ya. Kau akan kehilangan segalanya, bahkan kehormatan Arif.”Adrian mundur, membiarkan ancaman itu mengambang di udara dingin pemakaman. Tiga hari kemudian, kata-kata itu masih menggema di benak Aisyah, namun ia memilih untuk membiarkan wajahnya kosong, sebuah topeng ketenangan di tengah badai.Aisyah duduk di kursi berlapis beludru di ruang perpustakaan utama Kediaman Atmadja. Udara terasa tipis, dipenuhi aroma kulit tua dan ketegangan yang menyesakkan. Di sekeliling meja mahoni yang panjang, berkumpul keluarga inti Atmadja: Adrian, Ibu Rosa, dan dua paman yang memegang saham minoritas.Di ujung meja, Notaris Wijaya, seorang pria paruh baya dengan kacamata tebal, terlihat berkeringat dingin meskipun ruangan berpendingin. Matanya terus menghindari tatapan Aisyah dan Adrian bergantian.“Baiklah, Bapak dan Ibu sekalian,” ujar Wijaya, suaranya serak dan formal, “sesuai permintaan mendiang Bapak Arif Atmadja, kita akan melanjutkan pembacaan surat wasiat terakhir yang disiapkan dan ditandat
Last Updated : 2025-12-08 Read more