Share

05. IBLIS BERWAJAH CINTA

Author: Ryanty_tian
last update Huling Na-update: 2025-07-22 08:25:39

Langkah Max tergesa menembus lorong rumah sakit. Wajahnya tegang, mata merah menahan emosi yang bergolak seperti badai. Bau antiseptik menusuk hidungnya, menyayat seperti kenyataan yang tak bisa ditolak.

Pintu kamar rawat terbuka perlahan. Di sana, Celine terbaring lemah dengan infus di tangan dan selimut menutupi tubuhnya. Wajahnya pucat, matanya sembab. Saat pandangan mereka bertemu, air mata langsung mengalir di pipi wanita itu.

“Max, anak kita ... dia ... dia pergi, Max,” isaknya terputus-putus. “Aku tidak bisa menjaganya, aku ... aku gagal.”

Max langsung memeluknya erat, mendekap Celine seolah jika ia cukup kuat, ia bisa mengembalikan waktu. “Jangan katakan itu, ini bukan salahmu ... bukan.”

Tapi ia sendiri tak tahu kepada siapa kata-kata itu ditujukan. Pada Celine? Atau pada dirinya sendiri?

Tangis Celine pecah di dadanya, mengguncang tubuh yang seharusnya ia lindungi dengan seluruh jiwanya. Max menutup mata rapat, berusaha menahan air matanya, tapi gagal.

“Kita sudah menunggu anak ini sejak hari pertama pernikahan kita, Max,” Celine berbisik lirih, suaranya nyaris tak terdengar. “Tuhan memberinya sebentar, lalu merenggutnya dariku, dari kita.”

Max mengecup keningnya, matanya basah. “Aku tahu ... aku tahu, Sayang. Aku juga kehilangan. Dunia terasa, hampa tanpanya.”

Ia menarik nafas berat, berusaha menguatkan diri sebelum berbisik lirih, “Tapi kau masih bersamaku, dan itu satu-satunya alasan aku tidak ikut hancur sepenuhnya.”

Celine menggeleng lemah. “Tapi aku tidak bisa memberi keturunan lagi, Max. Dokter bilang rahimku diangkat. Aku ... aku tidak bisa menjadi ibu.”

Kalimat itu menghantam Max seperti palu godam. Napasnya tercekat. Dunia yang tadi sudah runtuh, kini seperti menguburnya hidup-hidup. Tangannya mencengkeram selimut putih itu kuat.

“Tidak,” bisiknya pelan. “Tidak.” ulangnya, namun ia tahu itu kenyataan. Dan untuk sesaat, ia merasa seluruh dunianya telah dicabut darinya.

Ia memeluk Celine lebih erat, mencoba memindahkan seluruh rasa sakitnya ke dalam dekapan itu. Tapi tak ada pelukan di dunia ini yang bisa menyembuhkan luka seperti itu.

Di dalam hatinya, amarah yang menghitam mulai tumbuh. Pada Athena. Pada wanita yang kini ia yakini telah menghancurkan segalanya.

Celine duduk bersandar di ranjang rumah sakit, wajahnya masih pucat namun matanya kini tak lagi sekadar sendu karena ada bara di sana. Bara yang tumbuh dari kehilangan, dari luka yang tak bisa diobati siapa pun.

Max duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan istrinya erat.

“Max,” suara Celine nyaris berbisik, namun dingin, “aku ingin membalas Athena atas semuanya. Atas apa yang dia perbuat padaku.”

Max menatapnya, raut wajahnya keras, namun dia tetap diam, menunggu.

“Aku kehilangan semuanya.” Suara Celine pecah. “Anak kita, harapan kita, masa depan kita. Hancur, Max. Semua hancur.”

“Celine.” Max berbisik, menyentuh pipinya lembut.

“Aku tidak bisa menjadi ibu.” Celine menoleh, tatapannya tajam menusuk. “Dan aku ingin dia merasakannya juga. Tapi lebih buruk. Jauh lebih buruk.”

Max mengerutkan dahi, suara hatinya mulai bergetar. “Apa maksudmu?”

Celine menarik napas dalam, lalu mengepalkan tangannya. “Aku tahu keluarga Gregory butuh penerus. Dan aku tidak bisa lagi memberikannya.” Ia menoleh padanya. “Hamili Athena. Buat dia mengandung anakmu. Tapi anak itu akan menjadi milikku.”

Max menatapnya tak percaya.

“Dia tidak akan pernah menggendongnya, tidak akan pernah menyusuinya, tidak akan pernah mendengarnya memanggil Ibu.” Suaranya bergetar karena amarah yang ia tekan begitu lama. “Aku ingin dia menyaksikan anak yang dia lahirkan tumbuh dalam pelukanku. Mencintaiku. Memanggilku ibu, sementara dia tidak punya siapa-siapa.”

