Share

Dekripsi Malam

Penulis: Mustika Ainel
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-08 16:37:25

Aisyah merasakan hawa dingin. Ini bukan hanya tentang warisan. Ini tentang…

...sebuah konspirasi yang tersembunyi jauh di dalam inti Atmadja Group.

Aisyah dan Laras meninggalkan kompleks Kediaman Atmadja dengan tergesa-gesa. Buku catatan bersampul kulit itu kini terasa panas di tangan Aisyah, seolah memancarkan energi rahasia.

“‘Proyek Khatulistiwa’,” gumam Laras, saat mereka sudah duduk di mobil Aisyah yang melaju kencang menjauhi gerbang. “Nama yang megah untuk apa pun yang disembunyikan Arif.”

“Itu hanya sketsa kecil di sudut laci,” jawab Aisyah, membolak-balik buku catatan yang penuh dengan simbol. “Tapi mengapa Arif harus menyembunyikan ini di tempat yang sangat terisolasi? Dan mengapa Adrian repot-repot mengosongkan brankas, tetapi melewatkan laci kecil ini?”

“Mungkin dia tidak menyadarinya, atau mungkin dia pikir itu hanya omong kosong pribadi,” duga Laras. “Para pria Atmadja terkenal sombong, Aisyah. Mereka meremehkan apa pun yang tidak tampak besar dan mencolok.”

Laras menunjuk buku itu. “Anda yakin kunci enkripsinya adalah tanggal ulang tahun pernikahan Anda?”

“Hanya itu satu-satunya petunjuk yang Arif tinggalkan di halaman depan,” kata Aisyah. “Tanggal 22 September. Saya harus mencoba mendekripsinya malam ini juga.”

Laras menghela napas. “Saya ingin membantu, tetapi saya harus kembali. Kami harus segera mengajukan dokumen tandingan untuk melawan kampanye hitam Adrian. Saya akan menyiapkan berkas pencemaran nama baik. Anda fokuslah pada buku itu. Jika itu adalah buku harian, itu bisa menjadi pengakuan yang kita butuhkan.”

“Terima kasih, Laras,” kata Aisyah tulus.

“Jangan berterima kasih sebelum kita menang,” balas Laras. “Pastikan Anda menggunakan komputer yang bersih, dan jangan hubungkan ke jaringan Atmadja apa pun. Kita tidak tahu siapa yang memantau Anda.”

Aisyah mengangguk, menyadari ancaman digital itu nyata. Ia menjatuhkan Laras di pinggir jalan, lalu kembali ke apartemennya yang kini terasa tidak aman.

*

Tiba di apartemen, Aisyah segera mengeluarkan laptop pribadinya yang jarang ia gunakan. Laptop itu sudah lama terputus dari jaringan Atmadja Group. Ia mulai memotret setiap halaman buku catatan Arif, mengunggah deretan kode itu ke software dekripsi sederhana yang ia unduh.

Ia memasukkan tanggal 2209 sebagai kunci. Program itu bekerja, tetapi hasilnya hanya deretan huruf acak.

“Tidak mungkin sesederhana ini,” gumam Aisyah frustrasi, mengusap wajahnya.

Arif adalah seorang ahli digital, kodenya pasti lebih rumit. Ia ingat Arif sering bercerita tentang sistem sandi kuno yang ia pelajari dari salah satu mentor IT-nya dulu.

Aisyah segera mencari nama-nama lama yang pernah bekerja dengan Arif di tahun-tahun awal kariernya. Ia menemukan satu nama yang menonjol: Bapak Danu, mantan Kepala IT Atmadja Group, yang pensiun mendadak sepuluh tahun lalu.

Aisyah ragu sejenak, takut menghubungi orang yang mungkin masih setia pada Dinasti Atmadja. Namun, ia tidak punya pilihan.

Ia menghubungi nomor lama Pak Danu yang ia temukan di kartu nama usang.

“Halo, ini siapa?” suara Pak Danu terdengar ramah namun hati-hati di ujung telepon.

