Pagi pun menjelang. Seperti biasa, Alezha melaksanakan sholat subuh. Namun ia tidak menemukanbruangan untuk sholat. Maka ia memutuskan untuk melaksanakan sholat di samping ranjangnya.
Samar-samar Kaysan membuka matanya. Ia langsung dapat melihat sosok yang tengah memakai mukena berwarna putih sedang melakukan gerakan seperti sholat.
'Alezha? Melaksanakan sholat?' batin Kaysan. 'Oh ya tentu saja, dia anak dari orang-orang yang Sholeh dan sholehah.'
"Kau sudah bangun? Masih ada waktu melaksanakan sholat," ujar Alezha saat sudah selesai melaksanakan sholat.
"Ah, ya. A,,,aku akan melaksanakan sholat." Kaysan bangkit dari ranjangnya. Ia pun segera menuju kamar mandi dengan membawa ponsel. Jelas sekali ia tidak tahu menahu tentang sholat karena nyaris tidak pernah melaksanakannya. Mungkin beberapa kali saat ada praktik sholat di sekolahnya.
Ia membuka ponsel saat sudah memasuki kamar mandi. Mengetikkan sesuatu keyword 'cara dan bacaan mengambil wudhu'. Setelah mempelajari ya, ia langsung mempraktikkan dengan berpedoman pada ponselnya untuk melihat tatacara dan bacaannya.
Selesai dengan itu, Kaysan pun langsung keluar menuju kamarnya.
"Ini kain sarung, aku memintanya dari pelayan," ujar Alezha sambil menyerahkan lain sarung berwarna biru.
"Aku memakai celana." Kaysan menujukkan celana piyama yang ia pakai.
"Apa kau ingin menghadap Allah dengan memakai piyama? Pakailah kemaja panjangmu dan sarung ini. Itu lebih baik daripada memakai piyama."
Kaysan pun mengalah. Ia pergi ke ruang ganti dan memakai baju Koko yang ia punya, pemberian dari mamanya yang hanya sekali ia pakai. Setelah itu, ia pun keluar. Ia tidak melihat keberadaan Alezha.
"Syukurlah dia sudah keluar. Bagaimana caranya aku melaksanakan sholat sedangkan aku lupa caranya." Kaysan mengusap wajahnya sembari mendudukkan diri di atas sofa kamar itu.
"Kalau aku tidak sholat, aku malah merasa malu padanya."
'Malu itu hanya pada Allah, Kaysan, bukan padaku.' batin Alezha yang ternyata masih berada di ruang ganti, mengembalikan mukena miliknya Ke lemari.
Ceklek! Pintu ruang ganti Alezha terbuka dan keluarlah ia. Kaysan yang melihatnya buru-buru bangkit dan mengambil sajadah di atas ranjang yang diletakkan Alezha untuknya.
"Kau belum melaksanakan sholat? Memang sih sholat subuh itu hanya dua rakaat, dengan membaca niat 'Ushallii fardash-Shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati adaa’an lillaahi ta’aalaa', lalu dilanjutkan, melakukan Takbiratul Ikhram, membaca Doa Iftitah, membaca surat Al-fatihah, membaca surat pendek Al-qur'an, melakukan gerakan Ruku', melakukan gerakan i'tida, melakukan gerakan sujud, duduk di antara dua sujud, melakukan gerakan sujud yang kedua, berdiri untuk mengerjakan rakaat kedua, setelah i'tidal disunnahkan untuk membaca doa qunut, ucapkan takbir tanpa mengangkat kedua tangan, sujud dan duduk di antara dua sujud dan melakukan sujud yang kedua, lanjutkan dengan tasyahud akhir, dan yang terkahir melakukan salam."
Ucapan Alezha seperti kinciria yang berputar di kepala Kaysan. Sangat memusingkan.
"Ini, pelajarilah, meskipun kau sudah hapal gerakan sholat, tetapi jangan sampai ada yang bacaan yang salah. Terkadang kita sepele dengan hal itu." Alezha menyerahkan sebuah buku panduan sholat lalu pergi keluar.
Kaysan pun menerimanya sembari tersenyum menatap kepergian Alezha. "Terima kasih." Ia pun segera membuka buku itu lalu mempelajari isinya, kemudian melaksanakan sholat. Untung saja ia orang yang cerdas, sehingga dapat mempelajarinya dengan cepat.
Selesai melaksanakan sholat, Kaysan mendengar suara pintu terbuka.
"Sudah selesai?" tanya Alezha.
"Sudah," sahut Kaysan.
