Home / Romansa / Rahasia Panas Cinta Terlarang / Dosa di Malam Tahun Baru

Share

Dosa di Malam Tahun Baru

Author: Sri_Eahyuni
last update Huling Na-update: 2025-03-06 07:27:54

Pesta kembang api telah selesai, begitu pula dengan hiburan dangdut yang menemani malam. Para pengunjung mulai membubarkan diri dan beranjak dari halaman alun-alun.

Nathan kembali berkumpul dengan teman-temannya. Mereka semua tampak menggandeng pasangan masing-masing.

Di tangan mereka telah ada berbagai jajanan seperti jagung bakar, telur gulung, takoyaki, papeda, es teh, dan lainnya.

"Mari makan!" seru Panji dengan wajah sumringah. Tanpa ragu, ia langsung duduk di tanah dan membuka plastik makanannya.

"Kamu tuh ya, kalau ada yang gratisan selalu paling cepat geraknya," celutuk Agung, mengingat Panji sebelumnya mengaku kehabisan uang dan tidak membeli apa pun.

"Ya, jelas dong," balas Panji tanpa rasa bersalah.

Mereka semua duduk lesehan di tanah, membentuk lingkaran tanpa alas apa pun, menikmati makanan yang mereka beli. Rendi terlihat membawa banyak telur gulung, sedangkan Agung membawa cireng sambal. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini mereka menikmati malam tanpa minuman beralkohol.

Sementara para pria asyik bercengkerama, para perempuan yang berasal dari desa berbeda hanya sesekali menimpali obrolan. Suasana semakin hangat dengan berbagai obrolan random yang mereka lontarkan.

"Guys, kita pulang duluan, ya. Om Prabu pasti sudah menunggu anak gadisnya pulang. Tadi dia ke sini sama Dani, tapi kayaknya Dani sudah pulang tanpa mencari Reva," ujar Nathan.

"Kita juga cabut, nih. Cewekku sudah minta pulang, takut dimarahi bapaknya," sahut Agung.

Akhirnya, mereka semua memutuskan untuk bubar dan mengantarkan pasangan masing-masing lebih dulu.

---

Tepat pukul dua dini hari, motor Nathan berhenti di depan rumah Reva. Ia siap bertanggung jawab jika Reva dimarahi oleh ayahnya. Ia bahkan sudah bersiap menghadapi kemarahan Prabu.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum," Reva mengetuk pintu dengan hati-hati, sementara Nathan berdiri di sampingnya.

Ceklek! Kriiit!

Pintu terbuka, menampakkan sosok Rindi yang berdiri dengan tangan berkacak pinggang. Tatapannya tajam mengarah ke Reva dan Nathan.

"Masuk!" titah Rindi tegas.

Reva menunduk tanpa sepatah kata dan segera melangkah masuk.

"Bulek, jangan marahi Reva. Ini salahku yang membawanya berpisah dari Dani..."

Jedar! Ceklek!

Sebelum Nathan selesai bicara, Rindi sudah menutup pintu dengan kasar. Nathan semakin khawatir jika Reva akan mendapat perlakuan keras dari kedua orang tuanya.

Nathan sengaja tidak langsung pergi. Ia berjaga-jaga jika Reva benar-benar mendapat amukan, ia siap membelanya.

"Jadi begini kelakuanmu?! Merengek-rengek minta izin keluar hanya untuk bertemu Nathan?! Kamu benar-benar anak yang membangkang! Tidak tahu balas budi!"

Plak! Plak!

Untuk pertama kalinya, Rindi menampar wajah Reva karena amarahnya yang meluap. Ia semakin murka saat Dani pulang dan mengatakan bahwa ia tidak menemukan Reva, sementara ponsel Reva tidak bisa dihubungi karena kehabisan baterai.

"Maafkan aku, Bu," ucap Reva dengan suara bergetar. Tangannya memegangi kedua pipinya yang mulai terasa panas.

"Maaf?! Itu saja andalanmu! Apa maafmu bisa mengembalikan kepercayaan Ibu padamu? Tidak akan!"

Plak!

"Mau jadi apa kamu kalau sudah tak mau mendengar omongan orang tua?! Mau hidup semaumu?! Kamu sudah tidak menganggap kami sebagai orang tuamu, ya?!"

Plak!

Kali ini, Rindi memukul punggung Reva dengan gagang sapu yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Prabu, yang sebelumnya tertidur, akhirnya terbangun karena keributan itu.

"Sudah, Bu! Jangan dipukul begitu! Kita bisa bicara baik-baik," ucap Prabu, berusaha menenangkan istrinya.

"Sakit, Bu..." rintih Reva, tangisnya semakin terdengar memilukan.

Dari luar, Nathan masih berusaha mengetuk pintu sambil berseru, "Om, Bulek, jangan sakiti Reva! Dia nggak salah! Ini aku yang salah! Bulek, aku mohon buka pintunya! Sakiti saja aku, jangan Reva!"

