"Beruntungnya aku mempunyai menantu penurut dan ramah seperti ini." Kayla mengusap pipi Alezha lalu memeluknya.
Alezha merasakan bahwa Kayla begitu amat menyayanginya meski mereka hanya mertua dan menantu saja. Hal itu menambah poin rasa bersalahnya pada seluruh keluarganya.
"Berbahagialah kalian. Kalianlah kebanggan kami. Semoga langgeng sampai ke anak cucu." Reyza memeluk Alezha dan Kaysan bersamaan. "Jaga diri kalian, jangan pernah berpikir untuk berpisah atau itu akan menyakiti kami," sambung Reyza. Ia serta merta memeluk putri satu-satunya itu. Yang teramat cantik dan disanjung banyak orang.Ucapan Reyza mampu meluluhlantakkan perasaan Alezha. Ia sudah berjanji dengan Calya untuk berpisah dengan Kaysan. Namun kini papanya malah mengatakan hal yang mustahil ia lakukan. Sekali, lagi, ia merasa menjadi orang yang paling jahat bagi keluarganya maupun Kaysan."Terima kasih, Papa," sahut Alezha dan Kaysan berbarengan. Tampak jelas keraguan di wajah Alezha, Kaysan dapat melihat itu. Bagaimana tidak? Mereka hanyalah dua insan yang sedang berada di panggung sandiwara. Mereka akan memainkan sandiwara pengantin di hadapan keluarga mereka entah sampai kapan.Setelah puas berpamitan, Kaysan dan Alezha pun pergi dengan mobil mewah yang sudah dihias dengan sangat cantik. Seorang sopir pun mengemudikan mobil itu menembus malam yang pekat dan dingin menuju rumah mewah milik Kaysan yang dihadiahkan papanya untuk mereka.*****
Mereka telah tiba di sebuah rumah mewah milik Kaysan. Alezha tak terkejut dengan rumah mewah karena ia pun berasal dari keluarga yang memiliki rumah yang sama mewahnya.
"Masuk," ujar Kaysan saat mereka sudah tiba di depan pintu masuk utama.
Alezha pun melangkahkan kakinya memasuki rumah tersebut. Sesampainya di dalam, ia cukup terkesan dengan dekorasi setiap ruangan yang sangat unik. Apalagi saat ia diajak berkeliling melihat-lihat setiap ruangan, ia melihat sebuah ruangan berisi motor antik dengan berbagai tipe dan tahun.
"Bagaimana?" tanya Kaysan.
"Untuk apa kau menanyakan ini padaku?" tanya Alezha. 'Kau membuat aku iri. Aku sangat menyukai sepeda motor,' batinnya.
"Tidak ada, hanya ingin pamer saja," jawab Kaysan dengan bangganya. Entah apa maksudnya mengatakan hal itu pada Alezha yang hanya merespon biasa saja meski hatinya ingin merespon hal yang berbeda.
"Aku tidak terkesan dengan motor," ujar Alezha. 'Ya, kau telah berhasil membuat aku iri,' batinnya.
"Ya sudah, ayo kita ke kamar." Kaysan menunjuk lantai atas.
Mendengar kata 'kamar', Alezha langsung menghentikan langkahnya.
"Tenang saja, aku masih mengingat peraturan itu. Di dalam kamar, sudah ada dua ranjang. Kita tidak perlu tidur satu ranjang." Kaysan tersenyum. Alezha dapat merasakan itu senyuman kejujuran, bukan senyuman mesum.
Alezha menghembuskan nafas lega. Ia pun kembali berjalan mengikuti langkah Kaysan menuju ke kamar.
Mereka naik dengan lift menuju lantai tiga yang merupakan letak kamar. Sedangkan lantai dua digunakan jika ada pesta kecil atau pertemuan penting, dan juga ruang keluarga. Lantai dasar untuk dapur serta ruang tamu.
Sesampainya di dalam kamar, Kaysan langsung menjelaskan letak ruang yang ada di dalam kamar yang luas itu.
"Di sebelah kanan kamar mandi dengn pintu yang terhubung dengan ruang ganti mu. Dilengkapi dengan meja rias untuk kau berdandan. Di sebelah kiri kamar mandi dan ruang ganti ku. Aku harap kau masih mengingat perjanjian itu." Kaysan mengingatkan.
