Share

Jejak Kertas Misterius

Author: Mustika Ainel
last update Last Updated: 2025-12-08 16:31:00

Asal-usul kekayaan adalah dosa.

Kalimat itu, tergores di balik foto usang, terasa seperti batu pemberat yang tiba-tiba dilemparkan ke dalam air yang tenang. Aisyah segera menelepon Laras, suaranya dipenuhi urgensi yang tak tertahankan.

“Anda yakin tulisan ini bukan tulisan tangan Arif?” tanya Laras, memegang foto itu di bawah cahaya lampu neon di kantornya. Aisyah telah bergegas ke sana, membawa satu-satunya petunjuk fisik yang ia miliki.

“Saya yakin,” jawab Aisyah, menyandarkan diri pada meja Laras. “Tulisan tangan Arif lebih rapi, lebih formal. Ini terasa tergesa-gesa, dan sangat tua.”

Laras membalik foto itu lagi, menatap pria paruh baya yang dirangkul Arif muda. “Pria ini, dia tidak ada di album pernikahan Anda?”

“Tidak pernah. Tidak ada yang pernah menyebutkan dia,” kata Aisyah. “Adrian juga tidak. Keluarga Atmadja selalu menjaga citra mereka sempurna. Saya yakin pria ini dan kalimat itu adalah kunci untuk memahami mengapa Arif mengubah wasiatnya.”

Laras mengangguk. “Jika ‘asal-usul kekayaan adalah dosa,’ kita tidak lagi hanya melawan gugatan wasiat, Aisyah. Kita melawan sejarah. Dan ini menjelaskan mengapa Adrian dan Ibu Rosa begitu panik.”

“Mereka tidak hanya melindungi uang, mereka melindungi reputasi Ayah Atmadja,” gumam Aisyah.

“Tepat. Sekarang, apa yang kita lakukan?”

“Saya harus masuk ke ruang kerja Arif di rumah utama,” kata Aisyah, tekadnya mengeras. “Saya yakin ada lebih banyak petunjuk di sana. Adrian menyegelnya dengan alasan ‘perlindungan aset’ setelah pembacaan wasiat. Saya tidak sempat masuk.”

Laras mengerutkan kening. “Itu akan sulit. Penyegelan aset didukung oleh pengadilan, dan saya jamin Adrian menempatkan pengawal terbaik di sana. Kita tidak bisa mendobrak masuk.”

“Lalu, bagaimana?”

Laras menjentikkan jarinya, matanya berbinar dengan ide. “Kita tidak akan mendobrak masuk, kita akan berjalan masuk. Tuntutannya adalah perlindungan aset perusahaan. Ruang kerja pribadi Arif, termasuk dokumen dan barang-barang pribadinya, adalah milik Anda sebagai pewaris sahnya.”

“Apakah ada celah hukum untuk itu?” tanya Aisyah skeptis.

“Selalu ada celah, jika Anda tahu cara membacanya,” balas Laras dengan senyum licik. “Bawa saya ke sana sekarang. Kita harus bergerak sebelum Adrian memperkuat segel itu dengan perintah pengadilan yang lebih spesifik.”

*

Dua puluh menit kemudian, Aisyah dan Laras tiba di gerbang utama Kediaman Atmadja. Halamannya yang luas kini terasa seperti benteng yang dijaga ketat.

Di depan pintu ruang kerja Arif, dua pengawal berbadan besar berdiri, mengenakan seragam hitam tanpa lencana, tetapi jelas-jelas profesional dan bersenjata.

“Nyonya Aisyah, Anda tidak diizinkan masuk ke area ini,” kata salah satu pengawal, suaranya datar.

“Saya adalah pewaris sah dari segala sesuatu di rumah ini,” balas Aisyah, mencoba melewati mereka.

Pengawal itu bergerak cepat, memblokir pintu. “Mohon maaf, Nyonya. Ruangan ini disegel atas perintah Bapak Adrian Atmadja, sesuai dengan putusan pengadilan sementara mengenai pembekuan aset.”

Laras melangkah maju, tangannya memegang map kulit yang tebal.

“Saya Laras, pengacara Nyonya Aisyah,” katanya, nadanya tegas, tetapi tidak agresif. “Kami memahami bahwa aset yang berkaitan dengan Atmadja Group dibekukan. Tapi tunjukkan pada saya perintah pengadilan yang secara spesifik melarang Nyonya Aisyah mengakses barang-barang pribadi suaminya.”