“Bapak Danu, saya Aisyah Atmadja. Istri dari almarhum Arif Atmadja.”

Hening sejenak. “Oh, Nyonya Aisyah. Saya turut berduka cita. Saya sangat menghormati mendiang Tuan Arif.”

“Terima kasih, Bapak. Saya tahu ini mungkin tidak pantas, tetapi saya sedang dalam situasi yang sulit, dan saya membutuhkan bantuan Bapak, yang hanya bisa Bapak berikan,” kata Aisyah, menjaga suaranya tetap tenang.

“Ada apa, Nyonya?”

Aisyah menjelaskan secara singkat tentang buku catatan yang dienkripsi dan pertarungan wasiat melawan Adrian. Ia tidak menyebutkan Adrian, hanya ‘keluarga yang menentang’.

“Saya membutuhkan kunci enkripsi yang Arif gunakan. Saya tahu dia menggunakan sistem sandi substitusi lama yang Bapak ajarkan padanya,” kata Aisyah langsung.

Pak Danu terdengar gelisah. “Nyonya, saya sudah lama pensiun. Saya tidak ingin terlibat lagi dengan urusan Atmadja. Mereka adalah keluarga yang sangat... kuat.”

“Bapak, saya tidak meminta Bapak bersaksi atau terlibat dalam pengadilan,” Aisyah memohon. “Saya hanya ingin tahu kebenaran yang Arif coba lindungi. Dia ingin membersihkan sesuatu. Jika Bapak tahu sistem sandi itu, Bapak bisa membantu Arif mencapai kedamaian.”

Aisyah memainkan kartu emosionalnya, tahu bahwa Danu sangat loyal kepada Arif.

Pak Danu menghela napas panjang. “Baiklah, Nyonya. Dulu, ketika kami masih muda, Arif memang terobsesi dengan sandi Vigenere yang dicampur dengan tanggal. Tanggal pernikahan Anda hanyalah bagian dari kuncinya. Kunci lengkapnya harus berupa kode alfanumerik yang memiliki arti pribadi.”

“Apa maksudnya?”

“Coba sandi itu digabungkan dengan nama Anda, Nyonya. Tapi bukan nama lengkap. Nama panggilan Anda, yang paling sering Arif gunakan,” instruksi Pak Danu. “Arif selalu mengatakan, sandi yang paling aman adalah sandi yang hanya diketahui oleh orang yang Anda cintai.”

Aisyah merasakan kehangatan yang menyelimuti hati di tengah dinginnya konspirasi. Nama panggilannya.

“Terima kasih, Bapak Danu. Bapak telah membantu saya lebih dari yang Bapak bayangkan.”

Aisyah menutup telepon dan segera kembali ke laptop. Ia memasukkan kunci baru: tanggal pernikahan (2209) digabungkan dengan nama panggilan yang Arif berikan padanya: Syah.

Ia memasukkan 2209Syah. Program dekripsi mulai bekerja, bilah progres mulai bergerak maju, jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Jantung Aisyah berdebar kencang. Dalam beberapa detik, ia akan melihat apa yang Arif coba sembunyikan.

Tepat ketika program mencapai 90 persen, layar laptop Aisyah berkedip keras. Tiba-tiba, bilah progres itu membeku, dan sebuah jendela peringatan merah menyala di layar: DATA CORRUPTION. IMMINENT HARD DRIVE FAILURE.

“Tidak!” Aisyah berteriak.

Layar laptopnya berubah menjadi blue screen, dan kemudian mulai memuntahkan deretan kode aneh yang tidak bisa ia hentikan. Ini bukan kegagalan sistem biasa. Ini adalah serangan. Virus perusak data yang dirancang untuk menghapus semua yang ada di hard drive.

Harris. Mereka memantau. Mereka tahu ia sudah mendekripsi.

Aisyah, bertindak berdasarkan insting yang diperingatkan Laras, langsung mencabut kabel daya laptop dan mencabut baterai. Laptop itu mati total dalam kegelapan.

Namun, ia tahu itu mungkin sudah terlambat. Virus itu bekerja cepat.

