Sampainya di Kantor, Reina langsung memeriksa Ruang Meeting di mana kosong. Saat sudah di atas, sembari berjalan menuju meja kerja, Reina menatap jendela ruangan Arga yang kosong.Ke mana perginya Pak Arga?Mendudukkan diri di kursi, Reina mengeluarkan handphone dari dalam saku blazernya, mencoba menghubungi Arga, namun telepon dari Reina tidak juga diangkat. Akhirnya, Reina memutuskan mengerjakan pekerjaannya sembari menunggu Arga.Setelah 1 jam Arga belum juga kembali dan itu semakin menganggu pikiran Reina. "Sudah waktunya makan siang tapi belum juga kembali," gumam Reina dengan wajah khawatir.Kembali menghubungi Arga yang lebih dari dua kali panggilan, Arga tidak juga mengangkatnya. Sampai suara lift terbuka mengalihkan perhatian Reina. "Pak Arga dari mana saja?" tanya Reina sembari menatap Arga.Arga menghentikan langkah kaki tepat di depan meja Reina. "Sudah waktunya makan siang, saya sudah menemukan Restaurant ramen yang cocok untuk kamu."Berdiri dari duduk, berjalan hingga d
Tidak seperti biasanya Arga menyuruh Reina yang membersihkan segala macam artikel yang bisa merusak reputasinya, kali ini Arga meminta Baskara untuk menghapus artikel artikel tidak benar.Untuk dua kalinya Baskara datang menemui Arga dan itu semakin menarik perhatian Reina yang bertanya-tanya, mengenai apa yang mereka lakukan."Saya sudah menyuruh tim untuk menghapus setiap artikel dan postingan yang ada, tapi karena sudah trending dan dibagikan berkali-kali jadi sulit untuk menutupi sepenuhnya," jelas Baskara yang berdiri di depan meja kerja Arga.Melalui jendela, Reina bisa melihat wajah serius keduanya, jika pasti ada sesuatu, tanpa perlu Reina mendengar apa yang mereka bicarakan. Selesai Baskara bicara dan keluar dari ruangan Arga, Reina masuk ke dalam. Berdiri di depan meja kerja, menatap Arga yang semula menatap layar komputer, mulai menatap Reina."Ada apa? Ada yang menganggu pikiran kamu? Kamu bisa ceritakan sama saya.""Apa yang Pak Arga dan Pak Baskara bicarakan? Apa saya ga
Arga mengajak Reina olahraga pagi dengan berlari-lari kecil, sekitar Mansion. Belum ada satu jam, baru setengah jam, Reina terlihat sudah lelah sedangkan Arga tidak lelah sedikit pun. Menghentikan langkah kaki, tertinggal jauh di belakang Arga yang tidak menyadari Reina yang sudah tidak ada di belakangnya. "Gimana? Sudah mulai lelah?" tanya Arga pada Reina. Tidak mendengar jawaban dari belakang, serta baru menyadari tak ada langkah kaki yang mengikutinya, Arga pun menoleh ke arah belakang di mana Reina tengah berjongkok di depan sana. Membalikan tubuh, Arga berlari menghampiri Reina yang terus memasang wajah selelah itu. Nafas yang semula terengah-engah, sudah mulai beraturan. Arga berjongkok di hadapan Reina yang memasang wajah datar. "Sudah saya duga kalau kamu kurang olahraga. Olahraga itu baik untuk kesehatan lho, Re. Kenapa kamu gak meluangkan waktu untuk olahraga?" "Bukankah sudah jelas alasannya? Saya malas, Pak." Ya, Reina adalah tipe orang yang jujur, namun sejujur j
"Oh ya, Pak Arga. Rumornya kalau Bapak sudah menikah, apa benar?" tanya seorang kepala redaksi."Ternyata rumornya sudah sampai Bu Lusia yaa.""Jadi benar atau nggak nih, Pak?" goda kepala redaksi.Dengan wajah datarnya, Arga memperlihatkan sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Reina yang berada di sampingnya, bertanya-tanya, sejak kapan Arga memakainya?"Wah, ternyata benar. Kalau gitu sudah gak ada kesempatan untuk wanita lain mengejar Pak Arga yaa.""Semua tamu sudah kembali ke Kamar masing-masing, bagaimana kalau kita juga akhiri obrolan ini?" ucap Arga dengan nada sopan.Kepala redaksi itu tersenyum ramah. "Tentu saja, Pak. Kebetulan saya mulai mengantuk.""Semoga tidur Ibu nyenyak," kata Reina sambil tersenyum."Bu Reina juga." Lalu, tersenyum.Reina dan Arga perhatikan kepala redaksi itu yang berjalan menjauh dari mereka. "Pak Arga," panggil Reina."Kenapa?""Apa Om Tio sudah pulang? Sejak kita ke Ballroom lagi saya gak melihatnya.""Pas saya bawa kamu ke ruang kerja,
Setelah pernyataan cinta itu rasanya justru jadi canggung, hanya untuk Reina, sementara Arga merasa biasa. Reina bahkan tidak berani menatap manik mata Arga yang sedari tadi terus memperhatikannya yang sedang makan bakpao.Walau pernyataan cinta itu mengejutkan dan mendadak sekali, namun Reina bersyukur bahwa masih ada Arga yang ia miliki."Pak Arga sendiri sudah makan?" tanya Reina di sela makannya.Terlalu memikirkan Reina, Arga pun mengabaikan dirinya sendiri yang belum makan, berpikir bahwa melewatkan makan tidak akan membuatnya sakit karena Arga lebih kuat dari Reina.Melihat Arga yang diam, membuat Reina mengetahui sendiri bahwa lelaki di hadapannya juga belum makan. Reina menghela nafas, lalu mengambil satu bakpao yang tersisa di dalam kantong, memberikannya pada Arga."Gimana bisa Pak Arga mengkhawatirkan saya sedangkan Pak Arga sendiri belum makan? Pak Arga gak mikir kalau saya mungkin saja khawatir?" Reina memarahi Arga yang cuma bisa diam.Tanpa kata, Arga mulai memakan bak
Dengan langkah berat Reina melangkah masuk ke dalam ruangan tempat Ayahnya berada dengan Arga yang setia merangkulnya. Di depan tubuh yang sudah terbujur kaku dengan kain putih yang menutupi seluruh tubuh, tangis Reina pecah. Dipeluknya sang Ayah yang kali ini hanya terdiam, tidak membalas pelukan Reina.Isakan tangis yang memilukan itu menghancurkan hati Arga. Tak ada yang bisa Arga lakukan selain menemani Reina, memperlihatkan pada Reina jika ia tidak sendiri."Maafin aku, Yah! Maafin aku yang akhir-akhir ini sibuk dengan dunia sendiri jadi belum ada waktu ngobrol sama Ayah." Sambil terus memeluk Mahendra.Reina menyesali semuanya. Waktu yang ia habiskan bersama Ayahnya tidaklah banyak. Bagi Reina waktu sebulan itu sebentar dan tidak ada apa-apanya, lagi pula setelah kembali tinggal bersama Arga, Reina terus sibuk dengan Arga, tanpa pernah berbicara dengan Ayahnya lagi."Seharusnya di saat terakhir Ayah, aku ada di samping Ayah ...." Reina menegakkan tubuhnya. Berusaha kuat, karena