Pengawal itu terlihat sedikit gelisah. “Semua aset di dalam ruangan ini dianggap bagian dari sengketa warisan, Nyonya.”

“Itu interpretasi yang salah dan ilegal,” potong Laras tajam. “Wasiat yang berlaku saat ini memberi Nyonya Aisyah hak penuh atas properti pribadi almarhum Arif Atmadja. Perintah pembekuan aset hanya berlaku untuk saham perusahaan dan aset likuid yang berpotensi dialihkan. Barang pribadi, seperti foto, buku harian, dan dokumen non-finansial, tidak termasuk dalam pembekuan aset.”

Laras maju selangkah, menunjuk. “Saya menuntut Anda untuk menunjukkan pasal yang melarang Nyonya Aisyah mengambil kembali barang pribadi suaminya. Jika Anda tidak bisa, Anda melanggar hak klien saya dan saya akan segera mengajukan tuntutan penghinaan terhadap pengadilan.”

Kedua pengawal itu saling pandang. Mereka jelas tidak terbiasa menghadapi tantangan hukum yang begitu spesifik. Mereka hanya diperintahkan untuk menjaga pintu.

“Kami akan menghubungi Bapak Adrian,” kata pengawal itu.

“Anda punya waktu sepuluh detik,” Laras memberikan ultimatum dingin, “atau saya anggap ini sebagai penolakan tanpa dasar hukum. Dan kami akan merekam ini sebagai bukti ancaman fisik terhadap klien saya.”

Aisyah mengambil ponselnya, menyalakan kamera. Tangan pengawal itu kaku.

“Tunggu,” kata pengawal kedua, menghela napas pasrah. Mereka tahu, secara teknis, Laras benar. Perintah pembekuan yang Adrian ajukan terlalu tergesa-gesa dan tidak mencakup detail tentang barang pribadi. “Silakan masuk, Nyonya. Tapi kami tidak bertanggung jawab atas apa pun yang Anda ambil.”

Laras tersenyum kemenangan tipis. “Terima kasih atas kerja sama Anda yang terlambat.”

Aisyah memasuki ruang kerja Arif, jantungnya berdebar kencang. Ruangan itu gelap dan dingin. Pengawal Adrian telah membersihkan semua dokumen yang terlihat. Meja Arif kosong, filing cabinet terbuka dan kosong.

“Mereka sudah membersihkan semuanya,” bisik Aisyah, kecewa.

“Fokus pada yang tersembunyi,” Laras mengingatkan, berdiri di ambang pintu.

Aisyah bergerak cepat menuju lemari buku besar yang terbuat dari kayu jati. Ia ingat Arif sering menyimpan barang-barang penting di brankas tersembunyi.

Di balik rak buku, ia menemukan panel yang bisa digeser. Di dalamnya, ada brankas kecil, model lama yang membutuhkan kombinasi angka.

Aisyah mencoba memutar pegangan. Brankas itu terbuka dengan bunyi klik lembut.

Ia menatap ke dalam. Kosong.

“Adrian sudah mengambil semuanya,” gumam Aisyah, rasa putus asa mulai menjalari dirinya. Semua yang penting telah diambil.

Ia menutup brankas dengan marah, menyandarkan keningnya di permukaan kayu. Ia merasa dikalahkan.

Tiba-tiba, tangannya menyentuh bagian bawah laci meja yang ia sandari. Ada tonjolan kecil.

Aisyah menariknya. Itu adalah laci kecil yang tersembunyi, dilapisi beludru. Laci itu tidak pernah disegel, tidak pernah diperiksa. Terlalu kecil untuk menjadi penting, mungkin?

Aisyah menarik laci itu keluar. Di dalamnya, ia menemukan satu benda: sebuah buku catatan bersampul kulit tua, tebal dan berat.

Ia mengambil buku itu. Itu bukan buku harian biasa. Seluruh halaman dipenuhi oleh barisan angka dan simbol yang tidak ia kenali. Seolah-olah itu adalah bahasa rahasia.

“Apa itu?” tanya Laras, melangkah mendekat.

“Ini... ini dienkripsi,” kata Aisyah, membalik halaman. “Arif pasti menyembunyikannya di sini.”

Ia membuka halaman pertama. Di sana, di samping deretan kode aneh, tertulis satu tanggal, tanggal ulang tahun pernikahan mereka.