"Aku tidak punya waktu untuk melakukan hal yang sangat tidak penting seperti mengintip mu saat mandi. Itu tidak akan pernah terjadi, pegang kata-kata ku." Alezha menatap Kaysan dengan serius.
"Baiklah, aku percaya padamu. Di sana adalah ruangan tempat kau menaruh pakaian kotor, dan di sana adalah pintu menuju balkon kamar. Itu pintu yang terhubung dengan ruang kerjaku, dan hanya aku yang boleh masuk kesana." Menunjuk beberapa pintu.
"Lalu di mana ruang kerjaku?" tanya Alezha.
"Maaf, aku tidak punya ruangan lain untuk itu. Semua pintu yang tersambung dengan ruangan ini sudah terpakai. Kalau kau mau, kau bisa menggunakan ruangan di sebelah kamar ini."
"Sudahlah, aku akan menggunakan meja belajarmu." Menunjuk sebuah meja dengan tempat duduk kecil yang terletak di sudut ruangan.
"Itu bukan meja belajar ku. Itu bekas tempat kerjaku dulu."
"Oh, ya sudah, aku pakai, ya."
Kaysan mengangguk.
"Apa ada lagi yang mau kau tanyakan? Karena aku ingin mandi."
"Apakah aku boleh menggunakan balkon?"
"Kau dapat menggunakan semua ruangan di rumah ini kecuali kamar mandi dan gantiku, lalu ruang kerjaku."
"Aku mengerti, pergilah mandi."
"Apa kau tidak ingin mandi juga?" Kaysan balik bertanya dengan senyuman yang dibuat sedemikian rupa agar terlihat mesum. Tapi tidak sempurna juga karena ia memang bukan pria mesum.
"Aku tidak perlu melapor hanya untuk urusan mandi, bukan?" Alezha menatap Kaysan dengan sedikit kesal.
"Ya sudah, aku mandi dulu." Kaysan pun pergi ke kamar mandi dengan tawa kecilnya.
"Dan kau tidak perlu melapor jika ingin mandi." Alezha berbicara pelan sambil menatap kepergian Kaysan yang sudah mencapai kamar mandi.
Alezha pun segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia berendam dengan air hangat di dalam bathup. Tanpa sengaja, saat tangannya mengusap bahunya, ia menyentuh bekas luka jahit yang masih ada sampai saat ini.
"Bekas luka ini." Alezha tersenyum. Ia masih ingat bagaimana ia mendapatkan bekas luka itu. Saat itu umurnya baru tujuh belas tahun. Ia terjatuh dari motor saat berbalap ria di lingkungan rumahnya dengan motor yang diam-diam ia ambil dari garasi. Ia mendapat luka itu karena bahunya terkena serpihan kaca dari spion motornya hingga membuat luka robek.
Orang tuanya ingin menghilangkan bekas lukanya, namun Alezha menolak. Ia ingin mengenang saat-saat indah bersama motornya yang kena sita orang tuanya. Karena sejak saat itu, ia tidak pernah diperbolehkan naik motor lagi.
Selesai mandi, Alezha segera pergi ke ruang ganti. Namun betapa terkejutnya ia saat melihat isi lemari pakaiannya adalah lingerie dan pakaian tidur yang amat sangat tipis dan terkesan transparan.
"Bagaimana mungkin aku memakai baju ini? Jadi ini yang mama maksud bahwa semua bajuku sudah ada di sini." Alezha mengusap wajahnya.
Setelah memilih baju yang cocok, Alezha pun keluar dari ruang ganti.
"Kau mau kemana?" tanya Kaysan saat melihat pakaian yang dikenakan Alezha.
"Aku ingin tidur," ujar Alezha sembari merebahkan diri di atas ranjangnya.
"Tidur? Tetapi yang kau pakai adalah pakaian untuk kerja. Bagaimana bisa orang tidur dengan setelan blazer dan celana panjang?" Kaysan masih menatap heran.
"Aku suka tidur dengan baju seperti ini. Sudah ya, selamat malam." Alezha menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Memang memalukan memakai baju kerja untuk tidur. Tetapi mau bagaimana lagi? Ia tidak ingin memakai pakaian khas malam pertama itu. Disamping pakaian itu terbuka, ia juga merasa risih dengan tatapan Kaysan nantinya. Karena bagaimanapun, Kaysan adalah pria yang mempunyai hawa nafsu.
