna untuk Nenek. Aku hanya membawa doa semoga Nenek Daisy selalu sehat dan panjang umur, sehingga bisa menggendong cicitnya kelak.” “Dan lagi sudah tahu aku tidak membawa apa-apa masih saja bertanya, orang bodoh mana juga sudah tahu hal itu,” gerutu Athena ganti menyindir Emery, tatapan meremehkan. “Kau-“ ucapan Emery terpotong karena Hudson menahannya. “Jangan membuat masalah!” bisik Hudson tajam sembari mencengkeram lengan Emery. Celine maju menengahi, “sudahlah, Emery. Kau tidak perlu meladeni Athena, dia memang seperti itu.” “Bibi jangan berlebihan, masalah hadiah saja sampai harus emosi. Awas tensi naik nanti,” sahut Peony dan membuat Emery melotot, wanita itu hanya menaikkan bahunya tak peduli. Max menyentuh tangan Athena supaya wanita itu diam, “Jangan membuat masalah di sini, Athena. Kau akan tahu akibatnya!” Ancamnya. Athena tersenyum, dia malah sengaja menggoda Max. “Akibat yang seperti apa maksudmu?

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   26. TEMBOK TINGGI

    Peony mengangguk dengan serius, senyumnya kembali mengembang. “Bersikaplah seperti saat kita pertama kali bertemu. Kau baik sekali waktu itu.”Athena dan Peony terjebak dalam tatapan lama. Ada sesuatu di balik mata gadis itu seperti campuran manja, lugu, tapi juga misterius. Athena tidak bisa membaca jelas apakah itu ketulusan atau sekadar peran. Peony akhirnya mengalihkan pandangan lebih dulu, tersenyum kecil.“Sudahlah, terserah padamu. Aku tidak akan memaksa.” Suaranya terdengar santai, meski sorot matanya seperti menyimpan sesuatu yang lebih dalam.Lalu dengan gerakan ringan, Peony bergeser duduk tepat di samping Athena. “Kapan kau bisa mengajakku makan mi lagi di sana?” tanyanya dengan wajah penuh harap, bibirnya membentuk lengkungan manis.Athena mendesah tak peduli. “Cih, kau bisa pergi sendiri ke sana.”Peony langsung menggeleng cepat. “Kakak pasti tidak mengizinkanku. Kau tahu sendiri betapa cerewetnya dia. Dari dulu aku selalu dilarang makan makanan seperti itu, katanya tida

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status