Tanpa menjawab, Alezha hanya tersenyum lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia adalah tipe wanita yang suka mandi pagi.
Kaysan masih berdiri dengan kain sarung yang melekat di tubuhnya. Ia pun membukanya, menyimpannya kembali lalu pergi ke kamar mandi. Sebenarnya ia bukan tipe orang yang suka mandi hari masih gelap. Namun, rasa malu dan gengsinya pada Alezha membuatnya harus mandi sepagi itu.
Setelah keduanya selesai mandi, Alezha langsung mengajak Kaysan sarapan bersama.
"Tidak, aku tidak mau sarapan sepagi ini. Aku biasa sarapan pukul sepuluh pagi."
"Tidak baik memulai aktivitas tanpa sarapan. Lagipula, ibumu berpesan padaku untuk memantau makanmu."
"Kau sudah menyalahi surat perjanjian. Tidak boleh memaksaku melakukan hal yang tidak aku ingin."
"Tidak ada yang salah jika itu permintaan mama. Jika kau tidak mau, maka aku akan menelepon mama Kayla dan mengatakan hal ini." Alezha mengancam.
"Apa? Baiklah, kau menang." Kaysan menghela nafas pasrah. Ia pun mengikuti langkah Alezha menuju ruang makan.
Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, ia sarapan jam enam tiga puluh pagi.
Awalnya ia makan sendikit, namun lama-kelamaan, ia akhirnya menghabiskan makanan yang ada di piringnya.
"Aku tidak pernah tahu kalau rasa makanan di pagi hari seenak ini. Biasanya saat makan malam, aku tidak merasakan rasa yang seenak ini."
"Itu karena kau tidak terbiasa sarapan, sehingga rasanya berbeda. Tambah lah lagi jika kau suka. Karena mungkin nanti rasanya akan berbeda."
Kaysan mengangguk dan langsung menambah porsinya. Alezha hanya menyunggihkan sedikit senyuman melihat Kaysan yang sangat lahap. Sebenarnya bukan suasana yang membuat rasa masakan itu berbeda, melainkan karena Alezha sendiri yang memasaknya atas permintaan mertuanya melalui pelayan rumah itu.
"Assalamualaikum," ucap dua orang dari depan pintu.
"Waalaikumsalam," sahut Alezha dan Kaysan berbarengan.
"Kaysan, Alezha, bagaimana tadi malam?" tanya Kayla sambil memeluk Kaysan dan Alezha bergantian.
"Kayla, kenapa kau menanyakan itu?" Alea menyikut lengan Kayla.
"Eh, iya, maaf. Maksud mama apakah tidur kalian nyenyak?" tanya Kayla.
"Nyenyak, Ma," sahut Kaysan. "Tumben pagi-pagi sekali sudah datang?" sambungnya.
"Oh iya, sini, sini." Kayla membimbing mereka menuju ruang keluarga.
"Ada apa, Ma?" tanya Alezha.
"Ini untuk kalian." Alea menyerahkan dua buah tiket kepada Alezha dan Kaysan.
"Tiket ke Amerika?" Kaysan meneliti tiket tersebut sembari mengernyitkan dahinya.
"Kalian akan bulan madu ke Amerika," imbuh Kayla.
"Apa?" Kaysan dan Alezha sama-sama terkejut.
"Kenapa? Kalian 'kan baru menikah, wajar saja kalau bulan madu." Kayla berasumsi.
"Tapi Ma, bagaimana dengan pekerjaan kami?" tanya Kaysan.
"Papa kalian sudah membuat surat cuti untuk seminggu," sambung Alea.
"Apa??" Kaysan dan Alezha kembali terkejut mendengar berita terbaru itu.
"Kenapa harus sampai segitunya 'sih?" Kayla menatap heran pada anak dan menantunya itu.
"Bu,, bukan begitu, Ma. Hanya saja ini terlalu mendadak." Alezha menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal dengan ekspresi wajah yang bingung.
"Sudahlah, turuti saja. Besok pagi kalian akan berangkat dengan pesawat pribadi milik keluarga Armadja," ujar Kayla.
Alezha dan Kaysan hanya bisa mengangguk pasrah. Mana ada alasan lagi untuk mereka menolak. "Baiklah, Ma."
"Nah, kalian bersiap-siaplah. Alezha, jangan lupa dibawa semua baju tidur yang sudah Mama belikan, ya." Alea memainkan mata ke arah Alezha.
"Memangnya Mama menggunakan baju seperti itu jika ingin tidur?" tanya Alezha dengan tatapan jahilnya.
