Share

Bab 2. STUNNED

"Nick nggak salah pilih? Masa gadis nggak bertata krama gini yang mau dijadikan kekasih!"

Wanita yang terlihat paling muda dari semua yang tadi dikenalkan Nick itu mencemooh, cemoohan pembukaan yang diikuti oleh rentetan ejekan dan hinaan, Kania menerima semuanya dalam diam, yang dia tangkap hanyalah pria itu bernama Nick, selebihnya hanya ejekan dan cemoohan yang tak bisa dicerna otaknya.

Hari ini dia sudah mati rasa, apa yang dihadapinya saat ini sama kejamnya dengan ibu tiri, adik tiri dan tunangan pengkhianat.

Kania melihat wajah mereka satu demi satu hingga sampai di wanita yang ditebaknya sebagai ibu dan ayah Nick yang terlihat tenang-tenang saja.

Wajah mereka begitu teduh.

Meninggalkan perdebatan yang tidak perlu, pria yang dipanggil Nick itu mengajaknya duduk bersama.

Nick mengangsurkan gelas berisi sampanye untuk Kania lalu mengangkat gelasnya sendiri dan mengajak mereka semua bersulang.

"Untuk kebahagiaan."

Kania mendengar Nick bergumam.

Lalu Nick mendekatkan kepalanya dan berbisik mesra dengan suara yang sengaja dikeraskan.

"Aku sudah memberitahu Mom and Dad tentang hubungan kita, Honey."

Berlawanan dengan apa yang nampak di permukaan, Kania merasa tangan Nick di bawah meja menekan pahanya sebagai tanda peringatan.

Kania hanya bisa memandang orang tua Nick sambil menganggukkan kepalanya dengan senyum samar di bibir.

Nampaknya Nick cukup puas dengan reaksi Kania karena tekanan di paha Kania mulai berkurang.

Mereka semua mulai makan dalam diam, tak terkecuali Kania.

Kania reflek membuka mulut saat Nick

menyuapkan roti, Kania mengunyah pelan tanpa ekspresi.

Melihat hal itu, kembali Nick memotong garlic bread dan menyuapkannya kembali.

Sepertinya Nick kasihan melihat dia yang harus menjadi bulan-bulanan gadis muda yang memandangnya dengan sorot membunuh di matanya!

Mungkin karena itulah Nick menyuapinya, sepertinya untuk sedikit meringankan perasaan bersalahnya, bagaimanapun karena Nick lah Kania terjebak di tengah drama pacar yang cemburu!

'atau mungkin mereka belum pacaran, kenapa tidak langsung terus terang bilang nggak mau!' kata Kania dalam hati.

Kania memandang sekeliling lalu dia menyimpulkan kemungkinan besar kedua orang tua mereka bersahabat hingga masalahnya jadi rumit.

Mungkin karena itu satu-satunya jalan menghentikan kejaran gadis itu adalah dengan menjatuhkan harga dirinya, gengsinya, bahwa dia kalah dengan gadis lain.

"Nggak bisa dandan, nggak modis, nggak mungkin bisa memuaskan suami! Terus apa yang bikin kamu pilih dia daripada aku?” Mata gadis itu mendelik tajam.

“Jawab aku Nick, beri aku satu aja kelebihan dia!" gadis itu sengaja bersuara keras hingga menarik perhatian orang-orang yang ada di sekeliling mereka.

Pria yang dipanggil Nick sudah mulai menipis kesabarannya.

"Diamlah Hen, kekasihku dari tadi tidak membalas sedikitpun ocehanmu, tapi bukan berarti kamu boleh terus menghina dia, cukup!"

Nick berusaha meredam kegusarannya karena di sana ada orang tua yang sangat dihormatinya.

"Mi, Mas Nick kenapa kasar sekali sama Henny?" Henny merajuk dengan gaya manja yang di mata Nick sangat memuakkan.

"Sudahlah, diam Hen," kata Ayah Henny, merasa malu dengan ulah anak gadisnya.

"Memang dia nggak punya tata krama, Pi. Maklum kalangan bawah... kenalan aja nggak nyebut nama, memangnya sebenarnya nama dia siapa? Nggak ada yang tahu kan?”

Kania sadar dia memang belum menyebutkan namanya, bagaimana cara memberitahu namanya kepada Nick?

Tiba-tiba, terdengar suara dari arah panggung kafe yang justru menyelamatkan Kania.

Di sana, berdiri seorang temannya yang dulu satu asrama ketika mereka sama-sama mengenyam pendidikan di University of Adelaide.

"Malam ini kita kedatangan tamu, pemain piano handal, kita sambut Kania Saraswati..."

Mereka semua bertepuk tangan.

Kania yang tadinya kesal, tersenyum samar dan menghampiri panggung kafe untuk menunjukkan kebolehannya.

Sebelum menunjukkan bakatnya, Kania menyempatkan diri menatap lekat pada pria yang membawanya pada masalah baru.

Inilah KALI PERTAMA dia menatap keseluruhan pria itu, yang ternyata memiliki tampang yang luar biasa tampan.

Merasa sudah terlanjur masuk pada skenario Nick, Kania memutuskan untuk mengikuti arus. Untuk itu, dia berujar jika penampilannya kali ini dipersembahkan untuk sang calon suami ‘dadakannya’.

Kania pun hanyut dalam permainan indahnya.

“Luar biasa.”

“Dia punya bakat yang indah.”

"Pasti dia akan terkenal."

Tepukan dan pujian mengiringi Kania saat permainan pianonya berakhir.

Bahkan, orangtua Nick ikut melakukan standing applause hingga Kania sampai di mejanya, tentu saja kecuali Henny yang makin cemburu dan berusaha menyakiti hati Kania.