Pagi pun menjelang. Seperti biasa, Alezha melaksanakan sholat subuh. Namun ia tidak menemukanbruangan untuk sholat. Maka ia memutuskan untuk melaksanakan sholat di samping ranjangnya.Samar-samar Kaysan membuka matanya. Ia langsung dapat melihat sosok yang tengah memakai mukena berwarna putih sedang melakukan gerakan seperti sholat.'Alezha? Melaksanakan sholat?' batin Kaysan. 'Oh ya tentu saja, dia anak dari orang-orang yang Sholeh dan sholehah.'"Kau sudah bangun? Masih ada waktu melaksanakan sholat," ujar Alezha saat sudah selesai melaksanakan sholat."Ah, ya. A,,,aku akan melaksanakan sholat." Kaysan bangkit dari ranjangnya. Ia pun segera menuju kamar mandi dengan membawa ponsel. Jelas sekali ia tidak tahu menahu tentang sholat karena nyaris tidak pernah melaksanakannya. Mungkin beberapa kali saat ada praktik sholat di sekolahnya.Ia membuka ponsel saat sudah memasuki kamar m
Negara Amerika, Los Angeles-Alezha dan Kaysan baru saja sampai di sebuah hotel paling terkenal di kota itu. Langsung saja ia menelepon keluarganya dan mengabarkan kalau mereka sudah sampai dengan menggunakan SIM card yang ada di negara itu."Kenapa tidak diangkat, ya?" gumam Alezha."Waktu negara ini dan negara kita berbeda delapan jam. Bisa kau bayangkan kalau di sini pukul tujuh malam, maka di sana puku tiga pagi," ujar Kaysan."Oh iya, aku lupa. Ya sudah, aku kirim pesan saja." Alezha langsung mengirimi pesan kepada orang tuanya dan mertuanya bahwa mereka sudah sampai."Ayo, makan malam. Aku yakin kau pasti lapar," ajak Kaysan."Tidak hanya aku, kau juga pasti lapar, 'kan?""Tentu saja, ayo, beres-beresnya besok saja." Kaysan langsung berjalan keluar kamar diikuti oleh Alezha.Mereka makan di restoran yang ada di
Kejadian dimana Alezha harus kehilangan kehormatannya.Flashback OnDua tahun yang lalu."Ayolah Alezha, aku mohon. Ikutlah berpesta dengan kami," rengek Sofi, sahabat Alezha."Tidak bisa, Sofi. Kau tahu 'kan aku sangat sibuk bekerja. Lagipula, mama dan papa pasti melarang ku berpesta apalagi sampai ke bar." Alezha mencoba menolak."Alezha, ini pesta sekaligus reuni SMA. Kau tidak rindu pada teman-teman kita.""Tentu saja aku merindukan mereka, tetapi aku tidak bisa pergi ke sana. Kenapa tidak di restoran saja? Kita bisa makan dan mengobrol sepuasnya.""Ah, kau ini. Tidak asyik jika hanya di restoran. Ayolah, aku tahu kau tidak pernah ke tempat itu 'kan. Anggap saja ini pertama dan terakhir kalinya kau kesana. Apa kau tidak penasaran bagaimana rasanya berpesta di sebuah bar?" Sofi terus saja membujuk Alezha."Tapi bag
Alezha telah sampai di rumah Sofi. Segera ia mengetuk pintu rumah besar itu dengan hati yang kalut hingga ketukannya seperti orang yang ingin melabrak.Tak berselang lama, keluarlah seorang wanita separuh baya yang merupakan pembantu Sofi."Dimana Sofi?" tanya Alezha dengan wajah tegangnya."Nona Sofi bilang, Nona bisa menemuinya di kamar."Tanpa menunggu lagi, Alezha langsung masuk ke rumah itu menuju kamar Sofi. Sakit di area khusunya pun tidak dirasakannya lagi karena perasaan yang kalut terbakar emosi."Sofi!" Alezha menggedor-gedor pintu kamar Sofi.Pintu pun terbuka dengan Sofi yang sedang mengulas senyuman liciknya."Alezha, kejutan sekali kau datang kesini?""Tutup mulutmu! Apa yang telah kau lakukan padaku?" Alezha menerobos masuk ke kamar Sofi dengan perasaaan yang terbakar emosi."Aku t