"Ti,,,tidak. Mama 'kan sudah tua. Mana pantas memakainya. Kau pakailah tapi hanya di depan suami mu saja." Alea memainkan mata pada Alezha.
"Baju apa?" bisik Kaysan.
"Baju haram," sahut Alezha dengan berbisik juga.
"Terbuat dari apa sehingga bisa haram?" Kaysan menatap heran.
"Tedapat godaan syaiton yang terkutuk jika dipakai, terlebih lagi di depan orang yang bukan suaminya."
Kaysan hanya melongo. Ia sungguh tidak mengerti apa maksud dari perkataan Alezha.
"Ya sudah, sebaiknya kalian bersiap, kami pulang dulu. Dan pastikan kalian membawa kabar bahagia nanti." Kayla mengajak Alea untuk pergi dari rumah itu.
"Iya, Ma, hati-hati." Alezha melambaikan tangan pada mereka saat kedua ibunya itu sudah masuk mobil dan pergi dari pekarangan rumah mereka.
"Kabar bahagia apa maksudnya?" tanya Kaysan yang masih heran.
"Oleh-oleh mungkin." Alezha yang sebenarnya mengerti maksud perkataan mertuanya tadi hanya bisa berbohong pada Kaysan. 'Dia sudah punya pacar, tetapi kenapa masih polos masalah itu?' batinnya.
"Oh, oleh-oleh, ya. Bailah, kita akan bawakan banyak oleh-oleh untuk mereka."
*****
"Al, kau bawa apa saja?" tanya Kaysan dengan berteriak saat mereka tengah mengepak barang-barang ke dalam koper di ruang ganti masing-masing.
"Membawa apa yang seharusnya dibawa. Haruskah bertanya masalah itu?" sahut Alezha dengan juga berteriak.
"Aku hanya memastikan kau tidak membawa barang yang tidak berguna."
Alezha menatap barang-barang yang sudah ia masukkan ke dalam koper. "Semua sudah sesuai, tidak ada yang tidak berguna." Alezha menghela nafas pelan. 'Termasuk baju haram ini, aku tidak membawanya. Untung saja pagi tadi aku sudah menyuru kepala pelayan membelikan banyak piyama lengan panjang, jadi aku tidak perlu membawa baju haram ini.' batinnya.
Selesai berkemas,
"Bagaimana? Apakah hotel yang kita tempati nanti punya dua ranjang?" tanya Alezha.
Kaysan yang baru saja mematikan panggilan menjawab dengan lesu. "Tidak, hanya ada satu ranjang. Dan kita tidak bisa memesan satu kamar lagi karena semua kamar sudah dipesan."
"Haruskah kita bawa ranjang yang ringan dari sini?" tanya Alezha.
"Yang benar saja, apa kata orang tua kita? Mereka akan mengantar kita sampai kita lepas landas. Lagipula, hotel mana yang mengizinkan kita membawa ranjang dari luar?" sahut Kaysan.
"Benar juga, lalu bagaimana?" Alezha semakin tidak tenang.
"Kau jangan khawatir, kita akan satu ranjang dan aku berjanji tidak akan melakukan hal apapun padamu." Kaysan menatap Alezha dengan serius.
"Kau berjanji?" tanya Alezha ingin meyakinkan.
"Aku berjanji, kau akan tetap mendapatkan kesucian mu. Aku tidak akan menyentuh mu." Kaysan bersungguh-sungguh.
Alezha tersenyum getir. 'Kesucianku? Jangan bercanda.' batinnya.
"Alezha, aku berjanji." Kaysan memegang kedua pundak Alezha dan menatapnya dengan serius. Hal itu membuat Alezha terkejut dan langsung mundur agar pegangan Kaysan terlepas.
"Maafkan aku." Kaysan menatap dengan rasa bersalah.
"Tidak apa-apa, aku percaya padamu." Alezha tersenyum pada Kaysan. Jika saja dia Alezha yang dulu, tentu saat ini Kaysan sudah mendapatkan sebuah pukulan diperutnya. Bersyukur Alezha yang sekarang mempunyai sikap yang lembut.
Kaysan tersenyum mendengar ucapan Alezha. Namun, sebuah dering ponsel membuatnya beralih meninggalkan Alezha.
"Halo, iya Sayang." Kaysan pergi menjauh menuju balkon. Ternyata yang menelepon adalah Calya, kekasihnya.