“Saya yakin dia menggunakan ini sebagai kunci,” kata Aisyah, merasa darahnya kembali mengalir dengan adrenalin. “Ini mungkin satu-satunya hal yang berhasil dia lindungi dari Adrian dan Harris.”

Aisyah memasukkan buku catatan itu ke dalam tasnya, lalu berbalik.

“Kita harus keluar dari sini, sekarang,” desaknya.

Saat mereka berdua berbalik menuju pintu, Aisyah melihat ke arah sudut laci tersembunyi itu sekali lagi. Di sudut kecil, di bawah debu, ada sketsa kecil yang digambar dengan tergesa-gesa.

Sketsa itu menunjukkan simbol yang samar, seperti peta kasar. Di bawahnya, hanya ada dua kata yang ditulis dengan huruf kapital.

Proyek ‘Khatulistiwa’.

Aisyah merasakan hawa dingin. Ini bukan hanya tentang warisan. Ini tentang...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   ketehangan di kantor lama

    Aisyah mencengkeram lengan Laras erat-erat, hampir mencekik pergelangan tangan pengacaranya itu. Matanya melebar, bukan karena ketakutan, tetapi karena kaget. “Di seberang jalan?”Laras, meskipun lebih tinggi dari Aisyah, mencondongkan tubuhnya ke depan, berusaha menutupi Aisyah dari pandangan siapa pun yang mungkin kebetulan melihat ke dalam mobil. Ia segera menutup tabletnya.“Sistem pemantauan keamanan yang terpisah. Adrian sengaja memilih tempat yang tidak terhubung ke jaringan utama Atmadja Group,” bisik Laras, napasnya sedikit tersengal-sengal. “Harris benar. Tapi... kita tidak menduga kalau letaknya tepat di depan hidung kita. Apartemen Anda berada di lantai sembilan. Jarak pandang lurus. Mereka mungkin melihat pergerakan Anda, Aisyah.”Laras menggeleng. “Ini buruk sekali. Serangan semalam—pencurian data di apartemen Anda, semuanya ada di tangan mereka. Kita hampir memberitahu Harris kalau kita tahu segalanya. Untung dia terlalu bodoh untuk menghubungkan petunjuk itu.”“Lalu ke

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   Terjatuhnya Arif

    "Kita akan bertemu dengannya. Kita akan menawarkan dia imunitas penuh jika dia mau membuka mulutnya, dan aku yakin rasa marah karena dikhianati oleh Adrian lebih besar daripada rasa takutnya kepada keluarga Atmadja saat ini," pungkas Aisyah, ekspresinya tajam.Laras menyandarkan punggungnya pada jok mobil. Malam itu, di jalanan ibu kota yang basah, ketenangan Laras terasa kontras dengan gejolak yang Aisyah alami. Namun, ada kilatan puas di mata pengacara itu. Kegagalan Adrian di pengadilan adalah kesenangan kecil yang mahal.“Kau benar,” kata Laras. “Harris sudah lama loyal pada keluarga itu, terutama Ayah Atmadja. Dia percaya diri dengan jaminan imbalan dan perlindungan yang Adrian berikan. Ketika Adrian mengorbankan dia untuk menutupi jejaknya sendiri, harga dirinya pasti hancur.”“Jadi, kita akan menawarinya pintu keluar,” ujar Aisyah. “Adrian sudah menjadikan Harris kambing hitam, dia tidak punya apa-apa lagi yang harus dipertaruhkan selain hidupnya.”Mereka mengatur pertemuan rah

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   Pria Misterius di Apartemen Aisyah

    Pria pertama melangkah maju, tangannya terentang—dan saat itulah alarm kebakaran apartemen Aisyah berbunyi nyaring, memekakkan telinga.Aisyah telah menekan tombol darurat yang tersembunyi di bawah wastafel saat ia merobek kertas.Dua pria itu mengerang frustrasi, memegangi telinga mereka. Suara itu terlalu keras di ruangan tertutup.“Sialan!” teriak salah satu pria itu.Aisyah memanfaatkan sepersekian detik kebingungan mereka. Ia mendorong tubuhnya ke samping, menabrak pria kedua, dan berlari keluar kamar mandi, melompati bingkai pintu yang roboh.Ia tidak berhenti berlari. Ia tahu apartemen itu tidak aman.Ia berhasil mencapai pintu belakang yang mengarah ke tangga darurat. Di belakangnya, ia mendengar teriakan marah dan langkah kaki berat.“Tangkap dia! Jangan sampai lolos!”Aisyah menuruni tangga darurat dengan kecepatan panik. Ia tidak tahu siapa mereka, tetapi ancaman fisik itu lebih nyata daripada gugatan hukum mana pun. Ia berhasil keluar dari gedung, berlari ke jalanan malam