Aisyah gemetar. Ia telah membahayakan semua data hanya karena mencoba dekripsi secara online.

Ia menatap tumpukan foto halaman buku catatan yang ia cetak tadi. Saat program dekripsi bekerja, ia sempat mencetak barisan kode yang sudah diolah.

Cepat-cepat, ia menyalakan printer kecil yang tidak terhubung ke jaringan. Ia mencari tumpukan kertas hasil cetak, mencari yang terpotong.

Ia menemukan dua lembar yang dicetak tepat sebelum laptopnya lumpuh. Itu adalah entri pertama.

Ia mengambil pena dan, menggunakan metode substitusi yang dijelaskan Pak Danu, ia mulai mendekripsi entri pertama itu secara manual, kata demi kata.

Keringat dingin membasahi punggungnya. Jam menunjukkan pukul dua pagi.

Setelah sepuluh menit yang terasa seperti berjam-jam, Aisyah berhasil menyelesaikan terjemahan entri pertama itu.

Tulisannya adalah tulisan tangan Arif yang tergesa-gesa, jelas ditulis dalam keadaan panik. Aisyah membaca kalimat itu berulang kali, rasa ngeri menjalar.

Proyek ‘Khatulistiwa’ mulai runtuh. Aku harus membersihkan semuanya, demi Aisyah. Termasuk membungkam D.

Aisyah membeku. Siapa ‘D’? Dan membersihkan apa—

Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan halus di pintu depan. Ketukan yang pelan, nyaris tak terdengar, tetapi cukup untuk membuat seluruh indra Aisyah tegang.

Ia berdiri perlahan, kertas yang berisi rahasia mematikan itu jatuh dari tangannya.

Ketukan itu datang lagi.

“Nyonya Atmadja,” suara itu berbisik dari luar, “saya tahu Anda ada di dalam. Kami hanya ingin mengobrol sebentar tentang surat wasiat Tuan Arif.”

Itu bukan suara Harris. Suara itu dalam dan asing, penuh ancaman yang tidak terselubung.

Aisyah menahan napas. Pintu depannya adalah pintu kayu solid, tetapi di bawah tekanan, ia tahu itu hanya masalah waktu.

Dia menggeser pandangannya ke kertas yang tergeletak di lantai.

Termasuk membungkam D.

Siapa yang mengirim mereka? Adrian? Atau ‘D’ yang Arif coba bungkam?

Ketukan itu kini berubah menjadi dorongan keras, mencoba merobek bingkai pintu. Aisyah tahu ia hanya punya beberapa detik. Ia harus menyembunyikan bukti ini.

Ia meraih kertas itu, mencengkeramnya erat-erat, dan berlari menuju kamar mandi, mencari tempat tersembunyi—

Pintu depan berderak keras, engselnya mulai menyerah.

“Buka pintunya, Nyonya,” suara itu mengancam. “Kami tidak ingin menyakiti Anda.”

Aisyah menyalakan keran air panas di wastafel dan mulai merobek kertas itu menjadi potongan-potongan kecil yang tak terbaca. Dia harus membuang semua bukti fisik.

Saat ia membuang potongan terakhir ke saluran pembuangan—

BRAKK!

Pintu depan terlepas dari engselnya, jatuh ke lantai dengan suara memekakkan telinga.

Aisyah berbalik, jantungnya seperti dipalu. Di ambang pintu kamar mandi, berdiri dua siluet besar yang gelap.

“Nyonya Aisyah,” salah satu dari mereka menyeringai, “Anda seharusnya tidak bermain sebagai detektif.”

Mereka bergerak cepat, menutup celah di antara mereka dan Aisyah.

“Di mana berkasnya?” tuntut yang lain, suaranya serak.

Aisyah mundur ke dinding. “Berkas apa yang kamu bicarakan?”

“Jangan bermain bodoh. Berkas yang membuktikan Arif mencoba—"

Aisyah melihat ke arah wastafel, memastikan potongan kertas itu sudah benar-benar hilang. Dia tidak punya apa-apa lagi selain dirinya dan pengetahuan yang baru ia dapatkan.

