Share

Bab 05

Tidak ada yang bisa menebak seperti apa takdir akan berjalan. Pernikahan yang semula digadang-gadang akan dilaksanakan dua bulan lagi kini berada selangkah di depan mata. Bahkan, sang calon mempelai pria pun tak menyangka bahwa ibunya akan mengambil keputusan seperti ini.

Begitu pula Gita yang cukup terkejut ketika dikabari oleh mertuanya tentang tanggal pernikahannya yang dimajukan lebih awal. Dia pikir calon suaminya itu akan bersikeras meminta pada Ibunya untuk membatalkan pernikahan sebelah pihak ini.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Tepat di hadapan rumah berlantai dua ini rombongan calon pengantin pria telah berdiri, siap memasuki kediaman calon mempelai wanita dengan membawa banyak seserahan di tangan.

"Mbak Gita kalau mau lihat calon suaminya bisa lewat jendela dulu aja ya. Untuk sekarang masih belum bisa. Masih dipingit," goda salah satu perias yang mendandani Gita pada malam midodareni kali ini.

Wajah perias itu bersemu memandangi Gita yang sejak tadi tampak gugup menunggu kedatangan rombongan calon suaminya tersebut.

Adel yang mendengar itu senyum-senyum sendiri. Meski pun terakhir kali suasananya sempat tidak enak. Namun, semua berangsur membaik setelah Rania mengambil keputusan untuk memajukan tanggal pernikahan.

"Tapi, Mbak Gita hari ini cantik banget lho. Rea aja sampai pangling." Belum selesai sang perias menggodanya, adik sepupu Reynald ikut-ikutan melakukan hal serupa.

Sebagai pemilik rumah tempat acara berlangsung, gadis remaja itu terhitung paling sibuk memastikan acara midodareni kakak sepupunya berjalan lancar. Gita yang merupakan anak yatim-piatu dan tidak memiliki keluarga sama sekali membuat salah satu adik Rania bersedia untuk rumahnya dipakai dalam acara sakral malam ini.

Dia pun sangat menyukai Gita dan sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Pun hampir seluruh keluarga besar Rania dan suaminya menyukai tatakrama Gita sebagai perempuan.

Tak lama dari pujian Rea barusan terdengarlah suara MC tanda dimulainya acara. Pasti di luar sana ibu dan ayahnya menyambut sang tante bersama rombongan yang hadir.

"Prosesi pertama ini namanya Jonggolan Mbak Gita. Istilah lainya seserahan. Jadi, rombongan calon suami Mbak Gita akan nyerahin beberapa seserahan yang mereka bawa dan nanti keluarga dari Mbak Rea bakal bawa seserahan itu buat disimpan di kamar pengantin," jelas perias paling senior memberitahu Gita tentang tahapan acara yang berlangsung malam ini.

Pasalnya, gadis itu sama sekali tidak bisa melihat secara langsung sebab sedang dipingit dan tidak boleh bertemu dengan calon suami maupun tamu laki-laki lain.

Rea yang tingkat penasarannya berkali-kali lipat langsung berlari menuju ambang pintu. Acara midodareni yang sedang berlangsung di ruang keluarga menyebabkan matanya bebas memantau keadaan di bawah sana.

Terlihat kakak sepupunya Reynald tampak tampan serta gagah dengan balutan kemeja batik berwarna gelap. Polisi tampan satu itu duduk di tengah-tengah ibunya dan sang paman dari pihak ayah.

Di tangannya sudah tergenggam mic yang baru diserahkan salah satu tim WO. Siap meminta restu dan mena

"Prosesi Jonggolan ini bertujuan untuk meminta restu wali Mbak Gita dan menanyakan tentang kesediaan Mbak Gita menerima pernikahan ini."

Gita masih setia mendengarkan penjelasan Sekar Arum, perias senior yang orangtua Rea utus untuk menjelaskan rangkaian acara dalam malam midodareni kali ini.

Tidak lama setelah Sekar Arum menjelaskan asisten rumah tangga Rea datang membawa berbagai barang seserahan. Gita sampai memutar badannya dan menatap lekat benda-benda tersebut.

