Share

Bab 7

Seminggu telah berlalu semenjak Tari melihat kejadian tidak menyenangkan itu. Selama seminggu belakangan pula, ia tidak bertemu dengan Ryan. Sebentar lagi mereka akan dihadapkan dengan ulangan semester ganjil. Belum lagi para guru yang seakan berlomba untuk memberikan tugas. Mungkin itu sebabnya Tari bisa sejenak melupakan Ryan. Ia terlalu sibuk berkutat dengan tugasnya. Perpustakaan masih menjadi tempat favoritnya untuk menghabiskan waktu istirahat.

Ketika kembali ke kelasnya setelah menghabiskan waktu di perpustakaan, Tari mendapati sebuah kotak makan kecil ada di atas mejanya. Terdapat kertas kecil yang diletakkan di bawah kotak tersebut.

‘ASYIK BELAJAR SIH BOLEH SAJA. TAPI JANGAN LUPA MAKAN, YA.’

Tari tersenyum memandang tulisan di secarik kertas tersebut. Ia pun membuka kotak di atas meja dan mulai mengunyah sandwich yang ada di dalamnya.

***

Pak Budi baru saja keluar dari kelas XII IPA 2. Disusul kemudian oleh para murid yang mulai melangkah ke luar kelas menuju kantin. Jam istirahat. Tari masih duduk di bangkunya, merapikan buku kimia yang masih memenuhi mejanya. Di sampingnya, Natasya terlihat mengacak-acak rambutnya sendiri sambil mencorat-coret kertas.

“Arghhh!!” teriak Natasya.

“Pelajaran baru aja selesai tapi kamu sudah mau buat tugas yang dikasi Pak Budi?”

“Hah?” Natasya terlihat bingung. “Memangnya ada tugas, ya?”

Tari hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Padahal sejak tadi Natasya ada di sebelahnya. Tapi, ia sama sekali tidak mendengar bahwa Pak Budi memberikan tugas yang harus dikumpulkan minggu depan.

“Kalau nggak bingung ngerjain tugas, terus kamu lagi ngapain?”

“Aku lagi bingung, nih. Sebentar lagi kan ulangan.”

“Lalu?”

“Itu berarti kan liburan sudah dekat,” sahut Natasya bersemangat.

Tari hanya melongo. “Hah?”

“Aku lagi sibuk ngerencanain liburan nanti. Kamu punya rekomendasi tempat yang bagus, nggak?”

“Jadi, kamu dari tadi bingung karena belum tahu mau ke mana waktu liburan nanti?” tanya Tari tak percaya.

“Iya,” sahut Natasya mantap. “Kamu juga harus mikirin rencana liburanmu mulai dari sekarang. Kalau nggak, kamu bakalan menyesal begitu liburan berakhir. Kalau udah kayak gitu, jangan salahin aku karena aku udah ngasi peringatan.”

Tari cuma bisa melongo mendengar jawaban temannya yang ajaib itu. Natasya memang selalu seperti itu. Dalam kepalanya hanya ada hal-hal yang menyenangkan. Terkadang, Tari merasa iri pada Natasya. Seandainya ia bisa seperti temannya ini. Melakukan segala hal yang diinginkan. Hidupnya pasti akan lebih mudah. Sayangnya, ia tidak bisa. Contohnya saja saat ini. Ia sengaja diam di dalam kelasnya pada jam istirahat. Menunggu sosok Ryan datang menghampiri. Sebenarnya, Tari ingin menghampiri Ryan ke kelas sebelah namun ia mengurungkan niat tersebut. Belakangan ini, mereka tidak pernah berkomunikasi sedikit pun. Tari sengaja diam saja. Mungkin Ryan juga sedang sibuk. Setidaknya, kotak makan siang yang ditinggalkan Ryan kemarin menunjukkan bahwa ia masih perhatian pada Tari. Tari pun mencoba tetap berpikiran positif.

***

Ryan berdiri di pojok perpustakaan sambil membaca majalah olahraga. Beberapa minggu belakangan, Ryan selalu datang ke perpustakaan. Walaupun perpustakaan bukan merupakan tempat kesukaannya, ia tetap bersedia menghabiskan waktu istirahatnya di sini. Semua itu karena Tari. Selama ini, Ryan diam-diam meniru kebiasaan Tari untuk menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan. Ia selalu diam di pojokan sambil memerhatikan wajah serius Tari saat sedang mengerjakan tugas. Ryan tidak ingin mengganggu pacarnya itu. Ia ingin memberikan Tari kebebasan. Ia pun tidak ingin mengganggu waktu belajar Tari dengan hal-hal yang tidak penting. Ia tahu benar bahwa Tari tidak senang diganggu. Ryan paham betul bahwa pacarnya itu sangat istimewa. Ia punya cita-cita yang tinggi. Gadis dengan segudang ilmu pengetahuan itu bersedia menerima cintanya, bagi Ryan itu saja sudah cukup.