Namun, tak ada yang menggubrisnya. Rindi tetap meluapkan amarahnya pada putri bungsunya.

"Sakit, kan?! Kalau tahu sakit, kenapa tidak pernah nurut?! Kamu terlalu dimanja! Semua selalu dituruti! Makanya kamu jadi pembangkang! Kalau tidak seperti ini, kamu tidak akan kapok!"

Pukulan demi pukulan masih mendarat di tubuh Reva, hingga memar mulai bermunculan di kulitnya.

Di luar, suara gaduh itu terdengar hingga membuat Siti, ibu Nathan, keluar dari rumahnya dan menghampiri putranya.

Tanpa basa-basi, cletak! Siti menarik telinga Nathan hingga lelaki itu mengaduh kesakitan.

"Aduh, Ibu! Kenapa main tarik aja sih?! Kalau kupingku copot gimana?!" gerutu Nathan sambil memegangi telinganya.

"Kamu ngapain di sini?! Kamu habis pergi sama Reva, kan?!" Siti mendelik curiga, mengingat suara Rindi yang mengamuk di dalam rumah.

"Sudah berapa kali Ibu bilang sama kamu, jangan berhubungan dengan Reva! Kenapa ngeyel terus?!" bentak Siti.

Nathan hanya bisa terdiam. Ia tidak punya alasan untuk membela diri.

"Sekarang balik! Cepat!" bentak Siti lagi.

Akhirnya, dengan berat hati, Nathan mengendarai motornya pulang. Namun, suara tangisan dan jeritan kesakitan Reva masih terus terngiang di telinganya.

Ia merasa seperti lelaki tak berguna karena tidak bisa melindungi gadis yang ia sayangi. Padahal, ia sudah berjanji untuk membela Reva dan menghadapi kedua orang tuanya.

Di dalam kamar, Reva hanya bisa pasrah. Dalam benaknya, ia berpikir bahwa mungkin malam ini akan menjadi malam terakhirnya. Jika ibunya terus memukulnya seperti ini, mungkin ia benar-benar akan kehilangan nyawanya di tangan sang ibu sendiri.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Rahasia Panas Cinta Terlarang   Ekstra Part

    Dua bulan telah berlalu, Zahra serta Ustadz Husain kini telah resmi menjadi sepasang suami istri. Meski baru menikah, Zahra merasa bahagia dan nyaman dengan keputusan yang diambilnya. Ia rela meninggalkan kehidupan yang semula ia kenal di Jakarta, termasuk keluarganya yang kini berantakan. Setelah ayahnya meninggal akibat kecelakaan empat tahun lalu, harta peninggalannya dirampas oleh ibu dan saudara tirinya. Mama Zahra telah menikah lagi dan kini tinggal bersama suaminya, meninggalkan Zahra yang merasa kesepian dan terlupakan.Namun, Zahra tidak pernah haus akan harta. Meski kehilangan banyak hal, ia merasa jauh lebih kaya dengan cinta dan kebahagiaan yang ia temukan bersama Ustadz Husain. Ia memilih untuk tinggal di rumah suaminya yang sederhana, yang terletak di samping pondok pesantren tempat mereka berdua beraktivitas. Meski hidup di lingkungan yang jauh dari kemewahan, Zahra merasa tenang dan bahagia.Pemasukan Zahra dari melukis lebih dari cukup untuk memenu

  • Rahasia Panas Cinta Terlarang   Ending

    Zahra dan Ustadz Husain saling melempar pandang dengan senyum kecil saat melihat ekspresi Ali yang mendelik menatap mereka."Hayo ngaku aja. Pasti kalian punya apa-apa nih," ujar Ali penuh rasa ingin tahu.Zahra menyipitkan matanya ke arah Ali, lalu dengan nada santai menjawab, "Kepo banget, sih, Gus."Husain tertawa kecil. "Iya, Gus, kepo banget," sahutnya, seakan mereka sudah sepakat menggodanya.Ali mendengus, pura-pura kesal. "Ih, enggak sopan banget kalian ngegas gitu. Kalau kalian lagi ngomongin hal penting, ya udah, aku pergi aja, deh!" ucapnya sambil mengangkat tangan menyerah."Ya udah, pergi aja, Gus," goda Zahra sambil terkekeh, membuat Husain tertawa lebih keras.Ali pura-pura cemberut, tetapi akhirnya ikut tersenyum. "Dasar kalian ini, cocok banget. Udah, aku doa’in aja biar kalian berdua langgeng kalau memang ada apa-apa," kata Ali berlalu menjauh sambil melambaikan tangan.Setelah kepergian Ali, Ustad

