Share

Part 3

Author: Loyce
last update Last Updated: 2025-07-21 17:44:58

Levana praktis tak bisa tidur. Bayangan Galen terus menerus berputar dalam ingatannya. Memiringkan tubuhnya, Levana mencoba menutup matanya rapat. Mencoba tenggelam dalam dunia mimpi yang panjang, sayangnya sampai tengah malam pun dia tetap terjaga.

Beranjak dari ranjang, Levana memilik duduk di sofa single yang menghadap langsung pada jendela kamarnya yang lebar. Menatap langit malam yang gelap, Levana mencoba untuk melepaskan segala pikiran yang membelenggunya. Mengingatkan dirinya sendiri jika semuanya sudah berakhir. Galen juga sudah menikah dengan perempuan pilihan ibunya tak lama setelah dia meninggalkannya.

Akan tetapi, semua kisah masa lalu itu tiba-tiba mengeroyoknya tanpa bisa dicegah. Ulasan kejadian demi kejadian yang terjadi sejak awal dia diperkenalankan kepada orang tua Galen sampai pernikahannya dengan Galen itu terbayang dalam ingatan.

“Ma, Pa. Ini pacarku. Namanya Levana.” Kala itu, Galen membawa Levana ke rumahnya, memperkenalkan gadis itu sebagai kekasihnya, menunjukkan kepada orang tuanya tentang keberadaannya. “Kami teman kuliah, hanya beda jurusan. Dia jurusan tata boga.”

Ekspresi tidak tertarik yang ditunjukkan oleh ibu Galen itu tidak repot-repot ditutupi. Tidak ada antusias dalam wajah datar Retno Hamiruddin, terlebih lagi Fajar Wiraguna yang hanya menatap lekap pada sosok Levana yang duduk tepat di samping Galen.

Melihat bagaimana orang tua Galen bereaksi atas kedatangan dirinya di rumah besar tersebut, membuat Levana tahu jika dirinya tidak diterima oleh keluarga kekasihnya. Ya, apa yang dia harapkan ketika memacari seorang lelaki kaya raya? Dipeluk lalu diterima dengan kedua tangan terbuka oleh orang tua kekasihnya? Itu akan terjadi jika dia lahir dari kalangan berada.

Galen menambahkan informasi lain kepada kedua orang tuanya. “Kami sudah pacaran sejak dua tahun lalu, Ma. Lebih tepatnya kami mengawali saat kami di semester empat.” Galen tampak antusias ketika bercerita, sayangnya hal itu tidak mengubah raut wajah Retno atau pun Fajar. Mereka tampak diam menunjukkan ketidak tertarikannya.

Melihat bagaimana reaksi orang tua Galen, Levana merasa semakin kecil. Dia bahkan harus menundukkan kepalanya dalam diam-diam menutup matanya resah. Dia salah masuk ke dalama lingkungan yang seharusnya dia hindari.

“Levana.” Suara itu milik Retno yang memecah keheningan di ruang tamu mewah rumahnya. “Bagaimana latar belakang keluargamu?” Tanpa perlu berbasa-basi, perempuan paruh baya itu segera memastikan hal penting tersebut kepada gadis yang dipacari oleh putranya. “Tolong ceritakan kepada kami dari mana kamu berasal.”

Levana menoleh menatap Galen. Ada keraguan besar yang berkumpul menjadi satu di dalam hatinya. Levana mengerti, jika orang tua Galen pasti akan menanyakan hal penting itu kepadanya. Levana bukannya enggan, tetapi baginya, tidak ada yang menarik dari kehidupan yang dijalaninya.

Lantas, apa Levana bisa menolak permintaan Retno? Tentu saja tidak. Mau tak mau, siap tidak siap, Levana tetap harus membuka latar belakang keluarganya. Galen menggenggam tangan Levana dengan lembut memberikan tatapan dalam seolah mengatakan, ‘Kamu tidak perlu mengatakan apa pun bila belum siap,’ yang tentu saja tidak bisa dilakukan oleh Levana.