Ryan masih tetap membalikkan lembar demi lembar majalah di hadapannya. Sesekali ia melirik ke arah meja yang biasa diduduki Tari. Tari tak ada di sana. Aneh. Sudah lebih dari sepuluh menit Ryan menunggu tapi yang ditunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

TETTT… TETTTTT…

Ryan menarik napas panjang. Jam istirahat telah usai.

“Bagaimana mungkin aku menjalani hari ini tanpa melihatmu?” batin Ryan.

***

Satu minggu yang melelahkan akhirnya telah usai. Terdengar teriakan riuh seluruh siswa ketika akhirnya satu minggu yang penuh dengan jadwal ulangan akhirnya telah terlewati.

“Akhirnya… BEBAS!!!” teriak Natasya keras.

Tari hanya tersenyum melihat wajah girang temannya itu.

“Ayo kita rayain kebebasan ini,” kata Natasya tiba-tiba.

“Hah?”

“Kita harus ngerayainnya! Bayangin aja gimana belakangan ini kamu sibuk belajar dan ngafalin semua rumus fisika, fungsi organ tubuh, sampe senyawa-senyawa kimia. Kamu nggak ngerasa jenuh? Kita harus menyegarkan kembali otak kita sebelum terlambat. Pokoknya, kita harus ngerayain akhir dari satu minggu paling menyiksa ini!” kata Natasya mantap.

“Kamu terlalu berlebihan, deh.”

“Aku nggak berlebihan. Ini serius. Cepat hubungi Ryan. Ayo kita bersenang-senang.”

Tari terlihat sedikit ragu. Entah sudah berapa lama ia tidak berkomunikasi dengan Ryan. Ia bahkan tidak melihat Ryan akhir-akhir ini. Padahal, kelas mereka bersebelahan!

“Kenapa diem aja? Ayo, buruan!” desak Natasya.

Tari masih ragu. Ia bingung. Penjelasan apa yang harus dikatakannya pada Natasya. Lama ia menatap layar ponselnya.

“Lama amat, deh.”

Natasya langsung meraih ponsel Tari dan menekan tombol hijau. Panggilan tersambung.

Tari hanya bisa pasrah. Ia memang tidak pernah bisa menang melawan Natasya.

“Halo,” samar-samar Tari bisa mendengar suara Ryan di ujung sana.

“Hai, darling. Lagi di mana? Aku sama Tari ada di dekat aula, nih. Ayo kita bersenang-senang.”

Tari hanya bisa menunggu sampai Natasya bisa menyeret Ryan untuk muncul di hadapannya. Sebenarnya, ia juga ingin bertemu dengan Ryan. Saat ini juga.

“Apa maksudmu? Ayolah…” Natasya masih sibuk membujuk Ryan. “Ya udah, deh… Mau bagaimana lagi? Oke, ya… yaa… Bye.”

Natasya mengembalikan ponsel Tari. “Sejak kapan sih, pacarmu itu jadi nggak asyik gini?” omel Natasya. “Kapan lagi coba kita bisa jalan bertiga. Sebentar lagi kan aku mau liburan...”

“Apa katanya? Dia nggak bisa ikut?” tanya Tari penasaran.

“Dia udah ada janji sama teman-temannya. Mantan anak-anak basket,” ucap Natasya kesal.

Tari tidak bisa menutupi raut kecewa di wajahnya.

“Janji dengan mantan anak-anak basket,” ulang Tari pelan.

Segala pikiran buruk berkelana di otaknya. Sudah lama mereka tidak bertemu dan sekalinya diajak kumpul, Ryan lebih mementingkan janjinya dengan teman-teman basketnya?

Lagi-lagi terbayang pemandangan kala Ryan tampak asyik bercakap-cakap dengan anggota pemandu sorak. Apakah Ryan kini lebih tertarik menghabiskan waktu dengan gadis-gadis centil itu dibandingkan dengan dirinya? Tari menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha mengusir pikiran negatif yang ada di benaknya. Mencoba meyakinkan diri bahwa Ryan tidak mungkin mengkhianati hubungan mereka.

“Kamu tidak akan mengkhianatiku, kan?” bisik Tari pelan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status