Alezha terbangun dari tidurnya saat subuh menjelang. Ia pun bergegas pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Namun, saat ia sudah di depan pintu toilet, ia terkejut dengan keluarnya Kaysan dengan hanya memakai handuk yang terlilit di pinggangnya. Membuat tubuh bagian atasnya terlihat jelas. Bentuk tubuh yang diidamkan semua wanita dengan bulu-bulu halus di bagian dada."Aaaaaa." Alezha berteriak sambil menutup matanya dengan kedua tangannya."Hei, kenapa berteriak? Harusnya aku yang marah karena kau ingin mengintip ku."Mendengar ucapan Kaysan, Alezha langsung menurunkan kedua tangan dari wajahnya. "Apa? Mengintip? Aku tidak melakukannya. Aku hanya ingin mengambil wudhu.""Sudah ketahuan mengintip, malah mengelak. Sudahlah, aku mau memakai bajuku." Kaysan pergi dari hadapan Alezha, menuju ruang ganti.Alezha menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. "Sabar Alezha, kau harus sabar. Ayo tersenyum." Ia pun kembali te
Sudah dua hari sejak Calya datang ke hotel tempat Alezha dan Kaysan berbulan madu. Dan semenjak itu pula, Alezha menjadi saksi kebersamaan mereka.Ada sedikit luka di hati Alezha. Namun bukan luka sebuah kecemburuan. Ia sangat terluka karena dirinya sangat lemah dan tak berdaya hingga mengalami hal seperti ini. Menyaksikan suaminya sendiri bercengkrama dengan kekasihnya tepat di depan matanya.Seperti saat ini, ia mendengar Kaysan dan Calya sedang bercengkrama di balkon kamar hotel mereka. Mereka merasa dunia seperti milik berdua. Memang, mereka tidak bermesraan, namun canda tawa Calya seperti jarum yang menusuk Alezha. Entah sejak kapan Alezha merasa kehadiran Calya membuatnya dirinya tak terlihat atau bahkan tak dianggap."Kay, jika kita menikah nanti, aku ingin bulan madu keliling Eropa!" seru Calya."Ya, kau akan mendapatkannya." Kaysan mengusap kepala Calya dan tersenyum."K
Sebulan telah berlalu. Kaysan dan Alezha masih menjalani kehidupan mereka seperti biasa. Bekerja di perusahaan orang tua mereka masing-masing. Hingga malam itu pun terjadi. Dimana Alezha dan Kaysan diundang ke sebuah pesta pernikahan rekan bisnis Kaysan.Di pesta itu, Alezha tampak sangat bersinar dengan balutan gaun mahal rancangan neneknya yang dikerjakan asisten pribadinya. Gaun itu adalah satu-satunya model terbaru yang hanya dimiliki Alezha."Bagaimana bisa kau secantik ini. Astaga, aku rasa Kaysan adalah suami paling beruntung di dunia ini." Seorang wanita berdecak kagum saat bertegur sapa dengan Alezha dan Kaysan. Ia adalah istri dari rekan kerja Kaysan yang bernama Diana memang sudah mengenal Kaysan sejak terjun ke dunia bisnis karena dulunya Diana adalah seorang pebisnis juga, namun berhenti setelah menikah dan punya anak.Mendengar hal itu, Alezha hanya tersenyum, sedangkan Kaysan keheranan dengan perkataan istri rekan kerjanya itu. Apakah
Kaysan sudah bersiap berangkat bekerja. Namun ia kesusahan memakai dasi yang berserat licin. Berkali-kali ia memasangnya, tetap saja gagal. "Kenapa aku harus mendengarkan papa untuk memakai dasi yang ini hanya karena motifnya sama dalam rapat penting hari ini." Ia berdecak kesal."Kaysan, masih lamakah? Papa baru saja menelepon. Katanya beliau sudah menunggu di kantor mu." Alezha mengetuk kamar Kaysan karena ia belum juga keluar sejak satu jam yang lalu.Kaysan menghela nafas pasrah. Ia pun segera keluar dengan dasi yang tergantung di kerah bajunya namun terlihat berantakan."Apa kau pernah dengan tentang kerapian saat bekerja?" Alezha menatap heran."Aku tidak bisa memakainya. Ini sangat licin." Kaysan terlihat semakin kesal."Kalau begitu, bolehkah aku memakaikannya?""Kau bisa?""Aku sering memasangkan dasi untuk Rayden. Dia payah sekali tentang itu."Kaysan mengangguk setuju. Alezha pun seger