Alezha hanya bisa tersenyum getir. "Mungkin hanya aku istri yang mendengar suaminya memanggil sayang pada wanita lain." Namun, cepat-cepat ia menggelengkan kepalanya. "Eh, apa yang aku pikirkan? Alezha bodoh, kenapa malah berpikir seperti itu." Alezha mengetuk-ngetuk keningnya. Merasa ini sudah tidak benar, menunggu suami yang menelepon pacaranya, ia pun memutuskan keluar kamar menuju ruang kerjanya untuk memastikan pekerjaannya tidak ada yang tertinggal.
Negara Amerika, Los Angeles-Alezha dan Kaysan baru saja sampai di sebuah hotel paling terkenal di kota itu. Langsung saja ia menelepon keluarganya dan mengabarkan kalau mereka sudah sampai dengan menggunakan SIM card yang ada di negara itu."Kenapa tidak diangkat, ya?" gumam Alezha."Waktu negara ini dan negara kita berbeda delapan jam. Bisa kau bayangkan kalau di sini pukul tujuh malam, maka di sana puku tiga pagi," ujar Kaysan."Oh iya, aku lupa. Ya sudah, aku kirim pesan saja." Alezha langsung mengirimi pesan kepada orang tuanya dan mertuanya bahwa mereka sudah sampai."Ayo, makan malam. Aku yakin kau pasti lapar," ajak Kaysan."Tidak hanya aku, kau juga pasti lapar, 'kan?""Tentu saja, ayo, beres-beresnya besok saja." Kaysan langsung berjalan keluar kamar diikuti oleh Alezha.Mereka makan di restoran yang ada di
Kejadian dimana Alezha harus kehilangan kehormatannya.Flashback OnDua tahun yang lalu."Ayolah Alezha, aku mohon. Ikutlah berpesta dengan kami," rengek Sofi, sahabat Alezha."Tidak bisa, Sofi. Kau tahu 'kan aku sangat sibuk bekerja. Lagipula, mama dan papa pasti melarang ku berpesta apalagi sampai ke bar." Alezha mencoba menolak."Alezha, ini pesta sekaligus reuni SMA. Kau tidak rindu pada teman-teman kita.""Tentu saja aku merindukan mereka, tetapi aku tidak bisa pergi ke sana. Kenapa tidak di restoran saja? Kita bisa makan dan mengobrol sepuasnya.""Ah, kau ini. Tidak asyik jika hanya di restoran. Ayolah, aku tahu kau tidak pernah ke tempat itu 'kan. Anggap saja ini pertama dan terakhir kalinya kau kesana. Apa kau tidak penasaran bagaimana rasanya berpesta di sebuah bar?" Sofi terus saja membujuk Alezha."Tapi bag
Alezha telah sampai di rumah Sofi. Segera ia mengetuk pintu rumah besar itu dengan hati yang kalut hingga ketukannya seperti orang yang ingin melabrak.Tak berselang lama, keluarlah seorang wanita separuh baya yang merupakan pembantu Sofi."Dimana Sofi?" tanya Alezha dengan wajah tegangnya."Nona Sofi bilang, Nona bisa menemuinya di kamar."Tanpa menunggu lagi, Alezha langsung masuk ke rumah itu menuju kamar Sofi. Sakit di area khusunya pun tidak dirasakannya lagi karena perasaan yang kalut terbakar emosi."Sofi!" Alezha menggedor-gedor pintu kamar Sofi.Pintu pun terbuka dengan Sofi yang sedang mengulas senyuman liciknya."Alezha, kejutan sekali kau datang kesini?""Tutup mulutmu! Apa yang telah kau lakukan padaku?" Alezha menerobos masuk ke kamar Sofi dengan perasaaan yang terbakar emosi."Aku t
Alezha terbangun dari tidurnya saat subuh menjelang. Ia pun bergegas pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Namun, saat ia sudah di depan pintu toilet, ia terkejut dengan keluarnya Kaysan dengan hanya memakai handuk yang terlilit di pinggangnya. Membuat tubuh bagian atasnya terlihat jelas. Bentuk tubuh yang diidamkan semua wanita dengan bulu-bulu halus di bagian dada."Aaaaaa." Alezha berteriak sambil menutup matanya dengan kedua tangannya."Hei, kenapa berteriak? Harusnya aku yang marah karena kau ingin mengintip ku."Mendengar ucapan Kaysan, Alezha langsung menurunkan kedua tangan dari wajahnya. "Apa? Mengintip? Aku tidak melakukannya. Aku hanya ingin mengambil wudhu.""Sudah ketahuan mengintip, malah mengelak. Sudahlah, aku mau memakai bajuku." Kaysan pergi dari hadapan Alezha, menuju ruang ganti.Alezha menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. "Sabar Alezha, kau harus sabar. Ayo tersenyum." Ia pun kembali te