“Celine.” Max tampak goyah, untuk sesaat.

Namun pelukan Celine menghentikannya. Ia bersandar di dada Max, berbisik dengan penuh luka dan kebencian, “Kau pernah bilang akan melakukan apa pun demi aku. Sekarang waktunya.”

Max mengatup rahangnya. Di dadanya, amarah yang semula diarahkan pada takdir mulai menemukan bentuknya. Athena.

Ia membelai rambut Celine dan berkata dengan dingin, “Kau tenang saja. Athena akan tahu artinya kehilangan. Bahkan sebelum sempat merasakan apa itu bahagia.”

Celine tersenyum miring. Bukan senyum lembut yang dulu dikenalnya. Tapi senyum seorang wanita yang telah kehilangan segalanya dan ingin membuat orang lain kehilangan lebih banyak.

Malam itu, di kamar rumah sakit yang sunyi, dua jiwa yang porak poranda bersatu untuk merancang neraka bagi seseorang yang bahkan belum tahu apa dosanya.

*

Langkah kaki para penjaga terdengar tergesa di koridor panjang rumah Gregory. Di antara mereka, Athena diseret pelan. Tubuhnya lemah, wajahnya pucat seperti mayat. Nafasnya pendek-pendek, namun matanya tetap terbuka. Ia belum mati, tapi nyaris kehilangan segalanya.

Ketika pintu besar ruang tamu terbuka, cahaya lampu gantung menyilaukan pandangannya. Di sana, duduklah Max dan Celine dengan penampilan rapi, angkuh, dan seakan tak pernah disentuh oleh luka.

Celine menyilangkan kakinya, duduk tenang dengan jubah satin warna gading. Sementara Max berdiri di belakangnya, seperti raja yang tengah memutuskan nasib seorang budak.

Athena jatuh terduduk di lantai. Tangannya menumpu tubuhnya yang nyaris ambruk. Ia mendongak, menatap wajah Max ... wajah yang dulu ia cintai, kini menjadi sosok paling menakutkan dalam hidupnya.

Athena terjatuh di lantai marmer, lututnya menghantam keras. Tangannya menumpu tubuhnya yang nyaris ambruk, nafasnya tersengal. Wajahnya pucat pasi. Rambutnya awut-awutan, dan seluruh tubuhnya bergetar karena trauma dan kedinginan yang belum hilang dari ruang bawah tanah.

“Lama tidak bertemu,” ucap Max datar, seolah menyapa tamu tak diundang. “Ternyata kau masih hidup.”

Athena memaksakan diri menegakkan tubuhnya. “Kau yang mengurungku di sana.”

“Seharusnya aku membiarkanmu membusuk lebih lama di sana.” Mata Max dingin, penuh luka yang ia jadikan senjata.

Athena memandangnya, berharap setitik pengampunan. Tapi tak ada.

“Kau merenggut anak kami!” seru Celine, suaranya melengking penuh duka dan amarah. “Aku kehilangan bayiku karena kau!”

Athena menangis. “Itu bukan salahku. Kau jatuh karena ulahmu sendiri.”

Max melangkah pelan, lalu berdiri tepat di hadapan Athena. Ia menatapnya dalam-dalam, lalu berkata lirih namun kejam:

“Kau akan membayarnya. Dengan tubuhmu. Dengan hidupmu.”

Athena menggeleng cepat. “T-tidak.”

“Kau akan mengandung anakku, Athena,” lanjut Max tajam. “Dan anak itu akan menjadi milik Celine. Bukan milikmu.”

Dunia seperti berhenti berputar.

“Apa maksudmu?” suara Athena tercekat.

“Benar.” Celine berdiri, berjalan mendekat dan berlutut tepat di depan Athena. “Aku akan menjadi ibunya. Dan kau? Akan menjadi wadah. Tidak lebih dari itu. Bayi itu tidak akan mengenalmu. Tidak akan memanggilmu ibu. Tidak akan menyentuhmu.”

Athena menggeleng lemah. “Tidak, itu tidak adil untukku apalagi aku tidak melakukan apa pun.”

“Kau bisa menolak,” Max menyela tenang, lalu melemparkan satu berkas di lantai. “Tapi Hans akan berhenti bernapas saat ini juga.”

Athena menatap map itu. Matanya membelalak saat melihat nama rumah sakit ayahnya di sana dan rincian medis tentang pengobatan yang hanya bisa dibayar oleh Gregory Group.

“Tidak,” bisiknya pelan.

“Aku telah mengambil alih semua saham sisa Harrington,” lanjut Max. “Satu kata dariku, dan warisan keluargamu akan tenggelam lebih dalam dari namamu yang sudah busuk.”

Air mata Athena jatuh tanpa suara.