  • Rahasia Panas Cinta Terlarang   Setelah Pertemuan

    Ali tampak canggung di hadapan Nisa, mencoba mengatur kata-kata agar tidak menyakitinya lebih dalam. Namun, ketegangan di ruangan itu semakin terasa.Nisa menatapnya tajam, suaranya mulai meninggi. "Kamu munafik, Ali! Kamu dulu berjanji... Tapi sekarang, apa? Kamu menikah dan bahkan punya anak? Apa janji itu cuma ucapan kosong?""Nisa, tolong..." Ali mencoba menenangkan, tapi suaranya terdengar lemah."Tolong? Kamu bicara soal tolong?!" Nisa memotong dengan nada penuh emosi. "Bertahun-tahun aku menjaga hati ini, Ali. Bertahun-tahun! Banyak laki-laki yang menginginkanku tetapi, aku menolaknya karena di hati ini hanya ada kamu. Dan sekarang... ini yang aku dapatkan? Ini buah dari janjimu!"Suaranya menggema ke seluruh ruangan. Dari arah belakang, suara langkah pintu terdengar terbuka. Seorang wanita muda dengan tubuh mungil keluar dari dalam, menggunakan kursi roda. Ia tampak bingung melihat suasana tegang di ruang tamu."Abi, ada

  • Rahasia Panas Cinta Terlarang   Kembalinya Nisa

    Kembalinya NisaAli mendorong kursi roda Mauty perlahan meninggalkan puskesmas. Farhan dan Sabrina memutuskan untuk pulang ke Bandung dua hari yang lalu dan berpesan kepada putra tunggalnya untuk menjalani takdir dengan ikhlas.Langit sore terlihat teduh, seolah menyambut langkah baru dalam kehidupan rumah tangga mereka. Hubungan mereka yang awalnya dingin kini mulai mencair, meski belum diwarnai cinta.Setiba di kediaman, Ali mempersiapkan ruang sederhana untuk Mauty. "Kamu istirahat dulu. Kalau ada yang dibutuhkan, panggil aku," ucap Ali, meletakkan tas di sudut kamar.Mauty mengangguk. "Terima kasih, Bang," jawabnya lirih. Ada kehangatan dalam cara Ali berbicara, sesuatu yang jarang ia rasakan sebelumnya.Malam itu, Ali mengetuk pintu kamar. Di tangannya, ia membawa Al-Qur'an dan sehelai mukena. "Mauty, mari kita mulai belajar sholat dan mengaji. Aku ingin kita sama-sama memperbaiki diri," kata Ali, duduk di lantai tak jauh d

  • Rahasia Panas Cinta Terlarang   Siapa Kamu?

    Takdir yang Mengetuk "Astaghfirullah, Mauty!" Ali berteriak panik. Ia segera berlari menghampiri istrinya, mengguncang tubuhnya penuh kecemasan.Ali menemukan botol obat-obatan yang sudah kosong di lantai. Ia segera mengambil salah satunya."Astaghfirullah, apa Mauty meminum semua obatnya. Dan dia over dosis? Apa dia bermaksud untuk mengakhiri hidupnya?" batin Ali bertanya-tanya. Ia segera membuang botol tersebut dengan asal lalu segera fokus kepada sang istri."Mauty, bangun! Ini aku, Ali!" Namun, Mauty tetap tak bergerak. Nafas Ali memburu."Tolong... Tolong....!"Suara teriakan Ali menggemparkan rumah.Nathan segera datang dari ruang tamu dan bertanya dengan nada kawatir, "Ada apa ini, Ali? Mauty kenapa?"Tak berapa lama Reva datang dari arah dapur bersama ustadzah Lutfi dan ustadzah Uut. "Ya Allah, Mauty. Apa yang terjadi, Li?" tanya Reva cemas."Ali tidak tahu, Ma," balas Ali panik. Ia s

  • Rahasia Panas Cinta Terlarang   Fitnah

    Fitnah di Balik Pusaran TakdirPagi itu, langit di atas Pondok Pesantren Al-Hikmah tampak mendung, seakan mengiringi suasana hati para santri yang gelisah. Di dalam masjid, setelah sholat Dhuha sekelompok pengurus pondok dan para santri berkumpul, mendengarkan ceramah ustad Mahfud yang tampak begitu serius. Ustad Mahfud, yang dikenal cukup berpengaruh di kalangan pengurus pondok, berdiri di depan mereka, wajahnya penuh dengan ketegasan, namun ada sesuatu yang tampak berbeda dalam sorot matanya. Ada kebencian yang terpendam."Saudara-saudara sekalian, hari ini saya ingin berbicara tentang seorang yang tidak layak kita percayakan untuk memimpin pesantren ini," kata Ustad Mahfud sembari melirik ke arah Ali yang masih duduk di tempat imam, suaranya keras dan memecah kesunyian."Gus yang kita anggap sebagai penerus pesantren ini, ternyata memilih jalan yang tidak pantas. Dia menikahi seorang perempuan yang cacat dan tak punya kaki! Apa yang akan terjadi jika k

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status