Ia mengangkat tangan, berpura-pura menyerah. "Saya tidak punya apa-apa yang kalian cari."

Pria pertama melangkah maju, tangannya terentang—

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   ketehangan di kantor lama

    Aisyah mencengkeram lengan Laras erat-erat, hampir mencekik pergelangan tangan pengacaranya itu. Matanya melebar, bukan karena ketakutan, tetapi karena kaget. “Di seberang jalan?”Laras, meskipun lebih tinggi dari Aisyah, mencondongkan tubuhnya ke depan, berusaha menutupi Aisyah dari pandangan siapa pun yang mungkin kebetulan melihat ke dalam mobil. Ia segera menutup tabletnya.“Sistem pemantauan keamanan yang terpisah. Adrian sengaja memilih tempat yang tidak terhubung ke jaringan utama Atmadja Group,” bisik Laras, napasnya sedikit tersengal-sengal. “Harris benar. Tapi... kita tidak menduga kalau letaknya tepat di depan hidung kita. Apartemen Anda berada di lantai sembilan. Jarak pandang lurus. Mereka mungkin melihat pergerakan Anda, Aisyah.”Laras menggeleng. “Ini buruk sekali. Serangan semalam—pencurian data di apartemen Anda, semuanya ada di tangan mereka. Kita hampir memberitahu Harris kalau kita tahu segalanya. Untung dia terlalu bodoh untuk menghubungkan petunjuk itu.”“Lalu ke

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   Terjatuhnya Arif

    "Kita akan bertemu dengannya. Kita akan menawarkan dia imunitas penuh jika dia mau membuka mulutnya, dan aku yakin rasa marah karena dikhianati oleh Adrian lebih besar daripada rasa takutnya kepada keluarga Atmadja saat ini," pungkas Aisyah, ekspresinya tajam.Laras menyandarkan punggungnya pada jok mobil. Malam itu, di jalanan ibu kota yang basah, ketenangan Laras terasa kontras dengan gejolak yang Aisyah alami. Namun, ada kilatan puas di mata pengacara itu. Kegagalan Adrian di pengadilan adalah kesenangan kecil yang mahal.“Kau benar,” kata Laras. “Harris sudah lama loyal pada keluarga itu, terutama Ayah Atmadja. Dia percaya diri dengan jaminan imbalan dan perlindungan yang Adrian berikan. Ketika Adrian mengorbankan dia untuk menutupi jejaknya sendiri, harga dirinya pasti hancur.”“Jadi, kita akan menawarinya pintu keluar,” ujar Aisyah. “Adrian sudah menjadikan Harris kambing hitam, dia tidak punya apa-apa lagi yang harus dipertaruhkan selain hidupnya.”Mereka mengatur pertemuan rah

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   Pria Misterius di Apartemen Aisyah

    Pria pertama melangkah maju, tangannya terentang—dan saat itulah alarm kebakaran apartemen Aisyah berbunyi nyaring, memekakkan telinga.Aisyah telah menekan tombol darurat yang tersembunyi di bawah wastafel saat ia merobek kertas.Dua pria itu mengerang frustrasi, memegangi telinga mereka. Suara itu terlalu keras di ruangan tertutup.“Sialan!” teriak salah satu pria itu.Aisyah memanfaatkan sepersekian detik kebingungan mereka. Ia mendorong tubuhnya ke samping, menabrak pria kedua, dan berlari keluar kamar mandi, melompati bingkai pintu yang roboh.Ia tidak berhenti berlari. Ia tahu apartemen itu tidak aman.Ia berhasil mencapai pintu belakang yang mengarah ke tangga darurat. Di belakangnya, ia mendengar teriakan marah dan langkah kaki berat.“Tangkap dia! Jangan sampai lolos!”Aisyah menuruni tangga darurat dengan kecepatan panik. Ia tidak tahu siapa mereka, tetapi ancaman fisik itu lebih nyata daripada gugatan hukum mana pun. Ia berhasil keluar dari gedung, berlari ke jalanan malam