“Pilihanmu sederhana,” Max berbisik di telinganya. “Kandungkan anakku, lalu serahkan. Atau melihat ayahmu mati, dan keluargamu hancur.”

Athena terisak hebat. Tubuhnya tak sanggup menopang beban itu. Ia membungkuk, memeluk lututnya, menahan gemuruh sesak yang menghantam dari segala arah.

“Aku mencintaimu, Max,” lirihnya, nyaris tak terdengar. “Kenapa ... kenapa kau lakukan ini padaku?”

Max menatapnya. Dingin. Tidak ada belas kasih, hanya dendam dan kehilangan yang ia arahkan ke satu-satunya orang yang tak bersalah.

“Karena aku tidak suka melihat hidupmu bahagia di atas penderitaan kami, terlebih kau hanyalah alat untuk balas dendam.”

Kata-kata itu menusuk dada Athena lebih tajam dari sembilu. Dunianya runtuh. Detik itu juga.

Ia menatap Max dengan mata merah dan berlinang, mencoba menemukan secercah kebenaran, harapan atau apa pun yang bisa ia pegang.

Tapi tak ada. Yang berdiri di hadapannya kini bukan lagi suami yang pernah dia kagumi. Bukan laki-laki yang diam-diam dia doakan setiap malam.

Yang berdiri di sana adalah iblis berwajah cinta.

Athena terdiam, tubuhnya menggigil hebat. Bibirnya bergetar, menahan teriakan yang ingin keluar, tapi suara itu terperangkap di tenggorokan. Tenggelam bersama luka yang tak bisa ia tangisi lagi.

“Katakan keputusanmu,” desak Celine pelan tapi tajam.

Athena menunduk, memejamkan mata. Butuh waktu lama sebelum ia membuka suara. Ini adalah keputusan besar berisiko tinggi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   06. KETAKUTAN YANG TERBUNGKUS RAPAT

    Athena mencoba menegakkan tubuhnya, meski lututnya nyaris tak sanggup menopang. Nafasnya sesak. Seluruh tubuhnya bergetar, tapi ia memaksa untuk tetap berdiri. Mata sayunya menatap dua orang di hadapannya, Max dan Celine. Dua sosok yang menatapnya penuh benci.Tatapan mereka bukan sekadar dingin, tapi mematikan. Seolah-olah Athena bukan manusia, hanya alat yang bisa dipakai, dipatahkan, dan dibuang kapan pun mereka mau.Tak ada belas kasih. Tak ada celah untuk menolak.Bibir Athena bergetar, jemarinya mengepal kuat menahan gemetar yang semakin menjadi. Ia gigit bibirnya, berharap rasa sakit itu bisa mengalihkan hatinya yang sedang hancur. Ia ingin diam. Ia ingin menolak. Tapi itu tak mudah.“Aku … aku.” Suara Athena bergetar. “Aku bersedia.”Suara itu lirih. Patah. Dan penuh luka.Sesaat setelah kata-kata itu meluncur dari bibirnya, air mata Athena jatuh dalam diam namun dalam. Tubuhnya goyah, tapi ia tak jatuh. Karena jika ia jatuh, maka semuanya benar-benar berakhir.Celine t

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   05. IBLIS BERWAJAH CINTA

    Langkah Max tergesa menembus lorong rumah sakit. Wajahnya tegang, mata merah menahan emosi yang bergolak seperti badai. Bau antiseptik menusuk hidungnya, menyayat seperti kenyataan yang tak bisa ditolak.Pintu kamar rawat terbuka perlahan. Di sana, Celine terbaring lemah dengan infus di tangan dan selimut menutupi tubuhnya. Wajahnya pucat, matanya sembab. Saat pandangan mereka bertemu, air mata langsung mengalir di pipi wanita itu.“Max, anak kita ... dia ... dia pergi, Max,” isaknya terputus-putus. “Aku tidak bisa menjaganya, aku ... aku gagal.”Max langsung memeluknya erat, mendekap Celine seolah jika ia cukup kuat, ia bisa mengembalikan waktu. “Jangan katakan itu, ini bukan salahmu ... bukan.”Tapi ia sendiri tak tahu kepada siapa kata-kata itu ditujukan. Pada Celine? Atau pada dirinya sendiri?Tangis Celine pecah di dadanya, mengguncang tubuh yang seharusnya ia lindungi dengan seluruh jiwanya. Max menutup mata rapat, berusaha menahan air matanya, tapi gagal.“Kita sudah menu