Sudah dua hari sejak Calya datang ke hotel tempat Alezha dan Kaysan berbulan madu. Dan semenjak itu pula, Alezha menjadi saksi kebersamaan mereka.Ada sedikit luka di hati Alezha. Namun bukan luka sebuah kecemburuan. Ia sangat terluka karena dirinya sangat lemah dan tak berdaya hingga mengalami hal seperti ini. Menyaksikan suaminya sendiri bercengkrama dengan kekasihnya tepat di depan matanya.Seperti saat ini, ia mendengar Kaysan dan Calya sedang bercengkrama di balkon kamar hotel mereka. Mereka merasa dunia seperti milik berdua. Memang, mereka tidak bermesraan, namun canda tawa Calya seperti jarum yang menusuk Alezha. Entah sejak kapan Alezha merasa kehadiran Calya membuatnya dirinya tak terlihat atau bahkan tak dianggap."Kay, jika kita menikah nanti, aku ingin bulan madu keliling Eropa!" seru Calya."Ya, kau akan mendapatkannya." Kaysan mengusap kepala Calya dan tersenyum."K
Sebulan telah berlalu. Kaysan dan Alezha masih menjalani kehidupan mereka seperti biasa. Bekerja di perusahaan orang tua mereka masing-masing. Hingga malam itu pun terjadi. Dimana Alezha dan Kaysan diundang ke sebuah pesta pernikahan rekan bisnis Kaysan.Di pesta itu, Alezha tampak sangat bersinar dengan balutan gaun mahal rancangan neneknya yang dikerjakan asisten pribadinya. Gaun itu adalah satu-satunya model terbaru yang hanya dimiliki Alezha."Bagaimana bisa kau secantik ini. Astaga, aku rasa Kaysan adalah suami paling beruntung di dunia ini." Seorang wanita berdecak kagum saat bertegur sapa dengan Alezha dan Kaysan. Ia adalah istri dari rekan kerja Kaysan yang bernama Diana memang sudah mengenal Kaysan sejak terjun ke dunia bisnis karena dulunya Diana adalah seorang pebisnis juga, namun berhenti setelah menikah dan punya anak.Mendengar hal itu, Alezha hanya tersenyum, sedangkan Kaysan keheranan dengan perkataan istri rekan kerjanya itu. Apakah
Kaysan sudah bersiap berangkat bekerja. Namun ia kesusahan memakai dasi yang berserat licin. Berkali-kali ia memasangnya, tetap saja gagal. "Kenapa aku harus mendengarkan papa untuk memakai dasi yang ini hanya karena motifnya sama dalam rapat penting hari ini." Ia berdecak kesal."Kaysan, masih lamakah? Papa baru saja menelepon. Katanya beliau sudah menunggu di kantor mu." Alezha mengetuk kamar Kaysan karena ia belum juga keluar sejak satu jam yang lalu.Kaysan menghela nafas pasrah. Ia pun segera keluar dengan dasi yang tergantung di kerah bajunya namun terlihat berantakan."Apa kau pernah dengan tentang kerapian saat bekerja?" Alezha menatap heran."Aku tidak bisa memakainya. Ini sangat licin." Kaysan terlihat semakin kesal."Kalau begitu, bolehkah aku memakaikannya?""Kau bisa?""Aku sering memasangkan dasi untuk Rayden. Dia payah sekali tentang itu."Kaysan mengangguk setuju. Alezha pun seger
Malam ini, Kaysan dan Alezha sedang makan malam bersama. Tampak keduanya hanya diam dan berfokus pada makanan mereka.Hingga tiba-tiba, Kaysan mengatakan hal yang membuat Alezha terkejut."Pagi tadi aku baru saja menandatangani kerja sama dengan kekasih temanmu yang kita temui di hotel waktu itu."Mendengar hal itu, Alezha pun terbatuk-batuk. Ia meraih gelas lalu meminum air untuk meredakan batuknya."Kenapa?" tanya Kaysan dengan heran."Tidak! Aku hanya tidak menyangka bahwa kau bekerjasama dengan Leon.""Ya, aku juga tidak menyangka akan bekerja sama denganPlayboyitu. Dan aku juga baru tahu kalau dia adalah kekasih temanmu saat ia mengatakan bahwa tunangannya yang bernama Sofi adalah wanita yang kita temui di hotel tersebut.""Apa?Palyaboy?"Alezha terkejut mendengar ucapan Kaysan. Karena yang ia ketahui, Sofi selalu membanggakan Leon yangkatanya