Maka dari itu, dengan meneguhkan hati, Levana membuka mulutnya untuk berbicara. “Saya sudah tidak memiliki orang tua, Bu,” kata Levana dengan santun. Bahkan panggilan ‘tante’ pun tidak bisa dia sematkan untuk ibu Galen. “Orang tua saya meninggal saat saya masih SD, dan tanggung jawab orang tua saya di ambil alih oleh nenek saya sampai saya SMP karena Nenek menyusul kedua orang tua saya. Setelah nenek saya meninggal, saya hanya berusaha sendiri untuk tetap bertahan hidup dan bisa sekolah.”

Kisah hidup Levana yang pahit membuat si empunya merasa kecil. Tidak ada air mata yang lolos dari netranya, tetapi perasaannya mendadak diliputi mendung hitam yang gelap.

“Kamu bekerja?” tanya Retno mengulik kisah Levana lebih dalam.

“Iya, saya bekerja setelah pulang sekolah. Saya bersyukur karena saya mendapatkan beasiswa full dari sekolah. Tapi, untuk kehidupan saya, saya tetap harus berjuang sendiri.”

“Di mana kamu bekerja?” Seolah tidah sabaran, Retno langsung melontarkan tanya setelah Levana selesai bersuara.

“Di kedai bakso dari pulang sekolah sampai jam lima sore, dan di warung tenda dari jam enam sampai dua belas malam.” Levana menatap Retno dengan tatapan keteguhan yang dimiliki.

“Kamu tidak memiliki keluarga yang lain?”

“Ada. Tapi, mereka tidak ingin melibatkan diri dengan saya dan tidak ingin mengurus saya. Maka, saya tidak punya pilihan lain selain harus berjuang untuk hidup saya sendiri.”

“Kuliahmu, kamu juga mendapatkan beasiswa?” tanya Retno lagi.

“Benar, Bu. Selama saya bisa mempertahankan nilai IPK saya di nilai tertentu, maka saya akan tetap mendapatkan bea siswa tersebut.”

“Hidupmu benar-benar sulit, Levana,” komentar Retno setelah itu. “Lantas, bagaimana kamu bisa memiliki keberanian untuk mendekati putra saya yang hidupnya sangat berkecukupan? Apa kamu berpikir jika kamu mampu menggaet laki-laki dengan strata tinggi, lantas kamu bisa hidup dengan nyaman?”

“Mama!” Galen bereaksi cepat.

“Kamu sudah berani membawa Levana datang menemui kami, Mas Galen. Artinya kamu sudah mempertimbangkan konsekuensi yang timbul. Apa kamu nggak merasa kalau perbedaan kalian terlalu besar? Harusnya kamu sadar kamu siapa dan Levana siapa.”

“Seharusnya Mama bisa mengapresiasi Levana yang mampu berjuang sampai sejauh ini. Dia mampu menghadapi kehidupan yang keras ini tanpa siapa pun.”

“Tentu saja Mama mengapresiasinya.” Tatapan Retno mengarah lurus pada Levana seolah tengah menguliti gadis itu. “Tapi bukan untuk menjadi pendampingmu, Mas Galen. Kami sudah mempersiapkan perempuan yang pantas untuk menjadi bagian dari keluarga kita dan menjadi pendampingmu.”

Jangan tanyakan bagaimana perasaan Levana saat itu karena tentu saja dia merasa sangat rendah diri. Untuk pertama kalinya dia datang ke rumah Galen dan bertemu dengan kedua orang tua kekasihnya, tetapi justru penolakan yang dia dapatkan.

Levana bukannya tidak tahu diri. Dia tahu jika Galen adalah putra dari seorang pengusaha ternama. Lelaki itu berada jauh di strata atas hidupnya. Levana pernah menolak Galen berkali-kali sebelum dia menerima lelaki itu sebagai kekasihnya di semester empat kuliahnya.

Levana sempat tidak percaya jika seorang Galen jatuh cinta kepadanya. Bahkan bisa dibilang lelaki itu adalah budak cinta dari seorang Levana. Galen serius dengan hubungan yang sedang dijalani dengan Levana. Dia ingin menikahi Levana dan menjadikan gadis itu sebagai pendampingnya. Itulah kenapa dia langsung membawa Levana ke rumahnya dan mengenalkannya kepada kedua orang tuanya setelah mereka lulus kuliah.