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   04. HARAPAN YANG PUPUS

    Suara Max menggelegar, mengguncang seluruh rumah utama Gregory.“Kurung Athena di ruang bawah tanah! Jangan ada yang berani melepaskannya sampai aku kembali!”Teriakan itu menghentak semua yang hadir yang membekukan udara, membuat waktu seolah berhenti.Athena mencoba mengejar Max yang mengangkat tubuh Celine menuju pintu, namun lututnya goyah. Ia terjatuh, tangannya mencengkeram lantai dingin marmer.“Aku tidak bersalah! Aku tidak mendorong Celine!” isaknya pecah, suaranya parau penuh luka. Tapi tak seorang pun peduli.Hudson menjadi yang pertama menghampiri. Tatapannya seperti api yang hendak membakar.“Sudah kukatakan sejak dulu, dia wanita beracun! Harusnya dia tidak pernah menginjakkan kaki di rumah ini!”Emery berdiri di samping suaminya, menggenggam lengannya dengan tatapan jijik pada Athena. “Max terlalu baik dan lihat balasannya? Dia mencoba membunuh Celine dan bayinya.”Athena menggeleng, panik. Air matanya jatuh tak tertahan, tapi kata-katanya seperti menabrak dindi

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   03. MEMBEKAS BEGITU DALAM

    Celine dengan wajahnya bersinar oleh rasa bahagia. Dengan anggun, ia memeluk Max dengan erat, kemudian mengecup bibir pria itu di depan semua orang—tanpa malu, tanpa ragu.Max membalas ciuman itu ringan, namun cukup membuat Athena merasakan tusukan tajam di ulu hatinya.“Terima kasih, Max,” ucap Celine manja, menatap pria itu dengan mata berbinar. “Kau selalu membuatku merasa paling dicintai.”Nenek Daisy berdiri sambil mengangkat tangannya penuh restu. “Akhirnya! Keluarga Gregory akan memiliki penerus darah murni. Aku sangat bangga padamu, Celine!”Hudson dan istrinya, Emery, tampak tersenyum puas.“Kabar terbaik minggu ini,” komentar Emery sambil menepuk tangan Celine. “Kau memang istri yang pantas untuk Gregory. Selalu tahu caranya menjaga martabat keluarga.”Hudson mengangguk setuju. “Akhirnya ada kabar baik dari rumah ini.”Athena berdiri tak jauh dari mereka—seolah transparan. Diabaikan, tak diharapkan dan hanya menjadi penonton atas kebahagiaan Max dan Celine.Tak ada y

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   02. CANDU YANG MEMUASKAN

    Kediaman keluarga Maxwell Gregory berdiri menjulang di atas bukit barat kota Zeta—tempat di mana kuasa, kekayaan, dan rahasia saling menindih dalam dinding-dinding marmernya. Rumah utama dihuni oleh Celine, istri pertama yang diakui publik dan keluarga. Sementara Athena tinggal jauh di paviliun belakang, bagai bayangan yang tak pernah boleh menyentuh cahaya.Athena berdiri di dekat jendela besar di ruang kerja Maxwell Gregory. Langit di luar mendung, angin sore berembus pelan, tapi dada Athena justru terasa semakin sesak. Gaun yang ia kenakan hari ini sederhana namun elegan, pilihan Elio atas perintah Max. Dan sekarang, ia menunggu, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak menentu.Langkah kaki terdengar. Pintu dibuka, dan Max masuk dengan aroma khas parfumnya yang selalu menusuk pikiran Athena—begitu akrab, tapi tak lagi menghangatkan.“Ada acara apa hari ini?” tanya Athena, tetap menatap ke luar jendela, suaranya tenang tapi menahan banyak hal. “Sepertinya penting… karena ti

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   01. PERNIKAHAN YANG MENYESAKKAN

    “Acara sebentar lagi mulai, apa Max belum datang?”Athena berdiri di depan altar sederhana, di halaman rumah peristirahatan keluarga Harrington. Tempat itu sudah tiga tahun menjadi saksi bisu upacara kecil yang ia adakan setiap tahun untuk mengenang mendiang ibunya, Patty Harrington.Tiga tahun lalu, kecelakaan itu merenggut nyawa sang ibu dan membuat ayahnya koma hingga kini. Dan sejak saat itu, segalanya berubah.“Tuan Max ada rapat penting, Nyonya,” jawab Norah-asistennya. “Mungkin sekarang sudah selesai.”Athena menatap langit kosong beberapa saat. Rapat. Alasan yang sama. Selalu.Ia merogoh ponselnya dari tas kecil yang tergantung di pergelangan tangan. Jari-jarinya gemetar, bukan karena gugup—tapi karena perasaan tak bisa lagi menahan kecewa. Jempolnya menekan nama yang tersimpan sebagai Maxwell. Satu... dua... tiga kali panggilan tidak dijawab.Athena mendesah. Napasnya terasa sesak. Sekali lagi. Ia menekan tombol panggil dengan ragu, tapi harapan masih ada.Tersambung.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status