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   Dekripsi Malam

    Aisyah merasakan hawa dingin. Ini bukan hanya tentang warisan. Ini tentang…...sebuah konspirasi yang tersembunyi jauh di dalam inti Atmadja Group.Aisyah dan Laras meninggalkan kompleks Kediaman Atmadja dengan tergesa-gesa. Buku catatan bersampul kulit itu kini terasa panas di tangan Aisyah, seolah memancarkan energi rahasia.“‘Proyek Khatulistiwa’,” gumam Laras, saat mereka sudah duduk di mobil Aisyah yang melaju kencang menjauhi gerbang. “Nama yang megah untuk apa pun yang disembunyikan Arif.”“Itu hanya sketsa kecil di sudut laci,” jawab Aisyah, membolak-balik buku catatan yang penuh dengan simbol. “Tapi mengapa Arif harus menyembunyikan ini di tempat yang sangat terisolasi? Dan mengapa Adrian repot-repot mengosongkan brankas, tetapi melewatkan laci kecil ini?”“Mungkin dia tidak menyadarinya, atau mungkin dia pikir itu hanya omong kosong pribadi,” duga Laras. “Para pria Atmadja terkenal sombong, Aisyah. Mereka meremehkan apa pun yang tidak tampak besar dan mencolok.”Laras menunj

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   Jejak Kertas Misterius

    Asal-usul kekayaan adalah dosa.Kalimat itu, tergores di balik foto usang, terasa seperti batu pemberat yang tiba-tiba dilemparkan ke dalam air yang tenang. Aisyah segera menelepon Laras, suaranya dipenuhi urgensi yang tak tertahankan.“Anda yakin tulisan ini bukan tulisan tangan Arif?” tanya Laras, memegang foto itu di bawah cahaya lampu neon di kantornya. Aisyah telah bergegas ke sana, membawa satu-satunya petunjuk fisik yang ia miliki.“Saya yakin,” jawab Aisyah, menyandarkan diri pada meja Laras. “Tulisan tangan Arif lebih rapi, lebih formal. Ini terasa tergesa-gesa, dan sangat tua.”Laras membalik foto itu lagi, menatap pria paruh baya yang dirangkul Arif muda. “Pria ini, dia tidak ada di album pernikahan Anda?”“Tidak pernah. Tidak ada yang pernah menyebutkan dia,” kata Aisyah. “Adrian juga tidak. Keluarga Atmadja selalu menjaga citra mereka sempurna. Saya yakin pria ini dan kalimat itu adalah kunci untuk memahami mengapa Arif mengubah wasiatnya.”Laras mengangguk. “Jika ‘asal-u

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   kampanye Hitam Dimulai

    ...meninggal,” Laras menyelesaikan kalimatnya, suaranya kini kembali normal, tetapi dampaknya pada Aisyah begitu besar.Aisyah duduk tegak, mencerna kata-kata itu. "Jadi, kamu berpikir wasiat ini hanyalah cara Arif untuk memicu konflik, agar rahasia mereka terungkap?"Laras mengangguk, menyandarkan sikunya di meja. “Aku tidak tahu apa yang Arif sembunyikan. Tapi lihat polanya. Dia tahu Adrian adalah anak yang emosional dan ambisius. Memberikan 51 persen saham padamu, seorang istri baru, adalah provokasi yang disengaja. Dia tahu Adrian akan menggugat. Dan gugatan itu membuka pintu bagi kita untuk mengajukan discovery—permintaan dokumen—yang jauh melampaui surat wasiat biasa.”“Dia menggunakan saya sebagai perisai, atau mungkin sebagai senjata,” gumam Aisyah, rasa sakit dan pencerahan bercampur aduk.“Mungkin keduanya. Tapi sekarang, kamu adalah pewaris, Aisyah. Dan kamu harus bertarung seperti pewaris Atmadja.” Laras menutup berkas. “Aku akan mengajukan mosi darurat kita besok pagi. Ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status