“Kamu masih harus meneruskan kuliahmu, Mas.” Akhirnya Fajar Wiraguna pun bersuara setelah hanya menjadi pendengar dan pengamat. “Selesaikan S2-mu lebih dulu agar kamu bisa segera mengambil alih perusahaan. Singkirkan urusan yang tidak penting dan fokuslah pada tujuanmu.”

“Levana bagian dari tujuanku, Pa. Aku ingin menikahinya.” Galen serius mengatakan itu. Bagi Galen, dia tetap harus mengungkapkannya cepat atau lambat.

Retno tersenyum kecil. “Jangan terlalu terburu-buru, Mas. Kamu masih sangat muda untuk mengambil keputusan untuk menikah. Mama kira pertemuan kita cukup sampai di sini, Mas Galen. Kamu bisa mengantarkan Levana pulang.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 90

    Fajar menemui cucunya tanpa membawa apa pun di tangannya. Baru pukul setengah delapan malam ketika dia baru saja sampai di rumah Galen. Birru belum tidur dan dia masih asyik bersama dengan Dante di rumah sambil belajar.Kepalanya mendongak ketika Fajar datang, lalu tak ada sapaan yang keluar dari mulutnya, bocah itu menunduk kembali pura-pura sibuk. Fajar tidak protes karena dia tahu kalau cucunya itu belum ‘berdamai’ dengannya.“Mas Birru belajar apa?” tanya Fajar setelah itu. Duduk di samping Birru dan mulai pendekatannya.“Baca aja.” Meskipun singkat, tetapi tetap menjawab.“Mas Birru, Opa barusan dari rumah sakit. Mas Birru nggak mau tanya keadaan Mama?” Itu suara Daren. Sedikit membantu agar hubungan kakek dan cucu itu bisa lebih baik.Birru menatap Denta, tetapi tak acuh dengan Fajar. Suaranya pun tidak keluar sama sekali. Dia hanya diam. Nyatanya beberapa saat lalu dia begitu mengkhawatirkan ibunya yang berada di rumah sakit.Sejak pulang sekolah dia dikasih tahu oleh Bibi kala

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 89

    Ruang keluarga kediaman Fajar dikelilingi keheningan yang mencekam. Pasangan suami istri yang sejak tadi sudah sampai itu hanya diam tak mengatakan apa pun. Retno tak menjelaskan sesuatu, begitu juga dengan Fajar yang tak menanyakan sesuatu.Keduanya hanya menatap ke arah yang sama dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.“Bisa kita buat kesepakatan, Ma.” Keheningan itu akhirnya berakhir dengan Fajar yang lebih dulu berbicara. “Setidaknya agar kita nggak terus-menerus berselesih dan bisa mengakhirinya.”Fajar sudah menyerah dengan kehidupan sebelumnya yang membuatnya dihinggapi rasa bersalah yang begitu besar. Sekarang dia hanya ingin kedamaian. Hanya kedamaian di sisa usianya yang sudah semakin menua.“Gia ingin tinggal di dekat Galen dan kami sedang mencari rumah yang barangkali akan dijual.” Meskipun itu belum final, tetapi Fajar sengaja memancing istrinya. Terbukti, perempuan tampak tidak terima. “Mungkin nanti sesekali aku juga akan menginap di sana agar dekat dengan cucu-c

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 88

    “Ibu, ada Bu Retno datang.”Laporan itu membuat Levana yang memejamkan matanya itu sontak terbuka. Dia sedang berbaring di kursi malas di teras belakang rumahnya. Sejak dia tak bisa menghirup aroma masakanan yang kuat, dia tak lagi datang ke restorannya.Galen meminta Yana untuk menangani semuanya dan tentu saja perempuan itu melakukannya dengan baik. Kegiatan Levana sekarang tidak jauh-jauh dari membaca buku, atau berbaring santai di rumah.“Persilakan saja masuk, Bik.” Suaranya terdengar lemah.“Mau saya bantu jalan, Bu?” tawar Bibi setelah itu.“Nggak usah. Saya bisa kok.”Kehamilan Levana kali ini benar-benar diuji. Setiap makanan yang masuk ke dalam perut pun keluar lagi tak lama setelah itu. Suapan ayahnya hanya mempan malam itu saja dan selanjutnya tetap saja Levana memuntahkan makanannya.Galen sekarang pun terkadang hanya bekerja sebentar karena sisa waktunya digunakan untuk menemani sang istri di rumah. Ya, sekarang tidak ada pengendali apa pun dari Galen dan membuatnya beba