Sungguh dia tidak menyangka seserahannya akan sebanyak ini. Pasti Ranialah yang mempersiapkan segalanya. Gita melamun cukup panjang hingga tanpa dia sadari keesokan hari datang begitu cepat.

Suasana gedung tempat digelarnya acara pernikahan dua anak manusia ini terlihat mewah dan menakjubkan.

"Masyallah, cantik banget menantumu ini, Mbak." Gita sampai tersentak saat mendengar suara melengking ibu-ibu berkebaya maroon yang kali ini tepat berada di hadapannya.

Lengan Gita bahkan dipegang ibu itu. Matanya berbinar memandangi kecantikan si pengatin.

"Iya dong, Jeng. Anakku ini paling cantik."

Malah Diana yang menjawab kalimat pujian tersebut. Adik dari ibu mertuanya itu tampak tersenyum begitu lebar. Ijab kabul memang telah berlalu tiga jam yang lalu dan saat ini Gita beserta keluarga besar Rania berdiri di atas pelaminan menyalami tamu yang datang.

"Ratih doakan aja pernikahan Gita dan Reynald langgeng terus. Cuma itu yang aku harapkan," ucap Rania menyambung obrolan antara adik dan teman semasa sekolahnya.

"Pastilah, Mbak. Doa terbaik buat pengantin kita yang ganteng dan cantik ini dan secepatnya bisa nimang momongan."

Gita turut tersenyum mendengar doa baik untuknya. Pun dia tidak lupa mengaminkan serta berterimakasih kepada teman dari ibu mertuanya ini.

Di antara empat perempuan tersebut cuma Reynald yang tidak tersenyum sama sekali. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Terlebih saat pesta pedang poranya berlangsung.

Jangankan tersenyum, perasaan gugup atau semacamnya tatkala mengucap ijab kabul juga tidak dia rasakan.

Kini matanya menatap lurus ke depan. Menyaksikan tiap tamu yang silih berganti naik ke atas pelaminan. Entah untuk mengucapkan selamat atau mendoakan pernikahannya langgeng sampai ajal menjemput.

Demi menghormati sang ibulah, Reynald masih bisa tersenyum dan mengucapkan rasa terimakasihnya.

"Mama ke bawah dulu ya. Keluarga tante Della baru aja nyampai," pamit Rania ke anak-menantunya. Dia bersama sang adik menuruni undakan tangga pelaminan demi menyambut sepupunya yang jauh-jauh datang dari Belanda.

Dan saat tak ada tamu lagi yang naik ke atas pelaminan bibir Reynald berbisik kecil di telinga Gita.

"Jangan karena saya diam kamu menganggap semua akan baik-baik saja. Sampai kapan pun saya gak pernah menganggap kamu sebagai seorang istri."

Mendengar bisikan tersebut Gita tercekat. Matanya saling bersinggungan dengan pupil sang suami. Bahkan perasaan sakit itu tidak bisa lenyap padahal sedari awal dia tahu inilah konsekuensi menikah dengan Reynald.

"Mas gak usah khawatir. Saya cukup tahu diri di sini. Pernikahan ini cuma demi Ibu Rania," jawab Gita sambil menahan sesak di dadanya.

Dia sampai melarikan pandangan ke sudut lain gedung. Matanya hampir saja mengeluarkan bulir air jika tidak ditahan sekuat tenaga.

"Harusnya dari awal kamu paham akan hal itu." Balasan Reynald tak kalah pedas. Tatapan tajamnya seolah ingin membunuh siapa saja.

Gita mengangguk saja sambil menenangkan batinnya yang berkecamuk. Mungkin inilah ujian pernikahan yang Tuhan titipkan untuknya. Tidak masalah. Masalah selalu datang bergantian memasuki kehidupannya.

Dia sudah sangat terbiasa. Tujuannya menikah demi mendapatkan keridho'an Rania yang sekarang juga menjadi Ibunya.

Belum cukup menyakiti hati Gita sedemikian rupa, Reynald kembali melakukan sesuatu yang sudah melewati batas.

Dimana baru sepuluh menit berada di kamar pengantin, dia menanggalkan semua pakaiannya dan mengantinya dengan kaos hitam polos dilapisi jaket kulit sebelum benar-benar meninggalkan Gita di kamar pengantin yang sudah dihias begitu indah.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status