"Mungkin itu pekerjaannya, bermain dari satu club ke club yang lain, wanita malam!!"

Dia masih terus mencari celah untuk mengubah pandangan orangtua Nick pada Kania.

"Bisa tolong kamu jaga ucapanmu? Dari tadi kau menghinanya, salah dia apa? Kalian baru kenal kan? Kasar sekali," tegur Nick yang mulai bosan menahan dirinya melihat keculasan Henny.

"Halah, paling kamu juga baru ketemu dia kan, Mas? Kamu main comot biar aku kepanasan? Cemburu? Aku berani taruhan nanti kalian akan pulang ke rumah masing-masing! Kalian akan berpisah di pelataran parkir!" Nyerocoslah Henny sesuka hatinya.

"Kau pikirlah sesukamu," jawab Nick yang sudah sangat muak.

"Mom, Dad, Nick pulang dulu. Ayo Honey, kita pulang!"

Kemudian Kania merasa Nick mendorong lembut pinggangnya, tanpa berpamitan pada Henny dan kedua orang tua Henny, Nick mengarahkan Kania menuju mobil, sambil tetap memeluknya dengan mesra.

Awalnya Kania tahu mereka memang harus tetap terlihat mesra, terlihat bersama, hingga mereka menghilang dari pandangan.

Akan tetapi saat mereka telah jauh Kania masih juga tidak berusaha membebaskan dirinya. Ditambah dengan sampanye yang memenuhi perutnya dan mempengaruhi otaknya, kewaspadaan Kania mulai menurun.

Kania ingin dipeluk seperti saat dia datang, rasanya MENENANGKAN.

Dia memang sangat membutuhkan PELUKAN!

Setelah mengalami kejadian demi kejadian yang menghantamnya hari ini, merasakan pelukan kuat di bahunya, tangan besar yang merengkuh pinggangnya membuatnya terharu hingga ia nyaris meneteskan air mata.

"Kita kembali ke apartemenku dulu, kemudian aku akan mengantarmu pulang."

Nick menawarkan tempat istirahat terdekat dan untuk memastikan jika Henny mengirim seseorang untuk mengawasi maka laporan yang diterimanya adalah mereka berdua menginap di apartemen Nick.

Kania terdiam.

"Mana kunci mobilmu, aku sudah menyuruh sopirku pulang."

Nick mengulurkan tangannya.

Kania memberikan kuncinya, Kania seperti orang yang berjalan dalam keadaan tidak sadar, tidak ada keinginan, tidak punya kemauan, dia hanya ingin MENGHAPUS semua peristiwa hari ini.

"Kau baik-baik saja?"

Kania mendengar Nick bertanya kepadanya dengan suara maskulin yang berat.

"It's oke," Kania berusaha menjawab sebisanya.

"Kita hanya akan masuk sebentar, hanya agar sandiwara kita nampak nyata, kamu tidak usah mengkhawatirkan apapun."

"Aku tidak lagi mengkhawatirkan apa-apa. Lagi pula aku sudah tidak punya apa-apa!" bisik Kania parau.

"Apa maksudmu?"

"Lupakan.”

Kania tidak tahu itu akibat efek sampanye yang diminumnya atau pelukan kuat dari pria yang baru dua jam dikenalnya.

Sebelumnya dia sangat muak dengan sekelilingnya, tapi saat ini perasaannya sudah jauh lebih ringan, bahkan dia merasa setengah melayang, begitu menyenangkan.

Kania diam saja mengikuti Nick yang membawanya masuk ke sebuah apartemen. Kompleks apartemen termahal yang ada di kota ini.

Kania begitu lelah jiwa raga hingga tidak ingat hal lain, saat mereka memasuki kamar Nick dan pria itu bergegas ke kamar mandi … Kania langsung mencari tempat datar terdekat, merebahkan dirinya dan langsung terlelap.

Tengah malam Kania terbangun karena merasa ada yang membelitnya.

Setengah sadar Kania merasa ada tangan kekar melingkari pinggangnya, kaki panjang yang menyusup di antara betisnya.

Ada yang mendesak perutnya... anehnya, dia tidak merasa jijik seperti biasa, dia justru merasa seperti ada jutaan kupu-kupu menari di perutnya.

"Nia…." bisikan parau seorang pria terdengar sayup-sayup oleh Kania.

“Hemm.” Dia hanya bergumam, lalu menyusupkan wajahnya lebih dalam ke relung di antara leher dan bahu Nick.

Kania dapat merasakan tubuh pria itu begitu hangat dan juga harum.

Tanpa sadar, dia terus menjejaki hidungnya ke kulit hangat itu.

Erangan dan geraman halus terdengar, seiring dengan degup jantung yang memacu lebih cepat.

Jika Kania menemukan sebuah kedamaian dengan berlama-lama menghidu aroma Nick, pria itu justru tengah mati-matian melawan hasrat.

“Kania, berhenti.”

Nick adalah pria dewasa yang punya sisi liar. Namun, dia sadar, wanita yang ditemuinya ini tidak dikenalnya.

Dia tidak ingin bercinta dengan orang asing, tetapi kalau wanita itu terus saja merangsek ke dalam pelukannya … pertahanannya bisa kapan saja tumbang!

Jakun Nick bergerak cepat.

Hasratnya sudah naik ke ubun-ubun.

Sesuatu di bawah sana sudah meronta ingin dilepas.

“Kania, kuperingatkan kau untuk berhenti, sebelum aku—”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Jessica Uktolseya
menarikkk bangettt
goodnovel comment avatar
Maria Santi
hmm gak tahu malu banget deh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status