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 87

    “Papa udah menyadari kesalahan Papa dan itu sudah cukup. Sekarang Papa bisa mencoba untuk memperbaiki semuanya.” Gia ikut menatap ke arah Birru yang tampak bahagia bermain dengan Dante yang mengangkatnya seperti pesawat. “Birru hanya anak-anak yang hatinya masih sangat lembut. Aku yakin dia akan luluh.”“Ya. Terima kasih sudah mendukung Papa.”Fajar hanya mengangguk. Lalu berlalu membawa Naka yang masih ada di gendongannya mendekati Birru. Di sana juga ada suami Gia yang duduk santai sambil menatap Birru.“Papa,” sapa lelaki itu dan bergeser agar ayah mertuanya bisa duduk di sampingnya.Fajar mendaratkan bokongnya di samping Heydar dan menurunkan Naka. Naka langsung berlari mendekati Dante dan meminta diterbangkan seperti Birru. Dante melakukannya dan Birru tertawa sambil bertepuk tangan melihat adiknya berteriak senang.Senyum Fajar tak bisa ditahan. Melihat rukunnya dua sepupu itu perasaannya menghangat. “Mereka bahagia banget,” komentarnya. “Apa pertama kali mereka bertemu juga sep

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 86

    “Jadi sekarang, diam-diam Papa sudah berdamai dengan Galen dan istrinya?” Lemparan pertanyaan itu dari Retno yang sudah menunggu kedatangan sang suami.Perempuan paruh baya itu duduk di sofa ditemani sepi dan jantung yang bertalu kuat. Sejak tadi dia sudah menunggu Fajar berdiri di depannya karena dia ingin mengonfrontasi lelaki itu dengan banyak pertanyaan.Retno menoleh kepada Fajar yang terdiam di tengah ruangan sebelum dia melangkahkan kakinya. Fajar duduk di sofa yang sama sambil melepas dasi yang membelit kerah bajunya. Tarikan napasnya panjang sebelum dihembuskan keras.“Udah kemakan mulut manis Levana?” tuduhnya tak main-main.Fajar tidak marah, ia justru menjawab dengan santai. “Aku yang lebih dulu mendekati mereka dan meminta maaf atas semua kesalahan yang sudah aku perbuat di masa lalu,” akunya. “Aku udah nggak bisa lagi mejauhi mereka. Terutama Birru. Aku udah nggak bisa lagi menganggap dia nggak ada.”“Semudah itu Papa luluh dengan mereka?”“Mudah? Apa selama ini nggak cu

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 85

    Pelukan Galen mengerat ketika Levana seakan terusik dalam tidurnya. Malam sudah larut, tetapi Galen lagi-lagi tak mampu memejamkan matanya. Ada banyak hal yang dipikirkan dan salah satunya adalah tentang perubahan sikap ayahnya.Ia percaya kalau ayahnya memang benar-benar sudah berubah, tetapi itu tak serta merta membuatnya merasa tenang. Entah bagaimana reaksi ibunya nanti saat sang ayah memutuskan untuk berdamai dengannya.Keesokan harinya, pagi sekali, bel pintu rumah terdengar. Masih pukul setengah tujuh dan di lantai satu disibukkan oleh kegiatan para asisten rumah tangga. Aroma makanan sudah tercium sampai keluar rumah.“Bapak Fajar.” Pintu terbuka dan Bibi terkejut atas kedatangan ayah Galen tersebut. “Mari silakan, Pak.”Fajar hanya mengulas senyum tipis sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Tatapannya mengitari ruangan dan atmosfernya masih sama seperti sebelumnya. Fajar dulu sesekali juga datang ke rumah tersebut.“Bapak mau dibuatkan kopi atau teh?” tanya Bibi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status