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   Dekripsi Malam

    Aisyah merasakan hawa dingin. Ini bukan hanya tentang warisan. Ini tentang…...sebuah konspirasi yang tersembunyi jauh di dalam inti Atmadja Group.Aisyah dan Laras meninggalkan kompleks Kediaman Atmadja dengan tergesa-gesa. Buku catatan bersampul kulit itu kini terasa panas di tangan Aisyah, seolah memancarkan energi rahasia.“‘Proyek Khatulistiwa’,” gumam Laras, saat mereka sudah duduk di mobil Aisyah yang melaju kencang menjauhi gerbang. “Nama yang megah untuk apa pun yang disembunyikan Arif.”“Itu hanya sketsa kecil di sudut laci,” jawab Aisyah, membolak-balik buku catatan yang penuh dengan simbol. “Tapi mengapa Arif harus menyembunyikan ini di tempat yang sangat terisolasi? Dan mengapa Adrian repot-repot mengosongkan brankas, tetapi melewatkan laci kecil ini?”“Mungkin dia tidak menyadarinya, atau mungkin dia pikir itu hanya omong kosong pribadi,” duga Laras. “Para pria Atmadja terkenal sombong, Aisyah. Mereka meremehkan apa pun yang tidak tampak besar dan mencolok.”Laras menunj

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   Jejak Kertas Misterius

    Asal-usul kekayaan adalah dosa.Kalimat itu, tergores di balik foto usang, terasa seperti batu pemberat yang tiba-tiba dilemparkan ke dalam air yang tenang. Aisyah segera menelepon Laras, suaranya dipenuhi urgensi yang tak tertahankan.“Anda yakin tulisan ini bukan tulisan tangan Arif?” tanya Laras, memegang foto itu di bawah cahaya lampu neon di kantornya. Aisyah telah bergegas ke sana, membawa satu-satunya petunjuk fisik yang ia miliki.“Saya yakin,” jawab Aisyah, menyandarkan diri pada meja Laras. “Tulisan tangan Arif lebih rapi, lebih formal. Ini terasa tergesa-gesa, dan sangat tua.”Laras membalik foto itu lagi, menatap pria paruh baya yang dirangkul Arif muda. “Pria ini, dia tidak ada di album pernikahan Anda?”“Tidak pernah. Tidak ada yang pernah menyebutkan dia,” kata Aisyah. “Adrian juga tidak. Keluarga Atmadja selalu menjaga citra mereka sempurna. Saya yakin pria ini dan kalimat itu adalah kunci untuk memahami mengapa Arif mengubah wasiatnya.”Laras mengangguk. “Jika ‘asal-u

  • Rahasia Dibalik Kematian Sang konglomerat   kampanye Hitam Dimulai

    ...meninggal,” Laras menyelesaikan kalimatnya, suaranya kini kembali normal, tetapi dampaknya pada Aisyah begitu besar.Aisyah duduk tegak, mencerna kata-kata itu. "Jadi, kamu berpikir wasiat ini hanyalah cara Arif untuk memicu konflik, agar rahasia mereka terungkap?"Laras mengangguk, menyandarkan sikunya di meja. “Aku tidak tahu apa yang Arif sembunyikan. Tapi lihat polanya. Dia tahu Adrian adalah anak yang emosional dan ambisius. Memberikan 51 persen saham padamu, seorang istri baru, adalah provokasi yang disengaja. Dia tahu Adrian akan menggugat. Dan gugatan itu membuka pintu bagi kita untuk mengajukan discovery—permintaan dokumen—yang jauh melampaui surat wasiat biasa.”“Dia menggunakan saya sebagai perisai, atau mungkin sebagai senjata,” gumam Aisyah, rasa sakit dan pencerahan bercampur aduk.“Mungkin keduanya. Tapi sekarang, kamu adalah pewaris, Aisyah. Dan kamu harus bertarung seperti pewaris Atmadja.” Laras menutup berkas. “Aku akan mengajukan mosi darurat kita besok pagi. Ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status